Share

Bab 16. Ikut Aku

Walaupun tanpa ucap, aku tahu Den Langit kesal. Kutatap punggung yang menjauh dengan langkah tergesa, meninggalkan diriku bersama menguatnya rasa sesal.

Kenapa saat ini omelan dan marahnya aku rindukan? Inginku, dia memaksaku untuk tinggal. Ini lebih baik daripada diam, seperti rasa yang diabaikan. Hati ini tidak rela kalau perhatiannya begitu saja tanggal.

Segera aku tepis rengekan kata hati yang mencuat. Aku harus kembali menjadi perempuan kuat. Itu artinya, apapun yang terjadi aku harus semangat.

"Tik, kamu keluar kerja? Kenapa? Tidak kerasan di sini?" Pertanyaan Bulek Ningsih memberondong saat aku bergabung di meja dapur bersama mereka.

"Yu Ningsih, makan dulu," sela Pak Salim sambil menyenggol lengan Bulik. "Setelah itu, kita ngobrol. Wes, Ti. Ayo kita makan. Pecelnya uenak, ada timun dan kemangi kesukaanmu!" Pak Salim menyodorkan piring dan toples berisi rempeyek kacang.

"Jawabnya setelah makan, ya, Ti. Tadi di pasar, Bulek beli tempe mendoaan. Ingat kamu suka ini."

Aku meng
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status