Share

bab 4

Author: Pena Emas
last update Last Updated: 2024-10-01 01:00:16

Di dalam hatinya, padahal Mira sedang mengkal dan sama sekali tak ingin di ganggu.

Namun, dengan kehadiran Nyonya Salma yang terhormat ini, bagaimana pula ia bisa menolak?

"Panggil aku Ibu, Nak! sekarang aku adalah Ibumu!"

sebenarnya, Nyonya Salma sungguh berniat baik dengan mendatangi kamar Mira. Hanya saja, Mira yang memang sedang tak bisa berfikir dengan lebih baik, justru membenakkan kata-kata yang buruk di hatinya, yaahh, walau pada permukaan ia masih bisa menampilkan 'sedikit' senyuman.

Mira, "Bagaimana Mira bisa, Nyonya?"

Nyonya Salma tersenyum, ia bukannya tidak tahu kalau Mira sedang ingin sendiri. Namun jika anak itu tak segera mampu beradaptasi dengan keluarganya, bagaimana pula ia akan menjalankan kehidupan pernikahannya? "Pasti bisa! karena mulai sekarang, aku adalah Ibumu dimana pun berada."

Mira terdiam, menenggelamkan kepalanya di antara lutut yang ia lipat.

Bila saja ia mendengar kata-kata itu dalam keadaan yang berbeda, boleh jadi ia akan sangat menghargainya dan merasa terharu dengan ketulusannya.

Tapi lihatlah apa yang Mira lakukan sekarang! ia justru menunduk dalam-dalam seolah kedatangan Nyonya Salma mengganggu saja. Ia bahkan dengan begitu kentara, menghela nafasnya.

Sungguh! Mira tak memiliki maksud lain, ia juga tak ingin menyakiti hati selembut sutra Nyonya Salma.

Hanya saja, ketika mendengar kata-kata tulus dari mulut Nyonya Salma, Mira tak lagi bisa membendung air matanya, dan ia tak mau Nyonya Salma mengetahui hal itu.

maka dari itu, Satu-satunya yang bisa Mira lakukan hanyalah terus menenggelamkan kepalanya dan tak berniat menjawab perkataan dari Nyonya Salma. Karena selama ia bisa menutup mulut, maka Nyonya Salma tak akan menyadari tangisannya.

Nyonya Salma, "Baiklah kalau tidak mau makan sekarang, Ibu akan menyuruh mereka untuk makan terlebih dahulu, dan menyuruh pelayan untuk membawakan makanan untukmu."

Mira masih tetap diam. Membiarkan Nyonya Salma mengecup puncak kepalanya dan kembali berkata, "namun ingatlah, Nak! di rumah kami, tak akan ada yang menyentuh makanan ketika meja makan belum lengkap! Jadi, Ibu harap kau jangan biarkan kesedihanmu bertahan begitu lama, dan membuat semua orang ikut bersedih."

Dengan itu, Mira akhirnya mendengar langkah kaki Nyonya Salma yang menjauhinya, kemudian pintu terbuka dan tertutup kembali.

Bagi Mira, bagaimana ia bisa menunjukkan diri di depan suami yang bahkan sama sekali tak mengharapkan kehadirannya?

Waktu itu, saat Mira akhirnya menyetujui pernikahan ini, dalam otaknya ia membenak, 'jika memang aku hanya akan di jadikan mesin reproduksi bagi suamiku kelak, maka tak apa, aku akan terima. Karena setidaknya, aku yang miskin ini masih ada gunanya di rumah besar yang terhormat itu'.

Tapi lihatlah! Bahkan semalam suaminya sendiri yang bilang, bahwa dia tak akan menyentuhnya bila ia yang tak datang sendiri! Dan itu semua, dia lakukan untuk istri tercintanya! Dia bahkan tega sekali berkata tak akan pernah mengisi hatinya untuk yang lain lagi!

Lalu bagaimana pula Mira akan mendatanginya? Ia akan datang seperti wanita penggoda dan menawarkan rahim untuk benih dari orang yang sama sekali tak menginginkannya? Bukankah itu terlalu bodoh untuk di lakukan?

