Beranda / Romansa / No, it's You! / 8. Blueberry cheesecake

Share

8. Blueberry cheesecake

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-29 02:32:21

SABRINA

Senin pagi seperti biasa. Sibuk!

Orang cenderung agak stress di hari senin. Why? Bukannya setiap minggu orang selalu bertemu dengan hari senin, sama dengan bertemu dengan hari selasa, rabu kamis dan selanjutnya? Paling tidak untuk Sabrina hari senin menyenangkan. Hari senin ini lebih tepatnya. Dia tidak berbohong, kadang dia juga merasa stress dan berat untuk berangkat bekerja di hari senin. Tapi sepertinya masa-masa itu sudah berlalu, sekarang dia merasa lebih bersemangat ke kantor.

Tidak ada alasan untuk stress.

Seperti pagi ini. Sudah ada respon dari Paris untuk proposal bisnisnya. Ini akan menjadi bisnis deal terbesar dia selama beberapa bulan  bergabung dengan SAP group. Kata sang bos, ini akan menjadi deal terbesar untuk team A selama ini. Jadi belum lama dia bergabung dengan SAP group sudah membikin break through. Salah satu alasan untuk happy.

Oh ya, sang bos yang super duper ganteng itu. Layaknya seperti blueberry cheesecake nan lezat. Ooppss…jangan bilang siapa-siapa kalau Sabrina membandingkan sang bos dengan blueberry cheesecake.

Sang bos yang sepertinya cukup terpesona dengan dia yang bergaun merah di gala dinner minggu kemarin. Ok, dia agak sedikit keluar batas dengan sang bos sewaktu dinner. Dia sendiri tidak habis berpikir “what’s on your mind Sabrina?!”, bertingkah sexy dan agak merayu. Mudah-mudahan sang bos tidak berpikir bahwa Sabrina adalah murahan. No way!! Tapi lagi – lagi, what’s on your mind! Sabrina menggelengkan kepala seperti hendak membuang jauh-jauh ingatan dia tentang gala dinner kemarin minggu.

“Ada yang salah dengan kertas-kertas di depan kamu?”

Tidak, suara itu!

 Kenapa dia sudah di sini pagi-pagi? Dia serasa ingin bersembunyi di bawah meja, masih terlalu malu untuk menghadapi sang bos akibat kelakuannya minggu lalu.

God, please save me.

“Selamat pagi Pak” paling tidak dia berhasil mengeluarkan kata salam. Basic, tapi suaranya berhasil terdengar normal, tidak mencicit seperti tikus kejepit. Ok Sabrina, Tarik nafas…anggap tidak pernah terjadi apa-apa. It’s all dream, just a dream.

Gak berhasil!

“Apa kabar….lady in red?”

Oh nooo….saat ini dia ingin lenyap saja, ditelan bumi. Seandainya aku punya superhero power untuk menghilang secepat kilat, tahu-tahu lenyap hanya asap saja yang tertinggal. Mungkin ada baiknya aku mulai mencari tahu di dukun mana yang bisa mengajari ilmu menghilang, pikirnya melantur. “Baik Pak. Oh…umm sudah ada respon dari Paris. Positif. Saya akan follow up dan finalize dealnya” dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Lagipula, bisnis lebih penting dari gaun merah.

Iya kan?

Samudra tersenyum dan duduk di seberang meja Sabrina, mengerutkan kedua alisnya. Kenapa juga cuman berkerut aja dia kelihatan sepuluh kali lebih ganteng. Dia tidak menyangka kalau bekerja di kantor ini sangat berbahaya, rawan terkena serangan jantung.  Jujur sang bos ini pesonanya bisa disejajarkan dengan artis-artis seperti Bradley cooper….oh umm dia bukan bule, ok bisa disejajarkan dengan Hyun bin atau Nicholas saputra. Hanya saja dia lebih real, dia bukan artis, dia adalah sang bos yang tentunya off limit.

“Hmmm…good…good…” sang bos seperti tidak begitu menghiraukan informasi dari Sabrina tenang bisnis deal. “Jadi kamu kembali menjadi normal Sabrina sekarang?”

Hah normal? Kapan memang dia pernah tidak normal?

Yep, Sabrina yang bergaun merah tidak pernah terjadi. Harapan kosong tentunya, bahkan sang bospun masih mengungkit-ungkit tentang kelakuan si gaun merah. Oh noo…bagaimana dengan para kolega dia? Pantas saja mereka memberikan pandangan aneh ke arahnya ketika dia lewat tadi pagi. Apakah mereka sekarang berpikir bahwa dia murahan, manager baru yang mencoba merayu sang bos? Ada nggak sih cara untuk membikin orang supaya kehilangan sedikit memori, seperti di Harry potter itu?

SOS! Dia perlu obat penghilang malu. Sekarang! Dengan dosis tinggi pula!

