SABRINA
Sabrina memandangi sudut kamarnya yang mulai agak berdebu. Dia memang agak jarang pulang ke sini semenjak bersama Samudra, hanya satu atau dua kali seminggu dia akan menengok apartemennya selebihnya dia lebih suka tinggal di apartemen Samudra.
“Pulang ke sini lebih praktis, dekat dengan kantor dan kamu bisa punya personal chef setiap hari” canda Samudra suatu hari. Jarak apartemen Samudra memang hanya beberapa menit berjalan kaki dari kantor, walaupun mereka hampir belum pernah berangkat atau pulang dari kantor secara bersamaan. Sabrina masih bersikeras untuk merahasiakan hubungan mereka.
Hari ini dengan keras kepala dia memilih pulang ke apartemennya sendiri setelah insiden Eloise. Dia masih sangat kesal bagaimana mereka berdua terlihat akrab dan tertawa renyah tadi pagi.
“She just a friend Sabrina” katanya ketika Sabrina menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Eloise.
“An ex you mean&
SABRINA“Mbak Sabrina, ada tamu menunggu di lobby” umum resepsionis melalui sambungan telepon di mejanya. Sabrina mengernyitkan dahi, sepertinya dia tidak ada janji bertemu dengan siapapun siang ini. Hari ini adalah hari yang agak longgar baginya karena tidak terlalu banyak meeting dengan pihak luar. “Bisa tahu siapa nama tamunya?” tanyanya dengan sopan ke sang resepsionis.“Bapak Teddy mbak, katanya penting”Teddy! Sabrina terkesiap, ada apa dia datang ke sini? Setelah insiden di restoran tempo hari mereka tidak melakukan kontak sama sekali, sekarang mendadak dia muncul di kantor? Sabrina buru-buru mengecheck handphonenya, mungkin saja ada pesan atau telepon dari Teddy yang luput terjawab olehnya. Kosong.“Saya datang ke lobby” jawab Sabrina. Dengan tergesa-gesa dia berjalan ke arah lobby, masih bertanya-tanya untuk apa Teddy kemari.Dia melihat Teddy berdiri agak resah me
SABRINA“Kenapa sih Sabrina, kamu kucel banget akhir-akhir ini” tanya Lusia ketia mereka sedang menikmati kopi mingguan mereka di salah satu café di wilayah Jakarta selatan. Sabrina mendongak dengan lesu, memang semenjak pertemuan dengan Teddy terakhir kali di kantor hatinya masih kacau balau.“Kelihatan yah?”“Girl … tuh liatin kantung mata kamu yang segede kepalan tangan. Sudah berapa lama nggak beauty sleep? Seperti ibu menyusui saja” jawab Lusia sambil menunjuk ke arah bawah mata Sabrina yang memang terlihat agak gelap. “Gue pikir loe sudah over sama pembatalan pernikahan elo … eee … sekarang mata berkantung lagi” sambungnya.“Gue ketemu Teddy beberapa hari yang lalu”“You what?? Di mana?” tanya Lusia memburu.“Dia datang ke kantor” jawab Sabrina kali ini sambil menyeruput kopi yang sudah agak di
ELOISEDia tidak menyangka akan bertemu dengan Samudra lagi di tempat itu, di acara charity event di mana department store tempat dia bekerja menjadi salah satu sponsornya. Dan Samudra datang tanpa wanita itu! Ke mana dia? Atau hubungan mereka masih terlalu rahasia sehingga keduanya tidak mau terlihat bersama di muka umum? Apapun itu Eloise senang bisa bertemu dengan Samudra lagi. Sendiri!Sikapnya yang luwes membuatnya mudah mendekati siapapun. Apalagi Samudra. Hanya dengan tersenyum dan berpura-pura kaget, tidak lama mereka terbawa dalam obrolan menarik panjang lebar. Samudra memang selalu menarik, tetapi sekarang pembawaannya yang matang dan tenang semakin membuatnya mempesona. Why did I let this guy go? Pikir Eloise merutuki diri sendiri.Hidupnya memang terasa tanpa tujuan sepeninggal Samudra, walaupun belasan tahun sudah berlalu dia masih tidak bisa benar-benar melupakan lelaki itu. Terbukti dengan tidak pernah seriusnya dia
SABRINASabrina turun dari apartemen Samudra untuk berangkat ke kantor. Seperti biasanya walaupun dia bermalam di sana, mereka tidak pernah berangkat ke kantor bersamaan. Kali ini Sabrina terlebih dahulu, dia meninggalkan Samudra yang masih mematutkan diri di walk in closet miliknya. Mereka berdua masih belum banyak bicara setelah pembicaraan kemarin sore tentang Teddy. Samudra cemburu dengan kedatangan Teddy dan dia sangat kesal dengan munculnya Eloise. Para mantan yang bikin rusuh, pikirnya.Eloise benar-benar membikin hatinya gusar bukan kepalang, wanita itu seperti ular yang setiap saat bisa menerkam kepalanya.Bel lift berbunyi di lantai 5, pertanda ada orang yang menunggu. Pintu lift terbuka dan di sana berdiri dengan sangat elegan wanita yang sedari tadi memenuhi otaknya. Eloise!Dia tersenyum sumringah secerah matahari pagi begitu melihat Sabrina. “Sabrinaa … what a surprise” sapanya renyah dengan