***

Nyonya Salma kembali ke meja makan. Wajahnya terlihat sedih, dan ia langsung mendekati Alka di samping Amina.

"Mira tak mau makan bersama, kau datanglah ke kamarnya, dan bujuk ia!"

Mendengar itu, Alka justru mengedikkan bahunya acuh, "dia sudah besar, Bu. sepertinya terlalu berlebihan bila harus memaksanya untuk hanya sekedar makan."

Nyonya Salma, "tapi dia istrimu, kau harus lebih memperhatikannya. Bagaimana jika ia tumbuh begitu kurus setelah baru saja memasuki keluarga kita?"

Alka, "Tentang ia akan menjadi kurus atau tidak, itu bukan lagi urusan kita, bukankah sudah terhitung lebih dari tiga kali pelayan kita mengingatkan untuk bersegera makan?"

Di tempat duduknya, Amina menundukkan kepalanya dalam, sama sekali tak berani ikut dalam pembicaraan.

Tuan Maheer berdeham kecil, "saat kau menawarinya makan tadi, apa yang dia katakan?"

Nyonya Salma, "dia hanya bilang belum lapar,"

Alka, "kalau begitu, bukankah memang boleh jadi dia tidak mau makan hanya karena belum lapar? lalu apa yang perlu kita pusingkan?"

Nyonya Salma memandang putra satu-satunya itu dengan heran, "apakah kau lupa tentang kebiasaan keluarga kita?"

Alka membuang nafasnya.

Sedari kecil, ia telah di ajarkan untuk selalu menunggu yang lain di tempat makan. lalu, setelah ia telah melakukan tradisi itu hingga lebih dari dua puluh tahun, bagaimana pula ia akan lupa dalam sekejap?

Alka, "aku tidak pernah lupa, Bu" ia menggerakkan tangannya untuk meraih centong nasi dan mulai mengambil nasi juga lauk yang ada ke atas piring, "tapi aku tak bisa membiarkan perutku kosong lebih lama hanya karena keegoisan orang baru."

Setelahnya, Alka meletakkan piring itu ke depan Amina, "makanlah, jangan biarkan dirimu lemas karena lapar."

Melihat itu, Nyonya Salma mengkal sekali, "kau bahkan belum mencoba membujuknya, dan dengan mudah kau mengatakan bahwa dia egois? Dengar Nak! tak Pernah ada wanita egois yang rela menjadi istri dari pria yang telah menikah dengan lapang dada, sedang ia tahu boleh jadi tujuan dari pernikahan ini semata-mata karena istri pertama dari pria itu mandul!"

Mendengar itu, hati Amina tersentak dalam hingga merasa tak habis fikir.

Dulu, bahkan setidaknya hingga kemarin, tak pernah ada satupun di keluarga ini yang dengan tega mengungkit dirinya yang mandul.

Dan sekarang, ketika seorang menantu baru datang, entah mengapa kata-kata itu yang hanya di ucapkan sekali oleh Nyonya Salma seolah terdengar ribuan kali di telinga Amina.

Namun ia tetap menundukkan kepalanya dalam, menyadari bahwa itu memanglah keadaannya!

Tuan Maheer berdiri, menyadari bahwa menantu pertamanya tersinggung dengan ucapan istrinya, "duduklah dulu, Bu! Ayah rasa apa yang di ucapkan Alka ada benarnya juga, kita tak bisa menyiksa perut semua orang sekarang."

Di tempat duduknya, Diam-diam Alka meraih jemari Amina di bawah meja. Ia tadi sudah akan memprotes ucapan Ibunya kalau Ayahnya tak segera berdiri dan menghentikan niatnya itu.

Nyonya Salma, "tapi Yah, Ibu hanya tidak mau kalau di kemudian hari...."

Tuan Maheer, "Bu..." Ia memberi tanda bahwa apa yang ia ucapkan telah menyakiti menantu pertama mereka dengan kedipan mata, dan hal itu langsung di sadari oleh Nyonya Salma.

