Share

Bab 14 Pria Bajingan

"Apa yang terjadi?"

Suaranya dingin dan tatapannya terjatuh pada perut Nova.

Selama ini Brian paranoid dan sensitif.

Nova sangat jelas bahwa mungkin Brian sudah mencurigai dirinya.

Nova menundukkan kepala. "Satu hari nggak makan, sehingga perut kurang nyaman."

Ekspresi Brian tidak jelas dan mencengkeram belakang lehernya untuk memaksa dia mendongak. "Benar hanya karena perut kurang sehat?"

Nova tidak berani mengelak pandangannya. "Benar. Gary mencari masalah padaku seharian, sehingga nggak ada selera makan. Perutku memang kurang sehat, ditambah dengan tadi tiba-tiba makan bubur dengan tergesa-gesa, sehingga mau muntah."

Brian menatapnya beberapa lama, lalu mengangguk dengan ragu-ragu. "Besok pergi periksa."

Nova mengepalkan jari tangan. "Baik."

Dia mengatupkan bibir dan akhirnya tidak sabar mengetesnya.

"Apa Pak Brian mencurigai aku hamil?"

Brian berjalan ke tepi jendela dan menyalakan sebatang rokok.

Setelah mengisapnya, dia baru berkata.

"Selalu lebih baik untuk berhati-hati. Bu Nova juga nggak berharap terjadi sesuatu, 'kan?"

Bibir Nova terkatup erat dan terdiam beberapa detik baru berkata, "Betul, Pak Brian."

Dia tersenyum dan bertanya seolah-olah tidak sengaja, "Apa Anda sangat nggak menyukai anak?"

Brian meliriknya dengan tatapan muram.

"Apa Bu Nova terlalu banyak tanya?"

Ekspresi wajah Nova kaku karena dia tahu bahwa dirinya telah membuat Brian tidak senang lagi.

Brian tidak suka Nova menanyakan urusannya.

Dia juga tidak memperbolehkan Nova mencari tahu tentang privasinya.

Setiap terlibat dalam privasinya, Brian akan mengesampingkannya.

Bagi Brian, dia adalah orang luar.

Apalagi membahas tentang anak dan perasaan.

Dalam hati Nova terasa sangat sedih.

Dia menarik napas dalam-dalam dan muntah secara perlahan. Setelah beberapa kali, barulah hatinya terasa agak nyaman.

Brian berbalik menuju kamar tidur.

Tidak lama kemudian, dia berpakaian rapi keluar dari kamar.

"Mau keluar?"

"Ya."

"Apa masih pulang?"

"Nggak."

Brian langsung keluar tanpa banyak penjelasan.

Saat berbaring di ranjang lagi, ponsel Nova berdering.

Dia melirik ponsel dan menemukan sebuah notifikasi.

Dana 2 miliar masuk rekening.

Dia mentertawakan dirinya.

Benar juga, hubungan yang dibeli dengan uang, bukan perasaan, apalagi mengungkit tentang anak?

Dia termenung sejenak saat menatap notifikasi, lalu mentransfer uangnya kepada Gary.

Kemudian, dia menelepon Nabila.

"Bagaimana? Apa sudah membuat keputusan?" Nabila mengangkat panggilannya dan bertanya.

"Belum, bagaimana mungkin membuat keputusan dengan mudah. Ini adalah satu-satunya anak dalam seumur hidupku."

Nabila tertawa. "Bagaimana kalau mempertahankannya saja. Menurutku, kalau wanita nggak jadi Ibu bakal terdapat semacam kekurangan dan penyesalan hidup.

Nova tersenyum. "Ya, justru karena itu sehingga makin sulit membuat keputusan."

"Nova, siapa sebenarnya pria itu?" Nabila tiba-tiba kepo, "Apa aku kenal orangnya?"

"Bisa dikatakan kenal."

"Waduh, ternyata aku benar-benar kenal bajingan itu?" seru Nabila.

Nova tertawa karenanya. "Apa kamu jarang bertemu dengan pria bajingan? Siapa dari mereka yang membawa pacar dan istri untuk aborsi bukan bajingan?

"Benar juga." Nabila menghela napas. "Sebab itu, aku bilang jauhi diri dari pria bajingan. Kalau nggak, bakal menjadi malang."

Nova bercanda sejenak dengannya, lalu masuk ke topik pembicaraan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status