“Mmm…ya, kembali normal” dia yakin mukanya sekarang merah membara karena malu.

“Too bad. I kinda like that Sabrina”

Bagus Sabrina, sekarang bos kamu berpikiran kamu murahan. Semua orang tahu dia playboy dan berkelakuan profokatif adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan. Walaupun ada sedikit harapan bahwa sang bos tertarik bukan karena kelakuannya yang profokatif.

Ok jujur. Dia melakukannya untuk menarik perhatian Samudra, gaun merah, tingkah sexy. Dia tahu dia cukup cantik dan pintar tapi bosnya adalah Samudra Abimanyu. Pemilik SAP group, butuh sekedar cantik dan pintar untuk menarik perhatiannya. Tapi seandainya dia berhasil menarik perhatian sang bos, terus apa?

  1. Ada Teddy, sang pacar nan setia
  2. Samudra adalah bosnya. Ingat bos! Dan terlarang terjebak love affair dengan bos. Never ends well.

Semua pemikiran konyol tentang Samudra dan Teddy membikin kepalanya pening. Dia mencintai Teddy tentunya, mereka sudah berpacaran bertahun-tahun. Tapi Samudra seperti angin segar yang membikin paru-parunya terasa ringan. Samudra seperti dunia yang tanpa dia sadari sangat dia inginkan. Berada di dekatnya sangat menentramkan, walaupun mendiskusikan masalah pekerjaan.

Tapi mungkin itu adalah pesona playboy dia. Ingat Sabrina bos kamu adalah playboy kelas ulung. Stay away from him!

Benar saja, beberapa koleganya memberikan perlakuan aneh terhadap Sabrina. Ario salah satu manager yang cukup ramah terhadapnya dari hari pertama berkelakuan sangat akomodatif ketika mereka berpapasan di mesin photo copy yang kehabisan kertas. Pastinya Sabrina tahu bagaimana cara mengisi kertas ke dalam mesin copy, tapi Ario dengan tangkas dan cepat melakukannya. Bahkan mengcopy kertas-kertas dari tangan Sabrina. Jangan-jangan ajakan makan siang bareng darinya adalah dampak dari gaun merah kemarin. Oh tidaaaaaakkk!

Fitri salah satu stafnya yang suka gosip, langsung menyerbu ruangannya begitu Samudra keluar ruangan Sabrina. “Mbak Sabrina sukses menggaet perhatian Pak Sam. Mbak cantik banget pas dinner kemarin, sexy pula. Semua cowok-cowok pada ngiler loh mbak…”

“Sshhh…apa sih kamu” dia memotong pembicaraan Fitri sebelum anak buahnya itu bisa menyeloteh lebih lanjut.

“Mbak cool banget, Pak Sam sampai nggak henti-henti ngelihatin mbak Sabrina”

“Tolong siapkan semua details tentang Pont Nord, saya mau finalize sebelum akhir minggu” skak matt! Dia bisa membungkam anak buahnya, Fitri langsung terbirit-birit kembali ke meja.

Act cool, as if nothing happened. Nanti lama-lama orang juga akan lupa segala sesuatu tentang dinner kemarin. Basi!

Lady in red. Urrrrrghhhh….

Ternyata yang berkelakuan aneh tidak hanya orang-orang kantor, Teddy sang pacarpun ikut bertingkah aneh. Tiba-tiba mengajak dinner, bukan hanya dinner tetapi dinner di salah satu restoran fine dining terfancy di Jakarta. Teddy menjawab “dinner biasa saja” ketika Sabrina bertanya dalam rangka apa dinner fancy kali ini.

Teddy sudah menunggu di restoran ketika Sabrina datang, kelihatan sangat tampan dengan kemeja putih yang tumben-tumbenan lengannya tidak dilipat. Dia memberikan senyum bak cokelat panas di musim dingin ketika melihat Sabrina.

Dia luluh, ada perasaan seperti pulang ke rumah. Segala sesuatu tentang Samudra mendadak terlihat konyol. Kenapa dia harus bertingkah aneh untuk mendapatkan perhatian Samudra di saat di sampingnya ada Teddy. Sang pacar yang sudah lama setia disampingnya, dan juga sangat tampan. Dalam hati dia meminta maaf terhadap Teddy, karena dia sudah menaruh perhatian ke laki-laki lain.

“Hi hon” sapa Teddy renyah seperti biasa.

Sabrina meneliti sekeliling “Wah, pasti ada yang spesial. Kita sudah lama nggak fine dining begini” , pandangannya tertuju ke gelas champagne yang sudah terisi “wooo…kita merayakan apa ini? Kamu dapat bonus?” Sabrina bertanya dengan tidak sabar.

“Ok, cheers dulu” Teddy seperti mengulur waktu.