Nyonya Salma, "astaga Amina, maaf... Ibu... e- Ibu tidak bermaksud untuk..."

Amina segera memotong ucapan Nyonya Salma, ia tahu Nyonya Salma tak sengaja mengucapkan hal itu di depannya, "tak apa, Bu. Menurut Amina Mas Alka dan Ayah ada benarnya juga, kita harus makan sekarang, dan setelah itu, biar Amina yang membujuk Mira untuk makan. Karena bagaimana pun, di antara semua orang disini, Aminalah orang terdekat bagi Mira."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 24

    Renjana berhenti, menatap kebelakang, tanpa senyum menggoda seperti biasa, hanya senyum sopan sebagai seorang pria. "Kalau kau ingin memarahiku, silahkan saja. Bagaimana pun aku juga ada salah, telah menggoda istri orang."Mira menahan senyumnya, ternyata pria ini memiliki sedikit rasa empati juga! Ia mengulurkan tangan ke arah Renjana, "saat pertama kali aku melihatmu, aku memang sangat marah. Bahkan, baru saja aku juga merasa begitu. Hanya saja, setelah aku pikir-pikir, dari seluruh orang yang berada di dalam kapal raksasa ini sekarang, hanya kau orang yang ku kenal. Jadi, mungkin kita bisa berteman?"Renjana menatap uluran tangan Mira sebentar, mengedikkan bahu, membalas uluran tangannya, "aku tidak biasa berteman dengan seorang wanita sebagaimana mestinya, kau tentu tahu itu. Tapi bagi seorang wanita terhormat seperti mu, hatiku meminta pengecualian."Sebenarnya Mira lumayan faham dengan apa yang Renjana katakan. Hanya saja, karena takut salah menebak, Mira perlu memastikannya, "

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 23

    "Kenapa? Kau sakit jantung?"Renjana menggeleng sedih, "bukan jantung, tapi hati."Setelah di dorong oleh Renjana tadi, jarak antara Mira dan pintu menjadi agak jauh. Dan sekarang Mira kembali berjalan mendekati pintu dan membukanya, "aku bukan dokter! Kalau kau sakit cepat pergi ke ruang kesehatan, kalau kau tak tahu jalannya, kau lurus saja dari sini, nanti naik ke lantai dua, di sana ada ruang kesehatan paling luas di kapal!"Wajah Renjana jadi muram, "aku tak mau ke dokter!""Kenapa? Kau bukan orang miskin yang kekurangan uang! Lagi pun, bagi pelanggan VIP, fasilitas kesehatan itu bisa kau ambil secara gratis!"Renjana terlihat tak ingin menjawab perkataan Mira. Ia malah berjalan santai ke arah kasur gadis itu. Mira yang tak menduga apa yang akan Renjana lakukan sebelumnya merasa kaget, "apa yang kau lakukan? Pergi dari sana!"Dengan santai Renjana melepas sepatunya dan berbaring di ranjang Mira, "kau sama sekali tak tahu masalah hati antara pria dan wanita ya?"Merasa khawatir,

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 22

    Drrrt drrt drrtt! Sedari tadi ia berjalan menuju kamarnya, Renjana terus merasa kan ponselnya bergetar asa yang menelpon. Namun memang sengaja tak ia angkat kala mengetahui siapa sumber dari suara itu. Sekarang ketika ia berbaring dengan lelah di atas kasurnya, ponsel itu tak henti mengeluarkan getaran menyebalkan! Dan ketika Renjana hendak menonaktifkan ponselnya, sebuah pesan dengan huruf besar-besar muncul, "ANGKAT TELPONNYA BODOH!!!" Renjana tak ingin menghiraukannya. Namun tangannya gatal untuk menekan ikon hijau dan mendengar apa yang akan orang itu katakan, {"AKU MENYURUHMU KE KOTA RINTIS DAN MENGAMBIL ALIH TANAH KELUARGA MAHEER, BUKAN MALAH NGELAYAP DENGAN KAPAL ITU!!!"} Suara teriakan itu, membuat Renjana langsung menjauhkan ponselnya dari telinga, ia menjawab dengan tenang, "kau hampir membuatku tuli!" Si penelepon, Tuan Daksa, yang apalah daya adalah ayahnya sendiri di sebrang sana tengah uring-uringan. Ia tadi mendapat kabar dari asisten nya bahwa Renjana mengung

