Share

5 - Malam Pertama

Hanum tidak pernah pacaran dengan hubungan yang sangat intim. Selama ini dia hanya sibuk bertahan hidup. Orang tua kandungnya mengalami kecelakaan mobil saat dia berusia 9 tahun. Dia harus ikut dengan Thana, pamannya. Di rumah sang paman dia diperlakukan semena-mena oleh Husna selama bertahun-tahun. Jadi, tidak ada waktu untuknya berpacaran.

Pengalaman Hanum hanya dengan seniornya di kampus yang sama. Namun, daripada pacar, mereka lebih bisa disebut sebagai hubungan tanpa status. Mereka tahu bahwa mereka menyukai satu sama lain, tapi hanya sebatas itu. Mereka juga berjalan ke arah tujuan masing-masing tanpa melibatkan satu sama lain. Karena itu sekarang mereka sudah tidak berhubungan. Pria itu sibuk mengejar karirnya sendiri, sedang Hanum terus terpesorok sejak penelitian skripsinya tidak berjalan lancar. Hanum menjadi mudah melupakan seniornya itu. Setelahnya, Hanum tidak pernah menjalin hubungan dengan orang lain lagi.

Sekarang, saat tiba-tiba Hanum harus menikah dan melakukan malam pertama, tentu saja dia sangat takut. Dinginnya ac bahkan tak mampu menenangkan tubuhnya yang seperti terbakar saat ini. Walaupun Hajin memperlakukannya dengan lembut, tetap saja dia gugup. Sebagai orang yang tak pernah bergandengan tangan, cara berciuman pun dia tidak tahu.

"Buka mulutmu, Hanum …"

Mendengar ucapan Hajin, Hanum gugup dan takut meski dia memejamkan mata. Namun, dia tetap harus mengikuti Hajin, bukan?

Hanum pun menyakinkan dirinya sendiri.

Ini pilihanmu, Hanum. Jadi, jangan takut. Dia suamimu sekarang. Meskipun pernikahan kalian tidak normal, kamu tetap berdosa jika menolaknya. Ini juga tujuanmu menikah, bukan? Menyerahkan tubuh demi hutang sekaligus menyelamatkan diri dari keluarga laknatmu, ujar Hanum dalam hati.

Dia terus-menerus mengatakan hal itu, tetapi sebanyak apapun dia berusaha, dia tetap gemetar dan ketakutan. Sentuhan tangan Hajin yang menyusuri jengkal demi jengkal dirinya membuat Hanum merasa panas, tegang dan sangat tidak bisa rileks.

Hanum yang terus saja kaku membuat Hajin menenangkannya dengan membelai rambut Hanum dan memberinya ciuman kening. Hanum bisa merasakan sebuah kehangatan di sana.

"Tenanglah, Sayang … aku tidak akan menyakitimu. Kamu tahu, aku tidak akan dengan sengaja merusak barang milikku bukan?"

Hanum mengedip-ngedipkan matanya. Napasnya memburu. Dia menahan dada Hajin lalu mengatakan,

"Tunggu sebentar. Saya tidak bisa bernapas, Pak …"

Hanum berbicara dengan polosnya. Hajin jadi gemas dan ingin menertawainya. Di saat bersamaan, pandangannya kian bertambah gelap.

"Padahal, ini belum apa-apa. Tapi, kamu sudah tidak bisa bernapas saja."

Hajin menjeda ucapannya. Tangan Hajin turun dari dada ke pinggang Hanum.

"Ekspresi dan tubuhmu sekarang, benar-benar membuatmu gila, Hanum. Jangan mati dulu, bernapaslah dengan benar."

Hajin menciumnya lagi. Hanum masih merasa tidak karuan. Ini benar-benar hal baru baginya. Hajin menyatukan kening mereka dan kembali berbicara.

"Tenang saja. Aku orang yang menepati ucapanku. Saat aku bilang selalu menjaga milikku, aku pasti menjaganya dengan baik. Aku tidak akan merusaknya sedikit pun. Jadi, percayalah padaku, Hanum?"

Sekian detik Hanum merasa tersihir dengan kata-kata Hajin. Sungguh, saat ini, Hajin terlihat seperti pria yang paling menjanjikan di dunia dengan bibir lembut dan kata-kata manisnya. Tapi, hal itu tak bertahan lama. Hanum tersentak dengan apa yang dilakukan Hajin sekarang.

Wajahnya memerah antara panas sekaligus malu. Napasnya pun memburu.

"Pak … bisa Bapak keluarkan tangan Bapak dari sana? Rasanya aneh."

Mata Hanum mulai berkaca akibat sentakan yang dirasakannya tadi. Dia memegang lengan Hajin. Namun, Hajin hanya menciumi wajahnya.