Selama makan berlangsung Teddy kelihatan agak aneh, bertingkah kikuk dan bolak – balik mengusap dahi yang tidak berkeringat. “Kamu nggak apa-apa sayang?” tanya Sabrina.

I am fine. Nggak papa” jawabnya, lagi-lagi kikuk.

Oh nooo, apa dia tahu tentang Samudra? Gaun merah itu? Nooooo…..

Tiba-tiba dia bergidik seperti melihat hantu.

Hati Sabrina mendadak berdebar kencang, seperti maling tertangkap basah. Dia tidak berani membuka mulut, bahkan untuk menatap Teddy pun tidak berani.

“Hon…”

“Hem…” respon Sabrina cepat dan agak gugup. Sekarang dia benar-benar khawatir Teddy tahu tentang Samudra. Tapi bagaimana bisa? Dia tidak pernah bercerita tentang perasaannya terhadap Samudra ke siapapun. Bahkan ke rumput bergoyangpun tidak. Mungkin lebih baik dia berterus terang ke Teddy, lagipula tidak terjadi apa-apa dengan Samudra. Hanya perasaan konyol tidak bertanggung jawab “Ted.…”

“Will you marry me” kata Teddy ketika Sabrina baru akan membuka mulut.

“He….what ?” kali ini Sabrina melongo.

“Hhhmm bukan respon yang aku harapkan….he what” Teddy bercanda walaupun ada nada kecewa dalam candaannya. “Will you marry me Sabrina larasati” lanjutnya serius.

Kali ini Sabrina terpaku. Mereka sudah berpacaran lama, sangat lama. Dan dia mencintai Teddy, 1000% tapi dia belum berpikir untuk menikah. Walaupun itu dengan Teddy. Tiba-tiba bayangan Samudra melintas di kepalanya.

Konyol!

Dia cepat-cepat menendang pergi sosok Samudra dari sudut kepala. Menatap Teddy, pacarnya yang malam ini terlihat sangat tampan.

Teddy merogoh saku. Dari dalamnya dia mengambil sebuah kotak.

Sabrina terpekik sambil menutup mulut. Is that what I think it is?

Teddy membuka kotak, dan terlihatlah cincin dengan berlian putih oval yang dikelilingin dengan butiran berlian-berlian kecil. Sangat indah. Sabrina menatap Teddy yang sedang memandangnya penuh cinta seakan memandang seorang Dewi. Sabrina mencoba membayangkan menghabiskan masa tua bersama Teddy.

“Yes…I will marry you” ini sepertinya jawaban yang pantas. Lagi pula mereka sudah berpacaran sangat lama.

Tapi kenapa yang ada di kepalanya adalah Samudra?

Bersambung....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • No, it's You!   42. Sweet break

    SABRINA “Si Pak bos Ke mana mbak?” tanya Sabrina ke Nia melalui sambungan telephon kantor. “Belum balik dari makan siang mbak,” jawab Nia. Dia mengerutkan kening, dia melirik jam di pergelangan tangannya sudah hampir jam 3 sore dan Samudra belum balik dari makan siang. “Memang ada business lunch mbak?” Tanyanya lagi. “Nggak tuh, tadi dia pergi sendiri” Mereka sudah berbaikan kembali, setelah dia berhasil mengusir Eloise dari ruangan kantor Samudra tempo hari. Tetapi setelah hari itu dia menemukan ada yang aneh dengan Samudra, dia terlihat lebih pendiam dari biasanya. Agak cool, dia memang selalu cool tetapi yang ini mencurigakan, membuat bulu kuduknya merinding seperti ada jelangkung yang bisa lewat setiap saat. Dia kembali “pulang” ke apartemen Samudra, bercinta lebih panas dari biasanya, mungkin ini karena faktor marahan selama beberapa hari. Tetapi seperti ada yang ditutupi oleh Samudra. Mudah-mudahan bukan El

  • No, it's You!   41. Mengambil alih

    Dia tersenyum mendapati kiriman bunga untuk ke dua kalinya. Perempuan mana yang tidak suka bunga? Dan Samudra tahu betul bunga favoritnya, mawar putih dengan warna pink di ujungnya. Dia membuka kartu kecil yang terselip di rangkaian mawar “je t’aime” tertulis disitu, lagi-lagi dia tersenyum kecil “I love you too” pikirnya. Dia memandang sekilas Samudra yang sedang berada dia di area kopi, ingin melemparkan senyum lebar tetapi dia tahan. Belum ada orang lain yang tahu mereka berpacaran, dan entah bagaimana reaksi para staf nantinya kalau mereka tahu sang bos rajin berkirim bunga kepadanya.Beberapa stafnya langsung menyerbu ke ruangannya, mengagumi rangkaian mawar putih keduanya dan tentunya memburu untuk mendapatkan informasi siapa pengirimnya. Sabrina hanya menjawab dengan senyuman. Belum waktunya, dia berfikir dalam hati, nanti kalau saatnya sudah tepat. Untuk saat ini cukup mawar-mawar putih ini saja yang bisa menjadi konsums

