Suara tamparan itu mengubah ketakutan Seruni menjadi lebih pekat.
Dia tak suka kekerasan, apalagi menyangkut dirinya. “Seharusnya kamu yang mengantar istrimu kemana-mana.” Ayah mertuanya memang sudah tak muda lagi tapi tamparan itu berhasil membuat bibir Jagat meneteskan darah. Seruni tidak menyangka Jagat dan orang tuanya ada di depan rumah saat Rama mengantarnya pulang, seharusnya dia bersikeras untuk minta diturunkan di luar pagar saja tadi. Akan tetapi Rama berpikir dia harus meminta maaf pada Jagat karena telah menabrak istrinya dan menyarankan agar Seruni diperiksa di rumah sakit. “Sa-saya tadi ada perlu dengan teman saya, Tita. Karena itu tidak pulang dengan mas Jagat.” Entah kenapa Seruni malah membela Jagat seharusnya dia mengatakan yang sebenarnya kalau Jagat yang sama sekali tidak ingin mengantarnya pulang. “Pa, sebaiknya kita duduk dulu. Ini harus dibicarakan dengan baik, Seruni harus tahu bagaimana menjadi bagian dari keluarga ini.” Wanita paruh baya yang menjadi ibu mertuanya itu membujuk sang suami dengan lembut. Orang tua Jagat memang tidak bersikap jahat padanya tapi juga tidak bersikap hangat seperti pada Rira. Mereka hanya... tak menganggapnya ada, dan itu lebih menyakitkan. “Kehamilanmu ini aib untuk kami,” kata wanita yang menjadi ibu mertuanya itu dengan lembut sedangkan sang suami menatap tajam putranya yang sedang menunduk dalam. “Tolong, Nak. Punya harga diri sedikit saja, bagaimanapun sekarang kamu bagian dari keluarga ini, jangan bawa kehidupan liarmu yang dulu.” Kata-kata halus itu menohoknya dengan keras. Seruni memejamkan matanya, tak pernah dalam hidupnya dia terhina seperti ini, harga diri yang selama ini telah dia jaga dengan sekuat tenaga direnggut dengan brutal hanya karena kecemburuan seseorang. Tapi lihatlah sekarang dia dianggap pelacur yang hobi gonta-ganti laki-laki. Seruni menatap pada Jagat yang hanya duduk diam di tempatnya. Tak ada pembelaan yang disampaikan laki-laki itu, padahal Jagat tahu dengan jelas dia masih perawan hingga malam itu. Memangnya apa yang kamu harapkan Seruni bodoh! Keluarganya memang tidak sekaya keluarga Jagat, tapi orang tuanya membesarkannya bukan menjadi wanita murahan yang hobi tidur dengan sembarang laki-laki. Mereka tahu dia dijebak dan juga pelakunya, tapi mereka bahkan tak pernah menyalahkan orang itu. Serunilah yang selalu menjadi tersangka di sini, baik bagi orang yang tahu kejadian sebenarnya maupun yang tidak. Dia lelah selalu dikorbankan untuk menutupi berbagai kepentingan keluarga ini. keluarga yang terpaksa dia masuki dan tak pernah menganggapnya berharga. Seruni korban tapi dipaksa untuk menjadi tersangka. “Saya tidak akan menggugurkannya, saya minta maaf karena meminta tanggung jawab pada mas Jagat. Seharusnya sejak awal saya memang tak datang kesini.” “Apa yang kamu katakan, kami sama sekali tidak keberatan dengan anak itu, dia darah daging kami dan kami tidak pernah membuang darah daging kami apapun yang terjadi.” Jadi di sini bukan anaknya yang tak diharapkan tapi dirinya. “Sudahlah, Ma. Ini juga salah Jagat karena tidak memperhatikan istrinya,” kata sang ayah mertua lelah. “Seruni sekarang istrimu Jagat, bimbinglah dia untuk menjadi bagian dari keluarga ini.” “Ada baiknya kamu di rumah saja dan menjadi ibu rumah tangga,” kata sang