Elma menggunakan waktu yang dia minta untuk sekadar meracau dan mengeluarkan semua kekesalannya hingga lelah. Setelah itu, dia keluar tepat di menit kelima, dan mulai melangkah beriringan dengan Arash untuk keluar dari kantornya. Tidak lupa Elma juga memberikan Mya yang rupanya masih berada di mejanya dengan pandangan yang menusuk karena wanita itu malah kabur padahal dia bisa mengusir Arash saat itu dengan alasan apapun.
Mya menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Elma jelas tahu bahwa semua rangkaian peristiwa ini adalah sebuah konpsirasi antara dia dengan ayahnya. Terlebih tadi pagi saja, Mya sudah memperingatkan Elma tentang pernikahan, jelas sekratarisnya itu sudah dapat perintah khusus dari sang ayah dan Mya sudah memberikan dia bocoran.
Elma memberikan Mya jari tengah, sementara Mya malah melambai mengantar kepergiannya dengan sumringah. Memang dasar sahabat bangsat.
“Mukamu masam sekali, sebegitu tidak sukanya kau bersamaku?”
Pertanyaan itu keluar dari mulut Arash setelah mereka berdua duduk bersama di mobil sang pria. Ini semua karena ayahnya sudah mengantisipasi Elma untuk tidak membawa mobil sendiri. Alhasil Elma terjebak berada di dalam situasi ini bersama Arash.
“Aku hanya tidak suka dengan fakta bahwa kemungkinan besar tujuan dari meeting ini hanyalah untuk membahas perjodohan,” timpal Elma.
Kalau boleh jujur sebenarnya Arash adalah pria yang masuk kategori green flag. Tetapi Elma belum siap untuk menikah dan mengabdikan hidupnya kepada satu pria saja, apalagi pria yang bukan tipe-nya. Ini memang bukan salah Arash, tetapi Elma sebal karena laki-laki itu terlihat menurut saja padahal dia bisa saja memilih perempuan manapun yang dia suka tanpa harus melibatkan Elma yang sudah merasa cukup dengan kehiduapn yang dia miliki sekarang ini.
“Aku sebenarnya tidak keberatan kalau memang itu yang akan dibahas, lagipula aku sudah sangat bosan dengan ayahku yang terus menerus membahas status lajangku dan mendesakku untuk segera menikah. Apalagi ketika Thomy sudah bertunangan duluan lebih dari aku,” jelas Arash dan tampaknya dia sangat jujur soal itu.
“Apa maksudmu kau tidak keberatan? Hei, kau ini pria yang baik, Arash. Justru masalahnya dari sekian banyaknya wanita elite disekitarmu, kenapa harus denganku?”
“Untuk yang satu itu kau bisa tanyakan langsung pada orangtua kita. Yang jelas aku pernah dengar kalau Pak Ethan secara terang-terangan pernah bilang padaku bahwa dia sangat khawatir dengan gaya hidupmu. Dia bilang kau menjadi terlalu liar dan butuh sosok suami yang bisa mengendalikanmu dari sifat tidak terkendalimu itu. Sementara ayahku bilang kalau aku perlu sosok perempuan yang berkpribadian berbeda untuk membuatku bahagia. Selebihnya keluarga Enderson dan Elvander butuh generasi penerus dari darah kita.”
“Apa? kenapa dia mengatakan sesuatu seperti itu kepadamu?! Ayahku tidak pernah mengatakan apa-apa soal gaya hidupku!”
“Sudahlah, Elma. Kita hanya perlu menghadiri pertemuannya. Dengarkan dengan seksama apa yang mereka mau, lalu kau bisa berdebat bila kau tidak setuju.”
“Lah? Lantas peranmu apa? kau mau diam saja dan bertingkah seperti anak penurut di depan mereka semua sedangkan aslinya kau juga tidak setuju dengan perjodohan ini begitu? Pengecut sekali kau Arash!”
“Elma, aku hanya ingin meringankan hidupku. Bebanku sudah lumayan berat dan banyak, aku tidak mau lagi menambahnya dengan berdebat. Percuma menentang ayahku, karena dia keras kepala dan berpendirian teguh.”
Elma langsung mencebik, rasanya sangat kesal melihat seorang pria tidak bisa bertindak sesuai dengan hati nuraninya sendiri. “Intinya kau hanya seorang pecundang, Arash.”
