Share

Hampir Mati

Penulis: Valend
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-28 18:09:45

Sudah dua hari Aluna hanya berdiam di kamar hotel, bahkan ia tidak mengijinkan petugas kebersihan hotel untuk membereskan kamarnya. Ia juga tidak makan apa pun, Aluna pun mematikan ponselnya. Gadis itu tidak ingin ada orang yang menanyakan kabarnya.

Ia baru menyadari, tidak ada petugas hotel yang menanyakan tentang kapan dia akan cek out. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Aluna langsung bergegas keluar kamar hotel. Gadis itu menyempatkan diri bertanya ke petugas hotel yang sedang berjaga di meja resepsionis untuk menanyakan siapa yang memesan kamar yang ia tempati dua hari ini.

“Selamat pagi, Bu, ada yang bisa saya bantu?” sapa seorang perempuan dengan tatanan rambut yang sangat rapi, sama seperti wanita paruh baya yang waktu itu mengantarkan buket bunga di depan kamar. Senyumnya pun memaksa Aluna ikut tersenyum dari balik cadar hitam yang ia kenakan.

“Saya Aluna yang menempati kamar 503 di lantai dua. Boleh saya tau siapa yang memesan kamar itu?” tanya Aluna kepada petugas cantik yang ada di depannya. Gadis itu berbicara dengan nada yang ramah, seperti tidak terjadi apa pun dengannya.

Aluna mengawasi desain interior hotel yang sangat mewah, pantas saja hotel itu memiliki bintang lima. Ini bukan pertama kali Aluna datang ke tempat itu. Setiap kali perusahaannya meeting besar dengan perusahaan luar negeri, pasti menggunakan layanan dari tempat itu.

“Baik, sebentar saya periksa!” Petugas hotel mulai mengetik untuk mencari informasi di layar komputer miliknya. “Aluna Aisyah, pemesanan via aplikasi online. Booking selama tiga hari.” Petugas itu menatap Aluna dengan tatapan sedikit aneh. “Ibu Aluna juga termasuk tamu prioritas, ya, di tempat ini.” Petugas itu kembali tersenyum manis kepada Aluna.

Mata Aluna membulat, ia merasa sangat keget dengan apa yang ia dengar. Apa benar ia memesan kamar itu sendiri? Apa dia lupa, atau ada orang yang merekayasa semau ini, agar semua menjadi sangat rumit dan sulit untuk dimengerti. “Hah, Ibu yakin?” Aluna mempertanyakan keterangan petugas tersebut. Gadis cantik itu tidak percaya dengan semua informasi yang ia dengar.

“Ibu sendiri yang memesan kamar, sekalian dengan beberapa kamar, dan ruang meeting dua hari yang lalu.” Petugas hotel itu menambahkan. Dari cara bicaranya, petugas hotel itu sangat yakin jika informasi yang sedang ia baca adalah benar.

Aluna yang masih bingung pun akhirnya dengan pasrah menyelesaikan proses cek out. Gadis itu berjalan keluar hotel dengan langkah yang cukup lemas karena tidak makan selama hampir dua hari, bahkan gadis itu tidak menyentuh coklat di dalam buket bunga sama sekali. Ia lebih baik kelaparan daripada makan pemberian laki-laki jahanam itu. Ia hanya membawa selembar surat yang tersemat di dalam buket itu sebagai barang bukti suatu hari nanti. Aluna sudah sangat yakin, ia pasti bisa menuntut balas kepada laki-laki yang sudah menghancurkan kehormatannya.

Aluna merogoh tasnya, ia mengambil ponselnya yang ternyata sudah mati, ia sudah mencoba menyalakannya berulang kali, tapi gagal. Gadis itu memang tidak membawa charger ataupun power bank. Aluna menghela napas panjang dan meletakan kembali ponselnya ke dalam tas. Padahal ia berniat memesan taksi online untuk mengantarnya pulang ke rumah. Sialnya, ia pun lupa tidak membawa dompet. Andai saja kemarin ia menuruti calon suaminya, Hamzah, hal seperti ini akan akan terjadi.