ibu mertua. Seruni terkejut dengan ucapan ibu mertuanya, dia bisa gila hanya terkurung di rumah ini tanpa melakukan apapun, apalagi Jagat tidak pernah peduli padanya. Dia tidak mau menjadi beban siapapun, termasuk suami yang tak pernah menginginkannya. Tidak Seruni tidak akan mau melakukannya. Dia yakin meski bekerja akan bisa mengurus anaknya dengan baik. “Kami akan bicara dulu soal itu, kami permisi dulu,” kata Jagat yang langsung menarik Seruni untuk berdiri dan berjalan ke kamar mereka. “Aku tidak mau berhenti bekerja,” kata Seruni setelah mereka ada di kamar hanya berdua. Seharusnya malam itu dia di rumah saja, menikmati malam minggunya dengan memborong banyak makanan dan lalu memakannya sambil menonton drama kesukaannya, seharusnya dia tidak perlu terbujuk untuk menghadiri pesta itu. Pesta yang membuatnya harus kehilangan harga diri dan kehormatannya dalam semalam dan kini dia juga dipaksa menghilangkan satu-satunya kebanggaannya, bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Bukan Seruni ingin sok menjadi wanita mandiri, jika saja pernikahan mereka atas dasar cinta tentu Seruni akan suka rela melepaskan semuanya, tapi nasibnya saja belum jelas ke depannya. Dia akan jadi pengangguran setelah berpisah dari Jagat nanti, memang dia masih bisa pulang pada ayahnya di kampung, tapi dia segan untuk membebani sang ayah lagi dan lagi. “Ambillah. Tiap bulan gaji yang aku terima akan masuk ke sana dan bulan ini masih utuh,” kata Jagat tenang sambil memberikan sebuah kartu pada Seruni. “Aku tidak akan mengambil sepeserpun, isinya pasti lebih banyak dari pada gajimu selama ini.” “Kenapa aku harus berhenti kerja?” “Astaga, Run. Memangnya kamu mau semua orang merundungmu di kantor.” “Aku tidak takut dengan hal itu, aku tidak salah. Aku tidak merebutmu dari siapapun dan tidak juga menjebakmu, seharusnya kamu mengatakan yang sebenarnya bukan malah menyingkirkanku dan seolah membenarkan asumsi mereka.” Jagat menyugar rambutnya kasar, dia lalu meraih dompet di sakunya lalu mengeluarkan satu kartu lagi. “Ini tabunganku selama ini, kamu bisa pakai sesukamu, asal jangan buat masalah lagi.” Seruni hanya menatap dua kartu itu saja, di atas ranjang tapi sama sekali tak berniat mengambilnya, Jagat yang kesal mengambil kartu itu dan menjejalkan ke tangan Seruni lalu berderap pergi, tapi belum sampai di pintu langkahnya terhenti oleh ucapan Seruni. “Apa kamu begitu mencintai Rira?” Jagat mendelik, lalu menatap kea rah Seruni dengan dingin. “Dia cinta pertamaku.” “Apa dia juga mencintaimu?” tanya Seruni dengan berani. “Tentu saja, kenapa kamu tanyakan itu?” Jagat kini menatap tajam ke arah Seruni. “Lalu kenapa Rira malah mau dijodohkan dengan kakakmu?” entah Jagat yang bodoh atau Rira yang terlalu pandai berpura-pura, sekali lihat saja Seruni tahu kalau Rira memang senang menjadi tunangan Arsen, kakak Jagat. Dan tak berkeinginan untuk sebaliknya. “Rira tidak bisa menentang orang tuanya. Apa lagi?!” Seruni tercekat mendengar nada bicara Jagat yang tiba-tiba naik. Ia lalu menghembuskan nafas dan membuang mukanya. “Baiklah aku mengerti,” kata Seruni tenang, dia lalu mengambil dua kartu itu. “Ini terlalu sedikit, aku ingin yang lain.” Jagat tersenyum sinis. “Cih, dasar wanita licik dan serakah, baiklah apa yang kamu inginkan?” Namun, kalimat