"Me-ni-kah?" Sissy terkesiap.
"Tidak bisa!" tegas Sissy selanjutnya. Sissy lalu menutup lembaran kertas dan memasukkan kembali ke dalam map lalu menyodorkannya kembali ke dada bidang milik pria itu. Pria yang bernama Tuan Gio itu mengernyitkan keningnya. "Jadi kamu menolak?" "Tuan, kita belum saling mengenal. Bagaimana bisa menikah dengan orang yang asing? Begini saja, jika ada hal yang harus saya bayar seperti biaya menginap semalam dan pakaian yang saya kenakan ini. Saya menjadi pelayan saja. Bagaimana?" Sissy membuat penawaran lain. Tuan Gio berbalik lalu duduk di kursi sambil tertawa mengejek. "Menjadi pelayan di rumah ini? Sayangnya aku tidak membutuhkannya." "Tapi, saya tidak memiliki uang. Jika Anda meminta bayaran, tentu saja saya tidak bisa membayar. Saya sekarang sebatang kara dan tidak memiliki apapun," tandas Sissy. "Dengar, aku juga tidak mau menampung orang asing. Kamu wanita dan aku pria dewasa. Kau mengerti maksud ucapanku kan? Aku akan membayarmu mahal untuk kerjasama ini." "Tapi–" "Kamu tidak perlu memikirkan tempat tinggal, uang kuliah, biaya hidup lain. Aku akan memberi fasilitasnya. Termasuk jika kamu mau membalaskan dendam kepada orang yang membuatmu terbuang seperti ini. Bagaimana?" Tuan Gio kembali meyakinkan targetnya. Ia tidak ingin Sissy menolaknya. Sissy nampak berpikir keras. Apakah memang ini takdirnya harus menikah dengan orang asing? Kelihatannya pria itu juga sudah berusia jauh lebih matang. Sementara Sissy masih sangat muda. Haruskah ia menjual dirinya demi mendapatkan hak untuk menata hidupnya kembali. Merasa hidupnya sial, Sissy tak sadar bila air matanya mengalir deras. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Baiklah, ayo kita menikah, Tuan." Tuan Gio merasa menang. Sissy pasrah. Ya, gadis itu tidak ada pilihan. Pergi dari rumah itu pun dia tidak ada tujuan. Kini hanya pria itu yang mau menampung dan mengurusnya. "Tanda tangani surat perjanjian ini!" Kembali dokumen itu diserahkan kepada Sissy. Sissy mengangguk lemas. Ia tidak fokus membaca poin-poin perjanjian termasuk lamanya menikah kontrak yang hanya selama satu tahun dan tidak boleh ada kehamilan di sepanjang pernikahan itu. Sissy menandatangani surat perjanjian itu dengan cepat. "Baiklah, sudah," ucap Sissy lalu menyodorkan surat perjanjian itu kepada Tuan Gio. "Bagus. Sekarang kita pergi ke catatan sipil untuk memulai sandiwara pernikahan ini." **** Tak perlu menunggu waktu lama, Tuan Gio langsung mengajak Sissy pergi ke catatan sipil untuk mengesahkan pernikahan mereka. Tuan Gio tidak ingin sandiwara pernikahan palsunya terbongkar oleh Keluarga Dirgantara. Kini Sissy sudah resmi menjadi istri dari Tuan Gio. Mereka berjalan keluar dari kantor catatan sipil. "Jadi namanya adalah Giovani Dirgantara," lirih Sissy dalam hati sembari memperhatikan buku nikah yang ia pegang. Sissy menarik napas dengan berat. Sissy tidak tahu, dirinya mengambil keputusan salah atau tepat. Ketakutannya untuk hidup terombang-ambing sendirian di luar sana membuatnya nekat untuk menerima Tuan Gio menjadi suaminya. "Tuan, kenapa Anda memilih untuk menikahi orang sepertiku?" tanyanya polos. Tuan Gio tak menjawab. Pria itu terus berjalan tanpa memedulikan Sissy. Sissy lalu berjalan lebih cepat mendahului Tuan Gio. Ia menghadang pria itu sambil membentangkan tangannya. "Anda tidak mau menjawabnya? Aku merasa aneh saja. Dari semua fasilitas yang Tuan berikan. Tentu itu sangat menguntungkanku. Apa tidak aneh memberikan itu semua kepada gadis asing yang Tuan sendiri baru kenal?" Tuan Gio menghela napas pendek. Ia justru melanjutkan langkahnya dan menyingkirkan Sissy begitu saja. Tak mendengar jawaban. Sissy kembali bersuara. "Semalam itu aku dijual oleh ibu tiriku. Untung saja tidak terjadi apa-apa karena seseorang menolongku dan membawaku pulang ke rumah. Tapi, ayahku justru mengusirku. Ibu tiri dan kakak tiriku menghasut ayahku. Itu