Reyshaka
Dokter boleh sakit nggak? Ya boleh banget, dokter juga manusia.
Sebenarnya aku cuma mau bilang kalau lagi sakit, eh enggak sakit sih cuma lagi nggak sehat aja. Mungkin efek kangen sama mama jadi suhu tubuhnya agak naik, badannya lemes, tulang-tulang terasa nyeri.
Aku sudah minta tolong di injeksi neurotropik
oleh Doni agar meringankan keluhan nyeri di sekujur tubuh. Sebenarnya injeksi vitamin B komplek itu biasa diberikan pada simbah-simbah yang sering mengeluh nyeri."Kamu pulang aja Rey! Biar aku yang gantiin." ujar Mala ketika dia melihat aku masih tiduran di UGD.
"Nggak apa-apa Mal, tiduran sebentar insy
Yang patah tumbuh, yang hilang bergantiYang hancur lebur akan terobatiYang sia-sia akan jadi makna..Entah sudah berapa kali aku replay lagu berjudul 'Yang patah tumbuh, yang hilang berganti' dari salah satu band indie bernama Banda Neira.Suka sekali dengan liriknya, seolah bisa menjadi mantra ampuh bagi siapa saja yang sedang rapuh dan jatuh karena kehilangan. Bukan hanya soal hubungan, tapi lirik itu juga bisa bermakna dalam untuk setiap hal di kehidupan.Setuju ya, kalau semua hal bisa kita jadikan pelajaran?Yang patah tumbuh, yang hilang berganti,Hati yang sedih akan segera pulih. Harapan, semangat dan doa yang patah pasti akan tumbuh kembali karena yang pergi dan hilang, akan terganti.Terganti itu tidak harus sama, pernah kehilangan uang tidak selalu diganti dengan uang, bisa jadi Allah ganti dengan kesehatan dan kebahagiaan yang tak terkira, sama halnya dengan kehilangan seseorang tidak harus selalu digantikan orang baru, tapi bisa juga digantikan oleh rasa ikhlas dan sem
POV Shanum"Udah nangisnya?"Aku hanya bisa menggeleng untuk menjawab pertanyaan abah karena masih sesenggukan, begitu susahnya menyudahi rasa penyesalan ini. Abah mendekati untuk mengusap punggungku. Ujung mukena ku sudah sangat basah karena air mata. Setiap habis ngaji sama abah pasti aku tidak bisa menahan tangis."Apa yang kamu rasakan?""Shanum takut, Bah! Dosa Shanum begitu besar sama Allah."Abah tersenyum untuk menenangkan, semenjak tidak ada umi aku lebih bisa dekat dengan abah."Rahmat Allah lebih besar, Nduk! Yang penting kamu terus berusaha memperbaiki semuanya. Salah itu adalah bentuk dari sifat manusia, dan menjadi lebih baik itu adalah sikap. Kamu tahu kenapa bintang itu bercahaya?""Karena berada di kegelapan malam." jawabku masih sambil terisak."Ya itu ibaratnya. Bintang bercahaya karena berada di tengah kegelapan. Seperti halnya bintang, manusia juga akan bercahaya jika dia bersabar di tengah banyaknya cobaan."Aku semakin menunduk lagi. Kali ini aku merasa bersalah
Aku merapikan mejaku, menata buku-buku agar lebih rapi dan enak dipandang mata. Beberapa teman guru masih terlihat sibuk di meja mereka, mungkin masih harus mengoreksi tugas siswa. Untung saja tugasku sudah selesai jadi aku bisa sedikit bersantai sembari menunggu waktu pulang."Mau pesan makan siang nggak, Bu Shanum?"Aku mendongak dan mendapati Arga yang sudah tersenyum lebar di depan mejaku. "Nggak kayaknya, Pak. Saya langsung mau pulang. Terimakasih tawarannya."Sekali lagi aku melirik arloji yang melilit di tangan kiriku, masih ada 15 menit sebelum jam pulang dan aku merasa menit-menit itu berjalan sangat lama. Kenapa lama? Karena saat ini Arga duduk di kursi yang ada di depan mejaku. Aku kira setelah menolak tawaran makannya tadi dia langsung akan pergi tapi malah dia juga memutuskan untuk tidak jadi makan dan menunggu jam pulang di sini."Ini bagus nggak, Bu?"Aku sedikit memajukan tubuhku untuk melihat sesuatu di dalam ponselnya Arga. Di sana ada gambar sebuah pemandangan tebin
'Untuk mendapatkan sesuatu yang kau ingingkan, kau harus sabar dengan sesuatu yang kau benci.'Begitu satu nasehat dari Imam Ghazali yang pernah aku baca secara tidak sengaja di sebuah akun media sosial.Untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan harus sabar dengan segala proses yang ada dibaliknya, dan proses itu tidak selalu menyenangkan. Buah zaitun harus diperas sekuat-kuatnya agar menghasilkan minyak yang bermanfaat, benih harus dipendam dalam ruang tanah sempit dan gelap sebelum akhirnya dia tumbuh menjadi tanaman yang bermaanfaat. Begitu juga dengan proses kita menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.Aku sebenarnya cuma mau curhat kalau lagi melawan rasa malas untuk bangun di tengah malam ini. Di luar sedang hujan deras dengan petir yang sesekali menyambar. Bisa dibayangkan bagaimana nikmatnya bergelung di bawah selimut pas keadaan begini.Tapi ada sesuatu hal yang akhirnya mendorongku untuk meninggalkan selimut biruku untuk menuju kamar mandi bersentuhan dengan air yang