selanjutnya membuat Jagat terhenti saat ia hendak mengambil sebuah cek. “Waktu dan perhatianmu seluruhnya untukku.” Suaranya terdengar bergetar gabungan antara keputusasaan dan permohonan yang mengkristal. “Hanya sampai anak ini lahir.” Seruni tak tahu kenapa dia meminta hal itu, dia sama sekali tidak mencintai Jagat, meski dia akui dia kagum dengan laki-laki itu dulu. Dia tak ingin merasa sendiri lagi. Jagat langsung berdecak kesal dengan jawaban Seruni. “Kau tentu sadar hal itu tidak akan terjadi, Seruni.” Laki-laki itu melangkah cepat keluar ruangan tanpa menghiraukan sang istri lagi.“Ini dari tuan, nyonya. Pak Bayu tadi datang untuk memberikan ini tapi nyonya beliau minta maaf karena buru-buru.” Seruni menerima kotak besar yang diberikan padanya oleh simbok. Dia mengamati kotak itu sesaat, tapi tak mampu menebak apa isinya, Jagat bahkan tak bicara apapun tentang hadiah ini, lagi pula ulang tahunnya masih tiga bulan lagi. “Baiklah, terima kasih, Mbok.” Simbok hanya mengangguk sebelum memilih kembali ke dapur. Seruni meletakkan kotak itu di atas ranjang dan perlahan membuka pita cantik yang melingkarinya. “Wow!” Mata Seruni langsung membulat saat melihat sebuah gaun cantik ada di sana bersama sepasang sepatu dan juga tas tangan yang serasi. Seruni mengambil gaun itu dan mencobanya, kainnya yang lembut melekat dengan cantik di tubuhnya. Dia merasa menjadi wanita paling cantik saat menatap pantulannya di cermin.Senyumnya merekah indah. Puas mengagumi dirinya di depan cermin, Seruni melepas pakaian itu lagi dan melipatnya dengan rapi, saat itulah dia menyadar
“Kupikir kesempatanku menjadi ayah baby Day masih terbuka lebar.” Jagat dan Seruni langsung menoleh bersamaan, mereka yang sedang menunggu di ruang tunggu khusus menoleh dan mendapati Rama berjalan dengan tenang menghampiri mereka senyum ramah tak meninggalkan wajah laki-laki itu tapi bagi Jagat senyum itu malah seperti ejekan. “Apa maksud dokter!” Hatinya tiba-tiba terasa sangat panas. Ayah baby Day katanya, untuk apa anaknya mempunyai ayah lain jika dia masih hidup dan sanggup membiayainya. Rama tersenyum tapi matanya menatap Jagat penuh peringatan. “Saya menyukai anak-anak dan bekerja di panti anak yatim piatu milik kakak anda, tapi saya tidak keberatan untuk mempunyai anak asuh anak yang ditelantarkan ayahnya, apalagi baby Day sangat lucu dan cerdas, dia pasti akan punya masa depan cerah,” katanya manis lalu melangkah keluar dari ruangan itu tanpa merasa bersalah. Jagat menatap Seruni dengan pandangan antara kecewa, putus asa dan marah. “Kamu berselingkuh dengannya, itukah al
“Kita bisa menjadi orang tua untuk baby Day tapi tidak harus menjadi suami istri.” Seruni tahu ini keterlaluan apalagi dia mengatakan ini saat suaminya benar-benar butuh dukungannya, tapi dia juga tidak bisa terus menjadi tumbal hanya karena kasihan, dia lebih kasihan pada dirinya sendiri. Jagat menatap Seruni tajam sama sekali tak suka dengan apa yang dikatakan sang istri. “Aku memang bukan suami yang baik aku tahu itu, tapi tidakkah ada keinginanmu sedikit saja untuk bertahan denganku demi anak kita.” Seruni menghela napas panjang, teh manis yang dia buat tadi terlupakan begitu saja, dia tahu ini akan membuat Jagat makin hancur tapi jika tidak sekarang dia yakin tidak akan ada kesempatan lain. “Justru aku melakukan hal ini untuk diriku sendiri dan anak kita, mas pernah berpikir apa yang akan terjadi pada kami jika mas saja masih mengemis kasih sayang dari mama. Apa nanti kalau mama meminta mas menikah lagi dan meninggalkan kami mas akan penuhi.” Jagat seperti orang yang baru s