membuatku frustasi hingga akhirnya aku berniat untuk–" Tuan Gio menghentikan langkah kakinya. Ia menatap tajam ke arah Sissy dan membuat gadis itu gelagapan, salah tingkah. "Jangan banyak bicara kepadaku. Kamu terlalu berisik!" Sissy menelan salivanya. Tatapan Tuan Gio membuatnya takut. "Maaf. Aku hanya ingin kita saling mengenal. Setidaknya ada penjelasan soal ini semua, " ucapnya seraya menundukkan kepalanya. Tuan Gio lalu mengambil sesuatu di balik jasnya. Lalu membuka kotak berwarna merah hati di hadapan Sissy. "Pakailah ini!" ucapnya dingin. Sissy mendongak. "Astaga, Liontin ini cantik sekali!" decaknya. Ia segera mengangkat rambutnya untuk mempermudah suaminya memasangkan kalung untuknya. Tuan Gio sedikit kikuk. Ia canggung untuk memasangkan sebuah kalung kepada seorang gadis. "Ini sangat indah. Terima kasih, Tuan." Sissy memandangi batu biru liontin yang ia sentuh dengan mata berbinar. Tadinya mendengar ucapan Tuan Gio yang dingin membuatnya takut. Tapi seketika hati Sissy merasa hangat saat menerima hadiah kalung dari suami kontraknya itu. "Ini adalah liontin milik mendiang ibuku. Sekarang kau adalah Nyonya Dirgantara." Sissy sedikit tersentuh mendengar ucapan Tuan Gio. Meskipun masih terasa asing, tapi pemberian Tuan Gio ini seolah menegaskan kalau mereka sudah menjadi keluarga. "Dengar, pernikahan kontrak ini bukan semata-mata untuk menguntungkanmu. Jadi kumohon bekerjasama lah. Aku tidak mau ada kesalahan yang membuat misiku gagal," tutur Tuan Gio lagi. "Misi? Apa itu?" tanya Sissy. Ia memfokuskan pandangannya ke arah wajah Tuan Gio. Belum sempat Tuan Gio menjelaskan sebuah mobil sedan putih datang. Seorang pria bersetelan rapi turun dan menemui Tuan Gio sembari membungkuk hormat. Dia adalah Dito, asisten pribadi Tuan Gio. "Ada apa?" "Tuan, Nona Ayra masuk rumah sakit!"Tuan Gio menatap Sissy, begitu juga sebaliknya. Terlihat wajah Tuan Gio memerah seperti udang rebus. Tuan Gio mendadak rebah di atas tubuh Sissy. "Tuan? Tuan baik-baik saja? Tuan?" Sissy mencoba mendorong tubuh Tuan Gio yang besar itu perlahan dari tubuhnya sehingga pria itu menjauh dan merebahkan dirinya di sisi sebelah Sissy. Sissy bangkit lalu memegang kening Tuan Gio. Wajahnya sedikit terkejut. "Astaga, Anda demam?" Sissy buru-buru bangkit. Ia melupakan kejadian yang membuat dirinya sedikit terguncang dan takut akan sosok pria yang tengah mabuk itu.Sissy memperbaiki baju tidurnya lalu keluar kamar perlahan menuju dapur. Ia berniat untuk mengompres Tuan Gio."Dia pasti kelelahan sampai demam begitu. Malam ini pun harus lembur," batin Sissy.Dengan cepat ia kembali ke kamarnya. Sissy melepaskan alas kaki Tuan Gio. Sissy menyelimutinya dan mulai mengompres suami kontraknya yang sudah tertidur."Ternyata kalau dilihat baik-baik, dia sangat tampan juga kalau posisi tidur begini." S
Jeni tersenyum puas setelah mendengar pembicaraan Tuan Gio melalui alat penyadapnya. Dia merasa mendapatkan bahan yang sempurna untuk menjatuhkan Sissy sekali lagi."Ini sungguh menarik," decak Jeni kepada dirinya sendiri. "Jika Gio berpikir bahwa Sissy memiliki hubungan dengan salah seorang pewaris di keluarga Admaja, bukankah itu bisa menjadi awal dari akhir Sissy di rumah ini."Jeni mulai memikirkan cara untuk memanfaatkan informasi ini. Gadis itu yakin bahwa ini akan menjadi kesempatan besar untuknya untuk menjatuhkan Sissy dan mendapatkan kembali posisinya di hati Gio. Dengan senyum licik di wajahnya, Jeni mulai merencanakan langkah selanjutnya.****Selain model yang cantik dan seksi, Jeni sebenarnya adalah gadis yang cerdas. Terbukti sekarang dia dengan cepat menemui seorang detektif bayaran yang terpercaya di kota ini untuk membantu menemukan identitas orang dari keluarga Admaja yang berusaha mendekati Sissy. Detektif itu, yang memiliki reputasi baik dalam menangani kasus-kasu