Percakapan berakhir, dan mereka tiba di tempat pertemuan. Elma membuka sabuk pengamannya sementara Arash sudah lebih dulu meninggalkan kursi kemudi dan berjalan memutar hanya untuk sekadar membukakan pintu mobilnya dan membantu Elma keluar. Sungguh … tindakan yang sangat gentleman sekali, tetapi Elma tidak terpesona dengan hal itu dan lagi Elma merasa ada yang aneh dari sosok pria disampingnya. Entah kenapa ada yang berbeda dari dia, tapi apa?
***
“Saya sangat berharap padamu, Elma. Saya dengar kamu punya reputasi yang cukup bagus di mata para pemuda kelas atas. Saya yakin kamu pasti bisa meluluhkan hati putra saya yang dingin. Selama ini saya sangat khawatir karena Arash belum pernah dekat dengan perempuan mana pun. Kamu adalah calon yang pas untuk mendampingi putra saya,” ujar Fin kepada Elma yang kebetulan duduk dihadapannya. Mereka saat ini sudah berada di satu meja, dan orang pertama yang mengeluarkan suara adalah ayahnya Arash.
“Dan Arash adalah pria yang dewasa, keberadaannya disisi Elma akan menjadi sesuatu yang bagus untuk mengontrol sisi liar, manja, dan juga egoisnya. Aku setuju kalau mereka sangat sempurna untuk menjadi pasangan dan aku yakin bersama putramu, kita bisa memiliki cucu dengan bibit yang unggul. Terlebih perusahaan kita juga akan sangat diuntungkan dengan adanya pernikahan ini,” timpal Ethan yang membuat Elma mencebik. Padahal dia sudah terang-terangan tidak setuju pada ayahnya, tapi gelagat pria itu sekarang seolah dia melupakan segalanya.
Dugaan Elma memang tidak meleset. Tujuan dari pertemuan ini memang hanya sebuah pembicaraan mengenai lanjutan rencana perjodohan. Elma melirik Arash yang tidak bereaksi apapun dan itu jelas membuat Elma frustasi.
“Ayah, keputusan ini tidak bisa begitu saja dibuat. Elma akan sangat tidak nyaman bila Ayah setengah memaksanya seperti ini. Lagipula aku masih sangat sibuk mengurus perusahaan kita. Urusan pernikahan bisa ditunda untuk lain waktu,” sahut Arash yang membaca gurat ketidaknyaman yang Elma perlihatkan. Wanita itu seolah berharap Arash buka suara, dan oleh sebab itu dia pada akhirnya mencoba untuk bernegosiasi semampunya.
“Ayah, tolong pertimbangkan sekali lagi. Maksudku aku belum tertarik menjalani hubungan dengan komitmen seperti itu. Kami masih sibuk dan nyaman dengan kehidupan masing-masing,” tambah Elma pula dengan nada merengek. Ini adalah fase pertama, mencoba merajuk pada sang ayah karena dia memang tidak bisa diam saja ketika dia tidak suka dengan keputusan yang dihasilkan.
“Oh ya? Kalau memang kau tidak mau aku tidak akan segan mencoret namamu dari daftar ahli waris kalau kau tidak mau menikah dengan Arash! Kau benar-benar memalukan Ayah, Elma. Bagaimana bisa kau menentang hal yang sesempurna ini? Arash sangat cocok menjadi pendamping hidupmu, memang dimana lagi kau bisa mendapatkan pria sedewasa dan sebaik Arash?!”
“Ayah tidak mengerti! Aku tidak suka dengan situasi ini. Aku bisa menghasilkan uang sendiri, urusan dengan pria dan ranjang aku juga sudah merasa tercukupi. Lantas untuk apa menikah? Tanpa ikatan itu saja aku sudah mendapatkan semuanya.” timpal Elma yang malah makin tidak terima dengan jawaban dari ayahnya.
“Kau tidak mengerti itu, Elma. Sebagai ayahmu aku hanya ingin yang terbaik.”
“Terbaik apanya? Ini namanya ayah terlalu ikut campur dalam masalah pribadiku! Ada apa dengan semua ini? dari semua pria kenapa aku harus bersedia menikahi kakak dari mantan pacarku?! Aku tidak mau!”
“Elma, kau—"
“Sudahlah! Ayah tidak memahami putrinya sendiri. Ayah hanya bersikap egois dan keras kepala. Kalau ayah sesuka itu pada Arash, ayah bisa mengangkat anak perempuan lain dan menikahkannya dengan Arash. Karena aku tidak mau!” Itu adalah sikap yang paling kurang ajar yang Elma perlihatkan, apalagi dia juga sempat menggebrak meja sebelum pergi meninggalkan kedua orang tua yang tampak keras kepala dan tidak mau mendengar argumentasinya.