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 21

    "Tapi itu fitnah!" Renjana sudah akan memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya. Tiba-tiba ia seolah dapat ide besar, "kalau begitu, bagaimana kalau kita jadikan itu tidak fitnah?" Mira memikirkan dengan baik apa yang di maksud dengan ucapan Renjana. Dan ketika ia menyadari nya, ia hampir berteriak karena kesal! Untung saja, pikiran normalnya mampu menganalisis keadaan sehingga tam melakukan hal bodoh itu. Dan sebagai gantinya, Mira menatap Renjana penuh remeh, "jadi, begitu caramu merayu semua wanita?" Dengan ringan Renjana menjawab, "tidak juga, kebanyakan mereka yang menggodaku. Boleh di bilang, aku baru melakukan ini untukmu saja!" Mira mendengus dengan mulut penuh, sama sekali tak percaya yang Renjana katakan, "omong kosong!" "Kata siapa omong kosong?" "Kataku, tentu saja!" Renjana menaikkan sebelah alisnya, "kau tak lihat apa yang barusan Maria lakukan padaku?" "Namanya Ling Ling!" "Ya itu dia, Ling Ling!" "Tidak!" Dengan segera Renjana meletakkan alat

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 20

    Habis sudah seluruh kata-kata dalam benak Mira. Bagaimana bisa ada orang yang begitu mudah berkata ingin menjadi pacarnya! Renjana, "pertama-tama, aku ingin tahu siapa namamu dulu?"Lihatlah! Ia bahkan tak tahu siapa namanya! Renjana kembali meneruskan kata-kata nya, "jadi, mari kita lupakan masalah kemarin dan berkenalan dengan lebih baik. Namaku Renjana..." Ia mengulurkan tangannya ke arah Mira. Mira, "...."Entah mengapa pria itu selalu bisa membuat mulutnya terbungkam! Renjana, "ayolah, kita berdua sama-sama telah dewasa, lupakan masalah kemarin, bukankah kita berdua sama-sama salah? Kau salah memasuki kabinku, dan aku salah mengenalimu sebagai gadis penghibur."Mira telah membuka mulutnya hendak protes, namun sebuah suara yang sangat merdu menginterupsi nya, "kak Renjana, kau ada di sini juga?"Seorang gadis berwajah oriental yang khas, berkulit putih dengan mata sipit dan tubuh ramping, datang dan langsung mendudukkan dirinya di pangkuan Renjana. Renjana sama sekali tak me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 19

    Malam harinya, Mira kembali membersihkan diri dan keluar untuk makan. Sejak pagi tadi, karena merasa terlalu kesal, Mira bahkan sampai tam merasakan lapar sama sekali. Namun sekarang justru perutnya terasa keroncongan. Di kapal itu sebenarnya menyediakan layanan antar makanan hingga ke kamar. Tapi karena Mira sudah merasa sumpek di kamar seharian, ia memilih keluar sekalian jalan-jalan. Untung saja ketika kemarin ia memutari hampir setengah isi kapal demi mencari kamarnya, ia sempat melihat restauran besar di bagian tengah. Jadi, ketika sekarang akan keluar, Mira tak perlu khawatir tersesat. Mira mengedarkan pandangannya, tempat makan itu begitu luas, mewah, dan sangat bersih. Banyak sekali orang dari kalangan elit tengah makan di jam ini. Meskipun begitu, masih terlihat beberapa meja kosong di bagian ia berdiri. Mira tersenyum, "bahkan sebuah kapal bisa memiliki restauran seluas pasar!""Tentu saja, Nona. Kapal ini sangat besar, dengan sembilan ratus tiga puluh kamar, bisa me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status