  • No, it's You!   40. Mawar putih

    Dia memandangi Sabrina yang tengah asik tenggelam dengan bacaannya, kisah cinta antara Elizabeth Bennet dan Mr. Darci yang menurutnya terlalu angkuh. Buku itu terlihat sudah cukup usang, entah sudah berapa kali dibuka oleh Sabrina untuk membaca kisah percintaan pada abad ke 19 tersebut.Dia sendiri sedang memegang buku tentang camp Auschwitz, yang sudah beberapa saat dia coba untuk baca tetapi tidak satupun kata berhasil terekam di otaknya. Pikirannya berkecamuk tentang Eloise, dengan ciuman itu. Shit! Bagaimana dia akan menjelaskannya ke Sabrina.“What do you think about Mr. Darcy?” Tanya Sabrina tiba-tiba, dia menurunkan buku sehingga hanya menutupi setengah dari wajahnya.“I don’t like that arrogant dude.” “That arrogant dude? Hey … yang kamu bicarakan itu Mr. Darcy.” Katanya seolah tidak rela dengan perkataan Samudra. dia menurunkan bukunya, menampakkan seluruh wajahnya yang tetap ter

  • No, it's You!   39. Madeline

    SABRINALebih gugup dari biasanya dia berjalan ke arah restoran tempat dia berjanji bertemu dengan Teddy untuk makan siang. Matanya berkali-kali menyapu keadaan sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang dia kenal melihat, apalagi Samudra.Ketika dia sampai di restoran Teddy sudah menunggu di sana, tersenyum sumringah menyambut kedatangannya. Melihat Teddy membuatnya sedikit lega walaupun dalam hati dia memendam rasa bersalah, dia sudah meminta Samudra untuk menyudahi hubungan dengan Eloise tetapi kenapa dia masih terus saja bertemu dengan mantan tunangannya di belakang Samudra.Baginya Teddy adalah smooth sailing, berlayar tanpa rintangan ombak, membelah biru lautan dengan lepas dan tanpa halangan. Entah kenapa dia meninggalkan cinta yang tenang tanpa ombak itu, untuk cinta lain yang penuh gejolak.“Hai, aku sudah pesenin makanan kesukaanmu.” Kata Teddy riang, tentu saja dia selalu tahu apa kemauan Sabrina, termas

  • No, it's You!   38. Campur aduk

    SAMUDRAEloise harus dirawat di rumah sakit.Dia menemani wanita itu dari mulai ditangani di ruangan gawat darurat hingga akhirnya mendapatkan kamar untuk menginap. Harus mengenyampingkan dahulu janjinya ke Sabrina untuk tidak berhubungan lagi dengan Eloise, dia saat ini sedang butuh bantuan dan dia tidak punya siapa-siapa di Jakarta.“Call me when you need anything ok.” Katanya, sebelum pergi meninggalkan rumah sakit dengan tidak tega. Bagaimanapun dia pernah sangat dekat dengan Eloise, dia pernah menjadi emergency contact wanita itu begitu juga sebaliknya, ketika mereka tinggal bersama di Paris. Meninggalkannya ketika dia sedang sakit membuatnya gundah.Sudah lewat tengah malam ketika dia sampai di apartemen. Mungkin Sabrina sudah tertidur, pikirnya. Walaupun dia tidak banyak berbicara ketika dia berpamitan untuk mengantar Eloise ke rumah sakit, dia tahu Sabrina tidak suka.Dengan berhati-hati dia membu

  • No, it's You!   37. Masa lalu

    SAMUDRA“Jadi sekarang dia rajin berkunjung ke sini?” katanya, setelah Teddy meninggalkan mereka.Sabrina terlihat menghela nafas. “Aku tidak tahu, dia tiba-tiba saja muncul di sini.” Ada nada bersalah dalam kalimat Sabrina.“Nanti selanjutnya apa? Tau-tau dia berada di apartemen kamu?”“Jangan ngaco, mana mungkin.” Sabrina membuang muka, seperti tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Samudra memandang wajah kekasihnya, atau paling tidak itu yang masih dia yakini, Sabrina masih kekasihnya. Dia menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan oleh wanita di depannya ini. Pertama adalah masalah Eloise yang menurut Samudra sudah sangat jelas hanyalah kesalahpahaman belaka, sekarang seperti ada sesuatu yang terjadi antara dia dan mantan tunangannya.“So ... kamu sudah siap untuk bicara lagi dengan aku?” Katanya sembari menyandarkan punggungnya ke dinding. Sabrina menatap ke arahnya, da

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status