"Tuan Giovani Dirgantara. Apa benar itu nama Anda?" kata suara bariton di telepon. "Saya rasa kamu sudah tahu siapa saya."Tuan Gio tidak menjawab, dia hanya menunggu lawan bicaranya untuk melanjutkan."Saya lihat kamu sudah menangkap orang yang saya tugaskan untuk memata-matai Nona Sissy," kata pria itu. "Saya harus mengakui bahwa kamu sangat cepat juga."Tuan Gio merasa marah dan kesal. "Apa yang kamu inginkan?" dia bertanya dengan nada yang tajam.Pria itu tertawa. "Saya ingin bertemu denganmu, Tuan Gio. Saya rasa kita memiliki hubungan yang sama-sama menarik."Tuan Gio merasa penasaran. "Apa hubunganmu dengan Sissy?""Saya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Sissy. Saya rasa kamu perlu mengetahuinya."Tuan Gio merasa kesal. "Apa yang kamu maksud?" dia bertanya dengan nada yang keras.Pria itu tertawa lagi. "Saya ingin bertemu denganmu secara langsung, Tuan Gio. Saya rasa kita perlu berbicara tentang Sissy."Tuan Gio mengeraskan rahangnya. Ia semakin penasaran dan kesal. "Ba
Daren menangkap pria yang mengikuti Sissy, memutar tubuhnya dan menempelkannya ke dinding. Sissy sangat terkejut melihat adegan itu, dia tidak percaya bahwa pria yang mengikuti dia sejak kemarin akhirnya tertangkap basah."Siapa kamu? Apa tujuanmu mengikuti Sissy?" Daren bertanya dengan nada suara setengah berteriak.Pria itu tidak mau menjawab, dia hanya diam dan memandang Daren dengan mata yang penuh kebencian. Daren kehilangan kesabaran dan memukul perut sang pria yang sempat ia tahan itu."Aku tanya lagi, siapa kamu? Apa tujuanmu?" Daren bertanya dengan nada yang lebih keras.Pria itu masih tidak mau menjawab, dia hanya menggigit bibirnya dan memandang Daren dengan mata yang penuh kebencian. Sissy merasa sedikit takut melihat adegan itu, tapi dia juga merasa lega bahwa pria yang mengikuti dia telah tertangkap."Tuan Daren, sebaiknya kita membawanya ke kantor polisi saja," ucap Sissy mencoba untuk menenangkan situasi.Daren memandang Sissy dan mengangguk. "Ya, kita akan membawanya
Sepulang dari kantor Tuan Gio, Sissy yang diantar jemput supir meminta sang supir untuk mampir ke sebuah toko kue yang terletak di dekat rumah Tuan Gio. Ia ingin membelikan Ayra—keponakanan Tuan Gio— sebuah cake lemon keju yang lezat."Paman apakah kita bisa mampir ke toko kue itu?" tanya Sissy, menunjuk ke arah toko kue.Sang supir mengangguk dan mengarahkan mobil ke arah toko kue. Saat mereka tiba di toko kue, Sissy langsung masuk ke dalam toko dan memilih cake lemon keju. "Ayra pasti menyukai ini!" gumamnya dengan perasaan senang.Saat Sissy sedang mengantri untuk membayar cake yang ia beli di kasir, dia merasa diamati oleh seseorang dari jarak jauh. Ya, perasaan itu ia rasakan saat memasuki toko kue, memilih kue, hingga detik ini. Sissy mencoba menoleh ke belakang, tapi tidak melihat siapa-siapa. Sissy merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Setelah proses pembayaran selesai, Sissy buru-buru kembali ke mobil."Orang itu sepertinya memperhatikanku dari t
Beberapa saat sebelum kedatangan Sissy. Jeni mendatangi kantor milik Tuan Gio. Karyawan di sana tidak asing lagi dengan Nona Jeni yang dulunya adalah tunangan dari bos mereka. Sehingga saat Jeni datang, mereka terlihat patuh dan hormat kepadanya, meski banyak mata yang melirik dan berbisik pelan saat Jeni melewati mereka. "Bukankah itu Nona Jeni?" "Ya, dia terlihat makin cantik sekali." "Ku dengar dia sekarang menjadi model yang terkenal." "Lama sekali tidak muncul, akhirnya dia kembali." "Bukankah Tuan Gio sudah menikah? Apakah dia istrinya?" "Kurasa bukan. Tapi, melihatnya ada di sini aku menjadi yakin." "Kupikir mereka sudah putus. Nyatanya mereka masih memiliki hubungan." "Ya, lihat saja dia membawakan makan siang. Bukankah itu artinya mereka masih spesial?" Jeni bisa mendengar suara-suara berbisik itu. Dia tersenyum lirih. Dia memang ingin diakui sebagai Nyonya Dirgantara. Kemunculannya memunculkan berbagai spekulasi dan bahan gosip. "Ternyata Gio belum memp