Tas yang dibawa Mitha barusan—milik Keyza—adalah tas yang pernah Mitha inginkan. Mitha pernah melihat tas tersebut di mobil suaminya. Namun, sang suami mengatakan bahwa itu milik atasannya. Melihat Keyza memiliki tas itu, entah kenapa Mitha merasa sangat iri. Padahal bisa saja Keyza memiliki tas itu karena atas jerih payahnya sendiri. “Mbak, boleh nggak aku pakai anting ini?” tanya Keyza yang menunjukkan perhiasan yang tersemat di daun telinganya. Puspa mengamati sebuah anting dengan mata berbentuk bunga berwarna salem. Selain itu anting itu sedikit panjang. “Boleh. Malah kayaknya cocok sama look pertama sama ketiga, deh.” Puspa melemparkan pandangan ke arah gaun yang masih tergantung. “Wah, Mbak Keyza sengaja atau kebetulan pakai anting ini?” tanya Puspa. Keyza tersenyum, “Sengaja, sih, Mbak. Kemarin Mbak Puspa kan kirim foto gaunnya. Aku coba cari perhiasan yang sekiranya cocok sama gaun yang bakal aku pakai hari ini. Syukurlah kalau Mbak Puspa setuju,” terang Keyza .“Wah, Mb
Baru kali ini—sejak beberapa tahun terakhir— Mitha diajak makan malam berdua bersama suaminya. Sungguh, Mitha dibuat terkejut oleh Candra. Karena pasalnya kini mereka sudah berada di sebuah restoran Jepang.“Kamu mau ramen seperti biasa kan?” tanya Candra pada Mitha.“Boleh, kebetulan aku lagi pengin ramen,” jawab Mitha Dalam hati Mita bertanya; apakah suaminya benar-benar masih mengingat menu favoritnya?“Mas, saya pesan dua beef ramen, kuahnya toripaitan. Minumnya Ocha.” Candra kemudian membuka halaman pada buku menu.“Side dish-nya, karaage 1 dan ekado goreng 1,” imbuh Candra. Mitha sedikit terkejut karena Candra benar-benar masih mengingat menu favoritnya.Setelah mencatat pesanan Candra, pramusaji itu pun segera pergi dan membuat kan pesanan mereka.Hening sejenak, seolah tidak ada yang berani lebih dulu untuk berbicara. Sesekali Mitha mengintip untuk melihat Candra. Terlihat suaminya itu sedang sibuk dengan ponselnya.“Maaf, tadi ada chat dari Faisal. Masalah kerjanya,” ucap
“Kamu sudah siapkan perlengkapan dinasmu, kan, Mith? Pastikan kamu pakai lingerie yang aku kasihkan kemarin!” Paramitha Chandani, atau yang akrab disapa Mitha, sedang melakukan panggilan telepon bersama teman kantornya. Terdengar temannya itu mengoceh dengan sedikit menuntut pada Mitha. “Iya. Aku sudah siapkan semuanya,” jawab Mitha, “tapi, Nin.” “Hmm?” sahut wanita di dalam panggilan itu. “Aku malu, apalagi pakai lingerie yang kamu kasih. Rasanya agak sangat terbuka,” papar Mitha dengan nada bicara yang terasa geli. “Eh, mana ada lingerie yang nggak terbuka, Mith! Sudah pakai saja, kamu pasti sexy. Aku sudah bisa membayangkan suamimu bakal langsung on, saat melihatmu pakai lingerie cheongsam itu.” Mitha mendesah. Tadi pagi dia sudah mencoba menggunakan lingerie yang sedang mereka bicarakan. Bulu kuduknya langsung berdiri, saat kain berbahan transparan itu menempel pada tubuh putih nan mulusnya. “Mitha, kamu sudah menikah selama empat tahun. Dan ini adalah hari anniversary k
Mitha harus merasakan kekecewaan. Ketika orang yang ada di hadapannya bukanlah Candra Danendra. Melainkan Cakrawala Bhadrika, adik dari Candra. “Hai, Kak! Sorry aku tidak memberi kabar. Tapi, tadi aku sudah kasih tahu Mas kalau aku mau ke rumah,” ucap Cakra. “Ah!” Mitha mengangguk, walau masih merasa terkejut, “masuk, Cak. Tapi Mas Candra lagi nggak di rumah. Dia sedang ada perjalanan bisnis,” imbuh Mitha. Mendadak hati Mitha terasa disayat sekarang. Kembali mengingat suaminya yang tidak ada di rumah, cukup membuat goresan luka dalam hati Mitha. “Iya, Kak, tadi Mas Candra sudah kasih tahu. Aku cuman menginap sehari. Besok aku ada pekerjaan di daerah Ujung Berung. Cuman aku berangkat dari hari ini, supaya tidak terlalu capek.” Mitha hanya mengangguk, menanggapi cerita adik iparnya. Kemudian dia menuju dapur dan memberikan teh manis hangat untuk adik iparnya. “Kamu sudah makan, Cak?” tanya Mitha. Dengan canggung Cakra tersenyum, “Belum, sih.” “Ya sudah kita makan malam bersama sa
