Share

Teman

“Sekarang apa rencanamu?”

Setelah mendapatkan insiden tak mengenakan itu, Tan tidak tega meninggalkan Amy sendirian. Pria tampan itu memilih menemani Amy, keduanya duduk di taman seraya menikmati udara malam.

“Oey, Gacul, apa rencanamu?" tanya Tan sekali lagi.

“Saya ingin pulang, Tuan,” ucapnya.

“Berhenti memanggilku tuan, anggap saja aku ini temanmu, aku juga akan melakukan hal sama," seloroh Tan.

“Kau memang sudah melakukan hal itu sejak lama,” sahut Amy.

“Ah, kau benar, aku sudah lebih dulu melakukannya,” jawab Tan terkekeh kemudian tertawa lepas.

”Berhentilah tertawa, itu terdengar mengerikan!" protes Amy.

“Gacul, boleh aku bertanya? Aku penasaran akan satu hal," ujar Tan sembari menatap ke arah Amy yang sedang asyik mengayun-ayun kakinya.

“Apa itu?”

“Kenapa kau tidak marah dan memaki pria yang sudah menjahatimu? Kau tidak sakit hati?” selidik Tan.

“Mengapa Tuan peduli?” Amy balik bertanya, kemudian membalas tatapan Tan.

“Aku hanya penasaran saja,” sahut Tan, lantas berpaling dan menengadah menatap langit malam.

“Bahkan, orang kaya dan tampan seperti Tuan saja, ditinggalkan kekasih saat acara pentin. Apalagi hanya sekedar saya, yang Tuan tahu sendiri seperti ini adanya,” jelas Amy.

“Tidak semua hal yang kita harapkan, bisa kita dapatkan. Salah satunya perasaan orang lain. Diri kita sudah mencontohkan hal tersebut, Tuan. Saya hanya sekadar dimanfaatkan dan Tuan ditinggalkan sebab kekasih Tuan ingin mencapai mimpi terlebih dulu. Lalu, di sini kita terjebak dalam atmosfer serupa yang akhirnya harus menjalani hidup dalam kepura-puraan, entah sampai kapan,” seloroh Amy masih menatap pria di sampingnya.

Amy memalingkan wajah seraya mengembuskan napas kasar.

“Maaf, telah meyeretmu ke dalam masalah seperti ini,” sesal Tan dengan nada sendu.

“Tak apa, karena kita teman, saya akan membantu Tuan. Tuan juga sudah membantu saya membantu saya, tadi, terima kasih,” tutur Amy.

Dia benar-benar gadis yang lugu, apa yang dia ucapkan benar-benar tulus dari hatinya.

“Terima kasih juga untukmu, sebab jika bukan karena kau, aku tak tahu nasib perusahaanku kelak,” sahut Tan.

Dia juga berusaha tulus dan menyimpan kegilaannya sejenak. Entah kenapa hawa hangat menelusup ke dalam rongga dadanya setiap kali tatapan Amy bertumpu dengan tatapannya.

“Tidak usah dipikirkan, kita melakukan hal ini karena kesepakatan, jadi aku yakin Tuan tidak akan merugikanku, begitupun sebaliknya," ujar Amy.

“Berhenti memanggilku dengan sebutan formal. Kau bisa memanggil namaku saja," tukas Tan.

“Eumh, baiklah, Tan," ucap Amy ragu.

Tan menimpali dengan senyum semringah. Baru kali ini dia mendapatkan teman bicara selain Sham dan Sara. Terlebih Amy sangat baik hati, membuat Tan betah untuk lama-lama di dekatnya.

“Omong-omong, bagaimana jika kau tidur di kamarku saja, biar nanti aku pindah ke kamar sekertarisku,” tawar Tan, dia tidak tega jika harus membiarkan Amy kembali ke kamar itu.

”Apa itu tidak merepotkan?” tanya Amy.

“Tentu saja tidak, aku akan repot jika kau sampai terlunta-lunta di Bali, apalagi sampai kau diculik," kelakar Tan.

“Mana ada yang mau menculik gadis culun sepertiku," tepis Amy seraya tersenyum.

Tan tertawa mengerikan lagi seperti biasanya. Tawa itu terdengar aneh untuk Amy. Alih-alih terpancar kebahagiaan pada renyahnya suara tawa tersebut, justru sedikit menyesakkan bagi Amy.

Sejoli itu beranjak dari duduk dan berniat untuk kembali ke kamar yang Tan ceritakan. Koridor hotel bintang lima itu menjadi saksi tumbuhnya simpati pada hati kedua insan tersebut.