Pertemuan itu berakhir dengan gantung tanpa keberadaan Elma, dan sebagai pihak yang membawa wanita itu kemari Arash kemudian menyusulnya langkah wanita itu.
Ethan langsung mengurut keningnya, rasa pening mulai terasa dikepala sang duda kaya atas tingkah laku putrinya. Merasa menyesal karena Fin melihat kelakuan Elma yang diluar nalar. “Fin, maafkan tingkah laku putriku. Dia memang terkadang suka bertingkah semaunya, aku merasa gagal menjadi seorang ayah karena tidak bisa mendisiplinkan dia. Setelah melihat apa yang terjadi malam ini, apa kau masih yakin putramu cocok dengannya? Apa kau yakin kau ingin dia sebagai menantumu? putriku bahkan mengungkit soal dia yang pernah memacari Thomy, adiknya Arash. Apa kau lupa soal itu?”
Sang kepala keluarga Elvander hanya tersenyum. “Aku tidak akan menarik kata-kataku. Sejak Thomy memperkenalkan dia sebagai pacarnya, aku sudah suka pada putrimu. Sayangnya hubungan mereka tidak bertahan lama dan kandas. Aku suka putrimu karena dia sangat energik dan emosional. Dia tidak ragu mengatakan apa saja yang menganggunya, itu mungkin akan sangat berpengaruh secara positif kepada Arash. Lagipula sebelum aku memutuskan untuk membicarakan soal perjodohan aku tentu sudah tahu rumor yang menerpa putri kesayanganmu. Tapi aku tidak peduli hal itu, Ethan. Lagipula, Elma, Thomy dan tunangannya sudah berteman baik sejak lama mereka pun tampaknya sudah berdamai dengan keadaan. Aku rasa tidak masalah kalau mereka menjadi satu keluarga. Malah aku rasa itu akan jadi keluarga yang hangat.”
Arash sempat mencuri dengar soal apa yang ayahnya katakan. Tetapi alih-alih diam di tempat Arash justru memilih untuk mengejar Elma.
Waktu berlalu begitu saja, dan kini Elma sudah mulai terbiasa hidup tanpa kedua kakinya. Bekas luka bakar yang sebelumnya terlihat mengerikan sudah mulai memudar. Elma bahkan kembali bekerja sebagai pemimpin perusahaan keluarganya. Mengingat hanya dia saja sang pewaris tunggal perusahaan itu. Dia tidak bisa membiarkan hasil usaha kedua orang tuanya sia-sia begitu saja. Oleh sebab itu meski dengan keterbatasan yang ada, Elma tetap maju dan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kekurangan yang dia miliki tidak cukup menjadi penghambatnya. Bahkan disela-sela kesibukannya, Elma juga kadang kerap mengunjungi beberapa panti asuhan atau badan amal untuk melakukan kegiatan sosial. Terutama di tempat rehabilitasi yang memiliki beberapa pasien yang serupa dengan dirinya.Terlepas dari itu, Elma dan Kai juga sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan pria itu sendiri memindahkan Elma ke kediamannya. Dia enggan berpisah mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Walaupun Elma sendiri men
Kai dengan tergesa segera mendatangi kediaman Enderson begitu dia mendapatkan telepon dari suster yang merawat Elma. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya menjadi nyata. Keringat dingin membanjiri tubuh pria itu, hatinya pilu. Meski dia mencoba untuk tenang dan tidak panik, tetap saja dia tidak bisa memungkiri pikirannya sendiri.Ambulan datang bertepatan dengan kedatangannya, dan mereka segera melakukan tindakan. Sementara Elma berada dalam penanganan, Kai menunggu dengan rasa bersalah yang menggantung di lehernya. Mengapa dia tidak bisa berada disisi wanita itu? Bagaimana dia bisa menyadarkan Elma bahwa hidupnya layak untuk dijalani?Kai merasa tidak bisa menanggung beban ini sendirian. Dia tidak punya kawan, tidak punya keluarga yang bisa dia ajak bicara untuk mengungkap rasa frustasinya atas peristiwa ini. Tanpa sadar tangannya menekan tombol panggilan begitu saja.“Ada apa meneleponku, Kai?” suara pria disebrang sana menerima panggilannya, dan untuk beberapa alasan Kai merasa leg