SHANUM"KANG ABAS!"Bukan namaku yang dipanggil, tapi suara keras itu berhasil membuyarkan konsentrasiku yang sedang setoran sama abah."Ayo ulangi ayat terakhir!" titah abah dengan nada setengah menegur.Aku memejamkan mata dan mencoba membayangkan ayat-ayat setoran pagi ini. Santri baru itu benar-benar harus ditakzir, berani-beraninya mengacaukan konsentrasiku.Alhamdulillah setelah sempat tersendat, aku berhasil menyelesaikan seperempt juz. Abah tidak komentar apapun hanya berpesan aku jangan sampai melalaikan murojaah, beliau langsung berdiri meninggalkan aku.Pagi ini lumayan cerah, tambah cerah lagi karena di dapur sudah ada dua iparku yang cantik-cantik sedang berkutat dengan bahan dapur agar menjadi makanan enak."Yah, gasnya habis." keluh Fadila ketika tiba-tiba api kompornya mati. "Minta tolong panggilin Mas Haris dong!" imbuhnya lagi saat mengarah padaku."Biar aku saja, Dil."Karena tadi aku lihat Mas Haris dan Mas Nadim sedang sama-sama sibuk, aku putuskan untuk mengganti
REYSHAKASelesai jaga pagi hari ini, tiba-tiba aku merasakan ada yang nggak beres dengan tubuhku. Sekujur badan terasa gatal merah dan panas, sakit tenggorokan juga agak nyeri di persendian sampai aku harus kembali terduduk ketika bersiap pulang. Sebenarnya gatal-gatal sudah sejak semalam, tapi kali ini semakin parah.Sebelum pulang seperti biasa opera jaga dulu dengan Mala dan yang lain.Masih sambil garuk-garuk, aku berpamitan namun Mala terdiam seperti ada yang ingin dia sampaikan tapi tertahan."Ada masalah?"Bukannya menjawab tapi Mala malah semakin gelisah. Aku melirik jam tangan, sebenarnya aku ada janji dengan Eca sore ini tapi sepertinya Mala juga butuh bicara. Eca juga jam segini masih tidur siang."Aku boleh tanya sesuatu, Rey?"Aku kembali duduk di kursi, "Nggak ada aturannya harus minta izin dulu, Mal! Sok atuh!"Mala tertawa sekilas, lalu tatapannya gelisah ke sembarang arah."Sejujurnya, udah lama aku ngerasa gelisah seperti ini, Rey, sejak masih kuliah mungkin. Aku uda
REYSHAKATidak pernah masuk dalam rencana sebelumnya kalau malam ini aku harus tiduran di klinik. Mending kalau hanya tiduran biasa, ini ditambah selang infus juga oksigen.Tadi sore dari panti rencana mampir ke klinik dulu untuk minta obat gatal, dan rencana itu gagal karena tiba-tiba saja setelah sholat ashar tadi sensasi gatal dan panas semakin menjadi, bonus sesak nafas juga, sampai aku harus dipapah Pak Basuki ke klinik. Karena saking sesak napasnya, sepanjang jalan aku terus membaca kalimat tahlil, siapa tau malaikat izroil sudah mengintaiku."Gimana Rey, udah mendingan?" Mala melepas snelli nya lalu duduk di kursi yang ada di sampingku."Alhamdulillah udah! Makasih.""Syok anafilaktik kamu, terakhir makan apa? Atau punya riwayat alergi cuaca?"Aku sudah menduga, alergiku kambuh. Sejak semalam merasa gatal, pikiranku langsung tertuju pada momen sarapan indah di rumah Shanum. Kemarin abah langsung mengambilkan nasi ditambah lauk yang sebenarnya selama ini aku hindari. Telur puyuh
REYSHAKA"kenapa kamu senyum-senyum, Rey? Menang undian?"Pandanganku dari hp teralih ke Mala yang sudah berdiri di depan meja kerjaku. "Lebih dari undian, sih!" jawabku tanpa menghilangkan senyum cerah, bersih dan bersinar.Mala tak lagi mengindahkan, dia menaruh satu kotak makanan di depanku. Aku meletakkan hp lalu mengambil kotak makanan itu."Ini dirimu yang masak, Mal?" tanyaku ketika membuka kotak makanan itu dan mendapati isinya lumayan menggugah selera."Beneran dirimu yang masak? Buatku ini?" Aku memastikan Mala tidak salah alamat, dan dia mengangguk. Alhamdulillah, rejeki anak kos.Sementara aku makan, Mala duduk terdiam mengamatiku. Sebenarnya ini makanan enak rasanya, mungkin efek aku habis sakit juga jadi terasa lebih enak, tapi aku harus merelakan untuk menutup kotak makan ini dulu dan menanyakan keadaan Mala, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu yang berat."Kenapa?"Mala menarik nafasnya, kemudian berdiri di samping jendela untuk mengamati kendaraan yang berlalu la