Tan yang terluka dan kecewa mampu meredam semuanya sebab ada Amy disampingnya. Gadis yang bisa diajak bicara dan membuatnya nyaman. Tak bermaksud untuk mengkhianati hati yang jauh di sana, Tan hanya berusaha semampunya bertahan.

“Tan, bagaimana kita akan menjelaskan semuanya di kantor?” tanya Amy khawatir, karyawan pasti akan terkejut dengan kabar pertunangan keduanya yang tiba-tiba.

Bahkan, sebelumnya Amy tidak peduli dengan diri Tan. Akan tetapi, tiada hujan tiada angin, Tan menjadi tunangannya. Meski hanya dalam sebuah kesepakatan kontrak.

“Itu biar menjadi urusanku, kau jalani saja dan lakukan pekerjaanmu seperti biasa, paham?” tukas Tan, tak ingin gadis polosnya itu terlalu stres.

Tak lama kemudian, keduanya sampai di kamar tempat Tan visit, kamar mewah khusus untuk member VIP di hotel tersebut. Tepat ketika pintu terbuka, decak kagum beberapa kali terlontar dari bibir mungil Amy.

Seumur hidupnya baru pertama kali dia masuk ke kamar mewah seperti itu. Baginya kamar yang dia tempati saja sudah cukup mewah, tetapi jika dibandingkan dengan kamar Tan. Kamar itu tidak ada tandingannya.

“Waah ini seperti istana,” decak Amy seraya menghempaskan tubuh bagian belakangnya di atas kasur.

“Ya, sudah kau bersih-bersih dulu dan istirahat, aku akan mengambil pakaian ganti dan pindah ke kamar Sham,” ujar Tan.

Tak sungkan, Amy mengangguk menyetujuinya. Sepertinya dia sangat senang dengan kamar tersebut.

“Memang, ya, ikhlas itu balasannya berkali-kali lipat,” gumamnya.

Tan yang mendengar itu, nyaris saja tertawa kencang seperti biasa. Namun dia menahan agar tak melontarkannya. Dia merasa tak enak hati pada Amy yang sudah terlalu banyak dijejali dengan tawa anehnya itu.

Setelah mengambil baju ganti, gegas Tan menuju kamar Sham. Tentu saja setelah berpamitan dengan Amy. Nahas, setelah beberapa kali mengetuk pintu kamar tersebut, Sham tak juga membuka pintu. Sepertinya pria muda yang kerap bersamanya itu sudah tidur sejak tadi.

”Aish, bagaimana ini?” keluh Tan kebingungan.

Sejurus kemudian dia memilih untuk membersihkan diri di toilet yang ada di sekitaran sana. Beruntung keadaan di sana sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa orang petugas dekorasi sedang membereskan sisa-sisa pesta pertunangannya yang berjalan cukup dramatis. Tan mendengkus, tebersit dalam hati inginkan semua itu hanya mimpi belaka.

Namun, semakin dia tenggelam dalam harapan, semakin pahit kenyataan yang membangunkannya. Amy bukan sebuah mimpi, tetapi dia nyata ada di hidupnya saat ini.

“Semoga saja, Sara kembali secepatnya," gumam Tan.

Pria itu merasa suntuk, setelah membersihkan diri, Tan pergi ke sebuah bar yang ada di lantai paling bawah untuk menenangkan pikirannya. Mungkin jika sedikit mabuk, kepalanya akan terasa ringan dan hatinya yang perih bisa sedikit terlupakan.

Tan akhirnya minum beberapa gelas wine di bar itu, pahitnya alkohol menjadi sangat manis saat kepahitan dalam hidup melanda lebih kuat. Setelah dirasa cukup mabuk, dengan langkah sempoyongan, Tan bergegas kembali ke kamarnya. Dia sudah tak bisa merasakan tubuhnya.

“Aku zombi, hk, aku zombi, tubuhku melayang, hk,” racaunya seraya terhuyung di koridor.

Tak lama kemudian, Tan akhirnya sampai di kamar tempatnya menginap. Perlahan, dia membuka kunci, dan masuk ke kamar tersebut tanpa ragu, sepertinya dia lupa jika di kamar itu ada Amy.

Tan menghempaskan tubuh ke kasur yang berukuran king size itu. Lantas, tangannya tiba-tiba menyentuh tubuh Amy. Seketika itu Tan merasa kaget, kemudian menelisik ke sampingnya.

”Sara ...,” lirihnya ketika mendapati Amy sudah tertidur pulas di kasur tersebut.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status