“Mas,” panggil Seruni pelan saat mereka sampai di rumah, tapi laki-laki itu hanya diam seolah tak mendengar apapun.Seruni menghela napas membiarkan suaminya untuk masuk terlebih dahulu ke kamar mereka, lalu dia berjalan ke dapur menyeduh dua cangkir teh hangat. Jagat memang pernah menyakitinya, sangat menyakitinya tapi dalam keadaan seperti ini dia sangat tidak tega kalau harus membiarkan suaminya sendiri. Lagi pula dia masih sah istri Jagat dan sudah seharusnya dia menenangkan suaminya. “Mas Jagat,” panggil Seruni saat tak mendapati sang suami di kamar mereka, padahal setahunya Jagat belum keluar kamar. “Mas.” Seruni menghela napas lega saat menemukan suaminya berdiri menatap langit malam ini dari balkon, tapi laki-laki itu seolah tak mendengar panggilannya. “Mas,” panggilnya sekali lagi kali ini sambil menyentuh pundak sang suami lembut, tapi ternyata Jagat malah terlonjak kaget untung saja pagar balkon cukup tinggi. “Kamu baik-baik saja? sebaiknya kamu istirahat aku sudah bua
Apa dia terlalu berprasangka buruk pada suaminya? Pertanyaan itu terus menggema dalam kepalanya bahkan saat malam hari mereka tidur berdampingan. Malam itu Seruni tak bisa tidur dia menghabiskan malam dengan menatap wajah tampan suaminya, sambil sesekali menghela napas berat. Dia merasa bersalah tidak mempercayai suaminya, meski di sisi lain keraguan itu sangat nyata. Apa dia salah kalau meragukan orang yang pernah menyakitinya. Dia sama sekali tak percaya Jagat yang bahkan cinta mati pada Rira bisa melupakan wanita itu begitu saja. Kesalahan Rira memang sangat besar, tapi cinta Jagat pada wanita itu pun tak kalah besar. Seruni pernah mendengar meski dalam kasus seperti ini seorang laki-laki memang bisa berpindah hati tapi tentu saja tipenya tetap saja dan bukan tidak mungkin akan mencari wanita yang mirip dengan Rira. Masalahnya Seruni sama sekali tidak mirip Rira dalam hal apapun, bahkan dia tidak sudi hanya dijadikan bayangan masa lalu seperti itu. Baru menjelang subuh, Ser
"Bunga ini untukmu." Seruni melongo menatap suaminya yang baru datang sambil menyodorkan bunga mawar merah yang indah. Dia menatap bunga dan sang suami bergantian, bahkan dia sampai mencubit tangannya sendiri saking tak percayanya. "Mas sedang apa?" Tanyanya. "Memberikan bunga untuk istriku, ayo ambil tanganku pegel ini." Seruni menghela napas dan mengambil bunga mawar dari tangan suaminya, lalu menatap bunga itu tak tahu apa yang harus dia lakukan. "Kamu nggak suka?" Tanya Jagat, saat melihat wajah bingung istrinya bukan wajah bahagia seperti yang dia harapkan. "Bunganya maksud mas? Suka sih terima kasih." "Kok ada kata sihnya." Seruni menatap sang suami dengan seksama. "Karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan bunga ini? Lagi pula mas aneh sekali kenapa tiba-tiba memberi bunga." Jagat mendengus. "Itu ide Bayu." "Lalu?" "Aku hanya ingin kamu tahu aku serius." "Serius apa?" Tanya Seruni tak mengerti. "Aku sudah mengajukan pembatalan pernikahanku dengan Rir