"Tidak apa, aku melakukannya dengan baik. Jadi, jangan khawatir dan nikmati saja, Sayang …"

Hanum menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menggerakkan kakinya karena dia merasakan sensasi aneh dari sana. Dia memegang lengan Hajin lebih erat. Dia menatap Hajin dengan tatapan memohon cenderung sangat memelas.

"Tidak. Tidak. Tolong, keluarkan itu dulu. Ini tidak benar, Pak. Seharusnya kita salat pengantin dan Bapak harus mendoakan ssya. Atau setidaknya Bapak harus membaca doa dulu. Saya tidak ingin ada setan yang terlibat dalam hubungan kita … saya mohon … Pak …"

Deg!

Seketika Hajin membeku. Dia menghentikan pergerakannya dan menyibak rambutnya ke atas dengan amarah. Dia lalu membentak.

"Ha, jadi ini caramu?"

Hanum terperanjat karena Hajin sangat marah.

"Ini cara agar kamu lepas dariku malam ini?" tuduhnya.

Hanum menyangga dirinya untuk duduk dan menutup tubuhnya dengan selimut.

"Tidak, tidak, Pak. Saya tidak bermaksud begitu. Saya-hwaaa …"

Hanum berteriak karena Hajin menarik kedua kakinya. Dia jadi sangat ketakutan sekarang. Apalagi mata Hajin yang gelap dengan kabut bertambah ngeri dengan amarah.

"Pak … Bapak … saya …"

Hanum terbata-bata dengan perasaan takut, tetapi Hajin tidak menggubrisnya.

"Aku tidak peduli. Yang pasti aku akan mematahkan ekspektasimu sekarang, karena aku tidak akan berhenti. Ini justru membuatku bertambah semangat, Hanum."

Setelahnya hanya terdengar teriakan Hanum. Tidak ada lagi sentuhan lembut Hajin sampai Hanum benar-benar menangis dan memohon.

"Seharusnya, kamu menurut saja, kenapa harus menyinggungku?"

Hajin mencium pelipis Hanum yang mengalir air mata.

"Sudah baik, aku menikah denganmu. Jadi, jangan bersikap seolah kita menikah dengan benar. Kamu cuma pelacur, Hanum."

Air mata Hanum merembes ke bantal saat memalingkan wajahnya antara malu juga sakit hati.

"Iya, saya memang pelacur. Tapi, saya pelacur halal buat Bapak …"

Hajin tidak membalas. Dia hanya melanjutkan kegiatan mereka sampai dini hari, tentu dengan lebih lembut. Akan tetapi, selembut apapun itu … Hanum tidak bahagia.

Bodoh sekali dirinya mengharap malam pertamanya akan bisa juga dia lalui sesuai syariat seperti akad nikahnya. Padahal, sejak awal ini hanya pernikahan nafsu.

Apa yang bisa Hanum harapkan?

***

"Lelah? Masih sakit?"

Hajin bertanya setelah mereka selesai mandi.

Dia membelai kepala Hanum. Perempuan itu memegangi selimutnya sampai leher.

"Iya, sakit, Pak."

Hajin mencium keningnya.

"Gak papa, itu normal. Nanti juga membaik. Kamu libur aja, gak usah masuk kantor hari ini. Aku bakal bawa kamu ke rumah. Kamu bisa istirahat dulu."

Hajin berkata begitu. Hanum jadi ingin menangis saja.

Setelah memperlakukannya dengan kasar meski sebentar, tetap saja hati Hanum terluka. Dia jadi takut untuk membantah.

"Iya."

Mendengar jawaban Hanum yang patuh, Hajin menarik tubuhnya dan mendekapnya.

"Tidur aja. Masih ada waktu sebelum pagi."

Saat itu Hanum menggigit bibirnya.

"Saya harus salat subuh, Pak," cicitnya.

Dia takut Hajin akan menyentaknya lagi.

"Ya, masih ada 2 jam sebelum jam 4. Tidur aja. Tubuhmu pasti lelah. Aku bakal stel alarm."

Mendengar jawaban Hajin, Hanum langsung lega. Debar-debar takut di dadanya berangsur hilang.

Hanum masih belum sepenuhnya tahu bagaimana karakter Hajin. Sebagai seorang CEO, dia dingin dan menakutkan. Tapi, sebagai pria? Adakalanya dia sangat dingin, tetapi ada juga kalanya dia memakluminya seperti sekarang.

Hanum tidak mau berpikir panjang dan membuatnya kian merasa rumit. Dia pun memutuskan untuk tidur. Perlahan kesadaran Hanum mulai menghilang dalam pelukan Hajin yang kini terasa hangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status