Aluna berjalan keluar area hotel yang bukan jalur angkutan umum. Halte busway cukup jauh dari tempat itu. Ia harus berjalan sampai ke pelataran Monas. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain. Pagi itu dia akan kembali ke kantor, untuk meminjam uang kepada satpam yang selalu berjaga meski hari libur, untuk pulang.

Matahari pagi itu cukup terik. Aluna terus berjalan kaki dengan pelan, ia menahan rasa sakit setiap kali kakinya melangkah. Air matanya kembali mengalir, Aluna merasa sangat takut, gadis itu tidak atau apa yang harus ia katakan kepada keluarganya dan Hamzah. Sedangkan pernikahannya kurang lima hari lagi. Ia takut apa yang akan dia katakan saat malam pertama kepada Hamzah. Apakah calon suaminya itu akan percaya? Apa jika dia mengatakan kepadanya sekarang, apakah Hamzah akan menerimanya? Bagaimana jika tidak? Ia takut keluarganya akan malu jika acara pernikahan mereka dibatalkan sepihak oleh keluarga Hamzah karena keadaan dirinya saat ini. Keluarga Hamzah adalah keluarga yang terpandang serta sangat menjunjung tinggi norma agama. Kesucian adalah hal yang sangat dijunjung tinggi dalam keluarga mereka

Aluna berjalan dengan pikiran yang terus saja berputar ke sana kemari. Suara klakson membuat gadis itu kaget, ternyata ia sudah berjalan ke tengah jalan raya. Untung saja saat itu jalanan sangat sepi.

Aluna yang kaget pun jatuh tersungkur di jalan raya dengan tubuh gemetaran. Untung saja pengemudi mobil itu mengerem tepat waktu. Andai saja tidak, mungkin dia sudah mati tergilas. Atau mungkin justru itu yang ia harapkan saat itu?

“Apa kamu baik-baik saja?” tanya seorang laki-laki tampan berwajah oriental yang baru menutup pintu mobil dan berlari ke arahnya. “Mari saya bantu berdiri!” ucap laki-laki itu ragu-ragu. Aluna mengangkat tangannya memberikan isyarat bahwa dia bisa melakukannya sendiri. Walau dia sudah merasa sangat kotor, tapi ia tidak mau ada laki-laki ajnabi yang menyentuhnya.

“Apa kamu perlu ke rumah sakit?” tanya laki-laki itu lagi. Kali ini pria tampan itu jongkok di samping Aluna yang sedang berusaha bangkit dari aspal jalan raya yang terasa hangat.

“Tidak perlu. Saya hanya lemas dan sedikit lapar.” Aluna berbicara dengan sangat malu. Sebelumnya ia tidak pernah mengeluh kepada siapa pun, dia adalah perempuan yang kuat dan cerdas, bahkan sebagian rekan kerjanya mengatakan ia adalah perempuan yang sedikit sombong dan sok.

“Tunggu sebentar, biar suster yang membantu kamu masuk ke dalam. Setelah kebaktian, saya antar kamu pulang ke rumah.” Senyum manis melebar di wajah laki-laki berwajah oriental itu sambil meletakan ponsel di telinga sebelah kanannya.

“Astagfirullah,” bisik Aluna kepada dirinya sendiri. Gadis itu kembali menundukkan pandangannya. Aluna duduk di trotoar, dua orang suster keluar dari Gereja Katedral mendekati mereka berdua.

Aluna merasa sangat kaget dan bingung. Apa yang akan dilakukan oleh perempuan berpakaian suster dengan kalung salip yang menggantung di leher mereka. Seumur hidupnya, ia belum pernah sama sekali berkomunikasi dengan pemuka agama lain. Jantungnya berdetak lebih cepat saat dua wanita berkalung salip itu melihat ke arahnya.