Cakra memijat kepalanya yang terasa sangat sakit. Selain itu, dia juga mencoba mengingat kejadian semalam, yang mengakibatkan dirinya berakhir di atas ranjang milik kakaknya. “Bukannya aku sudah bilang untuk tidur di kamar tamu?” serang Mitha. Kepanikan kini nampak di wajah cantik wanita berumur 28 tahun itu. Kini dia sendiri tidak berani menatap Cakra. “Ah, Kak maaf. Sepertinya semalam aku terlalu mabuk,” aku Cakra dengan perasaan sesal. Kini Cakra ingat, selepas Mitha pamit menuju kamarnya dia menghabiskan hampir separuh minuman beralkohol itu. Kemudian karena rasa pusing menyerang diri, Cakra pun memutuskan untuk pergi menuju kamar tamu. Namun, bukannya dia menuju kamar yang ada di bagian belakang. Cakra malah masuk ke kamar milik kakak iparnya. “Terus apa yang kamu lakukan semalam? Kenapa kita berakhir dengan sama-sama tidak mengenakan pakaian sehelai pun?” cecar Mitha gelisah. Cakra mencoba memindai sekeliling. Dia melihat bajunya berserakan di atas lantai. Tidak hanya itu,
Cakra begitu terganggu saat melihat noda merah yang terdapat di sprei putih. Dia juga mengingat bahwa semalam, dirinya begitu kesusahan untuk memasuki labirin kenikmatan milik sang kakak ipar. Semburat merah kini nampak pada wajah Cakra. Tatkala dia mengingat momen yang terjadi tadi malam bersama dengan sang kakak ipar. Akan tetapi, sedetik kemudian wajah tersipu itu berubah kembali. Kini Cakra menunjukkan wajah penasarannya. “Apa maksud pertanyaanmu? Aku tahu dulu kita memang berteman. Tapi rasanya tidak etis kamu menanyakan hal seprivasi itu padaku, yang empat tahun sudah menjadi kakak iparmu!” elak Mitha. “Aku tahu, tapi aku butuh kejelasan. Jika iya, sungguh tega sekali kakakku tidak memberikan nafkah batin untuk istrinya. Padahal sudah empat tahun menikah!” Ada nada kesal yang terdengar dari setiap kalimat yang diucapkan Cakra. “Tapi bukannya lebih tega kamu, ya, Cak? Adik mana yang berlaku kurang ajar pada istri kakak kandungnya sendiri!” serang Mitha, yang bersikukuh tidak
Tatapan kosong Mitha mengundang teman di sampingnya penasaran. “Mith,” panggil Anin sambil menyikut tangannya. Mitha langsung menoleh dengan wajah yang nampak sangat linglung. “Kamu kenapa? Semalam lancar, kan?” tanya Anin sambil menggoda.“Oh.” Mitha langsung terkesiap, lalu tersenyum canggung. Pikirannya sekarang sedang berkecamuk dengan tragedi semalam. “Kenapa ‘oh’ doang?” Anin nampak kecewa dengan jawaban temannya.Mitha kembali fokus dengan layar komputernya. Hari ini dia harus mengedit foto produk sebanyak 12 slot; 1 slot berisi 10 foto.“Kamu kepo banget, sih sama urusan ranjang orang, Anin,” sindir Mitha tapi sambil tersenyum kecil. Dia tidak ingin menampakkan rasa kesedihannya. Anin segera menggeser kursinya, mendekat ke arah Mitha. “Bukan begitu. Aku pengin tahu aja, kalau seragam dinasmu itu berhasil bikin suamimu kelepek-kelepek,” bisik Anin dengan suara pelan. Mitha kembali tersenyum. Mitha sudah sangat handal jika menampilkan senyuman palsu. Kemudian dia menggeser
Semalam Candra benar-benar tidak pulang. Padahal Mitha menunggu kedatangan suaminya semalaman. Bahkan dia sampai harus tertidur di ruang tamu.Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kini akhirnya Candra pulang ke rumah dengan masih memakai pakaian yang sama seperti semalam. “Sudah pulang, Mas?” sapa Mitha. Dia berusaha untuk bersikap normal. Mitha tidak ingin mengungkit kembali kejadian semalam. Sudah cukup sakit rasanya dia berdebat dengan suaminya. Sebenernya pertengkaran rumah tangga ini sudah berlangsung hampir satu tahun. Mereka sering kali meributkan hal yang sepele. “Iya.” Candra menjawab dengan sangat singkat. “Sudah sarapan? Aku sudah buatkan tumis cumi kemangi kesukaannya Mas.”“Nanti, aku mandi dulu,” jawabnya. Kemudian dia segera masuk ke kamar. Mitha tersenyum simpul. Kemudian dia kembali dengan pekerjaan rumahnya. Tidak lama Candra keluar dari kamar mandi. Kemudian segera menuju ruang makan. Mitha yang melihat suaminya sudah bersiap untuk makan, langsung sigap m