SABRINASabrina melangkah riang menuju apartemen Samudra, lagi-lagi hari ini dia harus sendirian, Samudra mempunyai business dinner dengan salah satu klien. Akhir-akhir ini memang dia sangat sibuk, di kantor jarang bertemu dan pulang ke apartemen selalu malam. Untungnya dia juga adalah seorang wanita karir yang sangat mengerti kehidupan seorang pengusaha seperti Samudra.Aku bisa berenang, pikirnya riang. Setelah tadi pagi dia tidak sempat melakukan yoga karena … dia tersenyum … bercinta dengan Samudra. Dua kali! Lagi-lagi dia tersenyum mengingat kejadian tadi pagi. Tidak cukup momen panas di tempat tidur sehabis mereka bangun, momen panas masih berlangsung di shower kamar mandi. Terlalu panas sampai-sampai mereka berdua telat ke kantor. Samudra harus berakrobat berpakaian karena dia harus menghadiri breakfast meeting, di salah satu hotel dekat kantor. Sabrina membantu memakaikan dasinya ketika dia sibuk menyematkan cufflinks di tan
SABRINAApa aku tidak salah lihat? Pikirnya.Dia mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang salah dengan penglihatannya. Ternyata matanya masih sehat, hatinya yang berubah perih dan pilu melihat pemandangan di depannya. Tangan Samudra mengusap lembut pipi Eloise, lalu perempuan itu menggenggamnya sebelum mencium tangan Samudra. Sangat mesra. Samudra seperti menikmati momen itu, memandang lembut ke Eloise.Dadanya naik turun penuh kemarahan. Baru beberapa waktu lalu dia bilang bahwa dia mencintainya, sekarang dia sedang berasyik masyuk dengan perempuan yang sangat dibencinya itu. Dia merasa tertipu, sangat tertipu. Apakah dia telah salah menilai Samudra? Berulang kali Samudra mengatakan bahwa dirinya berbeda, dirinya sangat special buatnya, kini dia mulai meragukan perkataan Samudra. Sangat naif menganggap bahwa laki-laki playboy itu berubah setelah bertemu dengannya. Mungkin memang benar perkataan Eloise, dia tidak ada bedanya
SABRINADia memarkir mobilnya di area parkir apartemen Teddy, terlihat ragu-ragu untuk keluar dari mobilnya. Setelah berdebat dengan diri sendiri dia memutuskan untuk menelpon Teddy tadi malam, belum sampai dering ke dua teleponnya sudah diangkat. Sepertinya Teddy juga sedang mempunyai insomnia seperti dirinya, suaranya tidak terdengar seperti baru saja bangun dari tidur.Dia menanyakan apakah bisa mampir ke apartemen Teddy untuk mengembalikan barang-barang miliknya yang masih berada di apartemen Sabrina.Bohong!Tentu saja, alasan mengembalikn barang hanyalah kedok belaka. Dia ingin bertemu dengan Teddy, ada atau tidak barang yang bisa dikembalikan.Dia menarik nafas sebelum akhirnya membuka pintu mobil. Sudah lama dia tidak menjejakkan kaki ke area apartemen ini, terasa sangat lama. Dia memasuki lobby dengan gamang.“Mbak Sabrina”Dia menoleh untuk mencari suara yang memanggilnya. Ternyata satpam yang sudah
SAMUDRA“Aku ke apartemen Teddy.”Satu kalimat pendek Sabrina, kalimat pendek yang terasa seperti hantaman tinju ke rahangnya. “We need to talk” katanya, setelah dengan susah payah dia menenangkan diri.Sabrina menatapnya lurus dan tajam. “Pertama kamu mencium dia, lalu kamu bermesraan berdua di bar hotel. Terlalu gampang menganggap bahwa dua kali adalah kebetulan belaka,” katanya sinis.Dia menarik nafas panjang, seperti maling tertangkap basah, sulit menjelaskan ke Sabrina bahwa pertemuannya dengan Eloise yang terakhir adalah murni ketidaksengajaan. “Aku pergi ke sana sendiri, lalu tiba-tiba Eloise muncul …”“That is very convenient,” sergah Sabrina cepat.“Aku tahu kamu marah, tapi bukan dengan melampiaskan bertemu dengan tunangan kamu,” dia tidak bisa menutupi kecemburuannya.“Mantan!” Sergah Sab