“Ya Allah, apa yang akan terjadi padaku? Apakah semua ini karena aku meninggalkan salat selama dua hari? Aku hanya kecewa dengan hidupku ya Allah!” tanya Aluna dalam hati sambil memejamkan matanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ahmad Rivaldi
waduh makin kacauuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Pendarahan

    Aluna mencoba menghalangi kopernya agar tidak terlihat oleh Hamzah. Wanita itu menyibukkan diri memainkan ponselnya, mengecek pesan yang mungkin terlewat saat dia salat Subuh tadi. "Lun, aku akan segera ke sana jam enam, tunggu di situ, jangan kemana-mana, aku sudah menyiapkan tempat tinggal sementara!" Aluna membaca pesan dari Umar. Laki-laki itu memang selalu tampil menjadi malaikat penyelemat dalam hidup Aluna. Aluna melihat ke arah langit yang sudah mulai menguning, dan tersenyum dalam tangisnya. Aluna mengabaikan Hamzah yang pergi meninggalkan masjid dengan menaiki mobil pribadinya, di belakang mobil laki-laki itu, ada sebuah mobil pengawal pribadinya yang memang hampir setiap hari mengikutinya kemana pun ia pergi, kecuali memang Hamzah menolak. Aluna duduk di tangga yang untuk naik ke teras masjid, perempuan itu melihat ke arah mobil yang bagus saja datang. Dari bentuk dan warna mobilnya saja, Aluna sudah paham sapa yang datang. Aluna langsung bangkit dari tempatnya duduk dan

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Subuh Buta

    Aluna yang enggan berbicara lagi tentang urusan perasaan pun lahirnya memilih untuk kembali ke kamar Matilda dan Sonya untuk beristirahat. Setelah sampai di kamar, Aluna mendapati Matilda yang sedang beribadah. Saat itu, Aluna pun sontak merasa tertohok, seharusnya, dalam masa sulit seperti ini ia mencari Tuhan, bukan mencari orang lain untuk berlindung. "Ya Allah, maafkan atas segala kebodohanku, aku sudah terlalu banyak menyakiti diriku sendiri!" ucap Aluna pelan kepada Tuhannya. "Hi Lun, tidur lah, aku sudah menyiapkan tempat tidur untukmu. Aku tidur bersama Sonya." Matilda menyapa Aluna yang masih melamun di depan pintu sambil berdiri. "Eh, iya, Da. Maaf aku merepotkanmu!" ucap Aluna yang masih dalam kekacauan pikiran. Kali ini ia merasa sedikit gugup, ia merasa kedatangannya ketempat ini, justru menambah masalah baru, setelah dia tau jika Brian ternyata jatuh hati kepadanya. "Jangan sungkan, sudah sewajarnya kita saling menolong satu sama lain. Kita sama-sama diciptakan oleh

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Brian Menyukai Aluna

    Aluna menyeret kopernya, berjalan tanpa tau arah mana yang akan dia tuju. Wanita bercadar itu merasa malam itu langit kembali runtuh, gelap, tidak ada cahaya sama sekali. Ia bahkan nyaris hampir tidak bisa bernapas. "Ya Allah, kuatkan aku!" ucapnya lirih. Air matanya kembali mengalir ketika mengingat betapa banyak kenangan yang ia lalui bersama suaminya. Ia bahkan ingat sekali, betapa bahagianya rencana masa depan mereka berdua. Bahkan dulu Hamzah selalu memohon kepadanya untuk tetap tinggal dan tidak boleh pergi. Namun saat ini, justru Hamzah lah yang mengusirnya. Aluna sejenak berhenti dan jongkok di pinggir jalan, sekedar berteriak tanpa suara, mencoba meluapkan emosinya yang sedari tadi ia coba tahan. Wanita itu sejenak menatap langit malam yang kelabu tanpa bintang. Ia berpikir, akan kemana dia kali ini. Aluna membuka ponselnya, hanya ada pesan dari Umar. Ia membuka pesan laki-laki itu. Banyak hal yang ia tanyakan kepada Aluna, terutama keadaannya dan di mana dia saat ini. Nam