Mendengar namanya dipanggil, Kai lantas langsung menoleh pada sumber suara. Di depannya telah berdiri Arash Elvander dengan raut muka yang begitu tenang seperti biasa. Memang pada dasarnya Kai pribadi agak kesulitan mengenali emosi pria ini, sebab dia dan Arash punya keahlian yang sama dalam menyembunyikan perasaan.Kai berdiri dari posisinya lalu mendekati Arash yang memanggilnya. “Bagaimana kondisi Elma sekarang?”“Kau bisa tanyakan pada dia sendiri, memangnya kau tidak mau menemui dia langsung?”“Sejujurnya aku tidak bermaksud untuk mengintip kalian. Tapi tadi aku sempat melihat Elma menangis di bahumu. Jadi aku putuskan untuk menunggu percakapan diantara kalian berdua berakhir,” ungkap Kai dengan jujur.Arash menarik napas sebelum memberi tanggapan. “Aku harap kau bisa membuatnya bahagia, Kai. Elma saat ini betul-betul sangat terpuruk,” katanya dengan suara yang di dalamnya terdapat rasa sakit yang begitu kentara ketika pria itu menepuk pundak Kai. “Kurasa yang paling dibutuhkan E
Arash mampir ke rumah sakit keesokan harinya dan dia mendapati Elma sedang dibantu oleh seorang perawat untuk duduk di ranjangnya. Wanita itu tampak sedikit kesulitan hanya untuk sekadar menjaga posisinya. Seolah seluruh ototnya tidak kuat untuk menopang tubuh. Namun dengan sedikit pengaturan, akhirnya Elma bisa diposisikan duduk dengan bantal sebagai penopang yang diletakan di belakang punggung. Saat dia telah cukup nyaman, Elma lantas melirik dan menatap Arash yang mengunjunginya.Arash tertegun ketika kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Kedua manik indah yang biasanya penuh dengan gairah hidup kini memandang dirinya tanpa perasaan apa-apa. Dia tampak lebih seperti sebuah cangkang kosong tanpa isi yang masih bernapas dan diberi nyawa. Melihat kondisi Elma yang seperti ini sungguh mengiris hatinya. Sungguh… tidak pernah terbayang sedikit pun kalau wanita yang kerap menghabiskan sebagian waktunya dengan perdebatan dan kekeras kepalaan yang lucu sekarang berada disini deng
Elma tergolek lemas di ruang perawatan. Sendirian. Begini pun karena memang permintaannya sendiri. Otaknya terlalu lelah menerima banyak informasi dalam satu waktu, dan lagi semua itu banyak memuat hal-hal yang terlalu menekan dirinya. Jadi, Elma memejamkan matanya sendiri dan mencoba untuk menyelami alam mimpi. Berharap ketika dia terbangun nanti semua hal yang dia alami sekarang hanyalah sekadar mimpi buruk belaka.Sebuah kecelakaan yang merenggut segala hal dari hidupnya. Orangtuanya, dan juga dirinya sendiri. Sekarang, bagaimana bisa Elma melanjutkan hidupnya bila kondisinya jadi begini? Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan. Sosok Elma Enderson yang cantik, kaya dan rupawan saat ini telah berubah. Hanya sekadar menjadi wanita beruntung yang berhasil selamat dari maut tetapi harus mempertaruhkan tubuhnya sendiri. Wajahnya rusak karena luka bakar, dan kakinya pun lumpuh. Dunia mungkin sekarang menertawakannya karena dia dahulu terlalu congkak.Rangkaian bunga tulip dalam vas menar
Kai yang berdiri duduk di tepi ranjang hanya bisa terdiam ketika dokter selesai menjelaskan situasi dan kondisi Elma secara menyeluruh. Kai bisa melihat ekspresi wajah Elma yang tampak sangat terkejut, tetapi setelah ditenangkan pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napas dengan air mata yang jatuh membasahi pipi begitu dokter meninggalkan mereka berdua saja.Elma terbaring menatap langit-langit, mengabaikan keberadaan Kai yang sesaat lalu juga ikut mendengarkan penuturan dokter mengenai situasinya. “Kau dengar kata dokter ‘kan, Kai?” Suara Elma terdengar kering dan serak.Kai menganggukan kepala. “Terlepas dari semua itu, semuanya akan segera membaik. Kau akan segera pulih dan sembuh seperti sedia kala,” ujar Kai terdengar sangat optimis.“Bukankah justru situasinya akan lebih baik kalau aku ikut mati saja bersama kedua orangtuaku dari pada menjadi cacat seumur hidup?”“Elma, please… jangan berkecil hati seperti itu. Banyak orang yang tidak ingin kehilanganmu, termasuk aku. Ak