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Harus Pergi ke Mana

    "Lun, orang tuamu sudah datang!" panggil ibu mertuanya. Wanita itu hanya membuka sedikit pintu kamar Hamzah, ia bahkan tidak berani masuk ke dalam kamar anak tirinya itu. "Iya, Ummi!" ucap Aluna sambil berjalan keluar, kali ini dia sudah memiliki sedikit tenaga tambahan setelah menghabiskan roti maryam dan kari pemberian Sofiyah."Ukh, maaf aku tidak bisa menemanimu, aku takut!" Sofiyah memeluk Kaka iparnya. Ia memilih kembali ke kamarnya sendiri dan mengurung diri. Gadis itu tidak berani, ia takut jika akan ada pertengkaran di antara mereka. "Doakan yang terbaik untuk Ukhti, ya!" "Pasti, Ukh, apa pun yang terjadi, aku akan terus menyayangimu. Inni Ukhi buki fillah, sungguh aku mencintaimu karena Allah." Tangan Sofiyah sedikit gemetar dan dingin, ia merasa sangat takut jika akan ada sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi kepada Aluna. "Doakan aku akan baik-baik saja!" Aluna berjalan keluar kamar, ia sebenarnya merasa takut, lututnya terasa lemas dan kakinya gemetaran. Ia berjalan

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Sedikit Bercerita Kepada Sofiyah

    Umar mengangkat telpon dari pamannya. Musa mengatakan bahwa sudah menghubungi HRD perihal keadaan Aluna saat ini. Umar sebenarnya sangat menyayangkan kenapa Musa harus bercerita kepada HRD tentang semua yang terjadi, padahal tanpa memberi tahu alasan yang sebenarnya pun, Aluna tidak masalah tidak masuk kerja hari itu. "Bagaiman Umar?" tanya Mira lagi. Wanita itu tau betul bagaiman sifat ayah mertua Aluna. pasalnya gadis itu sudah pernah bersangkutan langsung dengan orang itu saat ia mendekati Hamzah saat SMA dulu. "Kacau!" ucap Umar sambil memukul mejanya. "Kacau kanapa, coba bicarain pelan-pelan!" pinta Mira kepada Umar. "Musa malah cerita semau aib Aluna ke HRD, aku khawatir kalau cerita itu bakal jadi konsumsi publik di kantor ini." Umar tampak sangat gusar. "Astaga, kenapa itu orang nggak mikir dulu sebelum ngomong." Mira pun merasa sangat kesal kepada Ayah Hamzah. "Gini aja deh, lebih baik kamu kabarin Aluna dulu aja!" pinta Mira kepada Hamzah, ia berpikir bahwa ketidak hadir

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Sudah Enggan

    Aluna menelpon orang taunya, dan memintanya untuk segera datang saat itu juga. Sayangnya orang tua Aluna sedang dalam perjalanan dari luar kota. Mereka akan segera datang setelah sampai di Jakarta. "Bi, orang tuaku belum bisa datang sekarang, paling nanti kalau sudah sampai jakarta, mereka akan segera ke sini," ucap Aluna dengan nada gemetar. "Selama orang tuaku belum datang, kamu tidak boleh keluar kamar sama sekali! Nanti Sofiyah akan mengantarkan semau urusanmu!" ucap Abu Hamzah kepada menantunya. "Tapi, Luna harus bekerja, Abi!" "Tidak, aku akan telpon Umar, hari ini kamu tidak boleh melangkahkan kakimu keluar dari rumah ini. Aku akan memgembalikanmu kepada orang tuamu. Aku tidak Sudi memiliki menantu rendahan sepertimu." Aluna membuka matanya lebar, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Pasalnya selama ini ayahnya Hamzah selalu bersikap lemah lembut dan sangat menyayanginya. Saat ini, Aluna baru menyadari, ternyata perubahan drastis Hamzah, sama persis sepert

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status