Setelah tiga dua mingguan lebih Elodie berada di Krasterberg bersama Kai, hari ini gadis itu kembali ke Lasster.Saat tiba di bandara Lasster, Elodie terdiam menatap sekitar. Angin malam semilir menyapanya membangkitkan ingatannya yang lalu-lalu. Seperti diputar kembali rekaman kejadian di mana ia sekolah dan semua perlakuan teman-temannya yang membuat Elodie merasa gamang. "Nona Elodie," sapa Kal mendekati gadis itu. "Ayo, Paman Sergio sudah menunggu di luar." Elodie menoleh dan tersenyum tipis pada Kal. "Iya, Paman." Gadis itu berjalan cepat ke luar. Di depan sana, Elodie melihat seorang laki-laki dengan balutan jas hitam berdiri tersenyum padanya. Elodie ikut tersenyum, gadis itu berlari mendekati laki-laki itu. "Paman Sergio...!" Sergio tertawa pelan begitu Elodie berhambur memeluknya dengan erat. "Paman, ya ampun rasanya rindu sekali, seperti puluhan tahun tidak bertemu," ujar gadis itu. "Iya. Nona Kecil membawa barang-barang apa saja? Kenapa banyak sekali?" tanya Sergio
Elodie tidak bisa tidur malam ini meskipun Kai tertidur memeluknya. Tapi tidak berhasil membuat Elodie terlelap. Gadis itu menatap jam dinding di dalam kamarnya yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tidak ada rasa mengantuk atau apapun dalam dirinya. Elodie menyibak selimut dan melepaskan pelukan tangan Kai. Gadis itu tidak tahu kalau Kai hanya pura-pura tidur hingga Kai menahan pelukannya saat Elodie hendak beranjak. "Mau ke mana?" tanya laki-laki itu. Elodie menoleh dan menatapnya sendu. "Aku ingin duduk di balkon," jawabnya. "Ini sudah malam, Sayang." "Aku ingin melihat pemandangan kota Fratz di malam hari dari balkon," jawab gadis itu. Kai ikut bangun, ia menyahut selimut yang kini ia selimutkan pada punggung Elodie. Mereka berdua membuka pintu balkon kamar. Elodie tersenyum saat melihat pemandangan gedung-gedung tinggi di luar sana. Lampu-lampu berwarna warni menghiasi gedung-gedung menjulang di luaran sana hingga tampak indah saat dilihat dari tempat Kai dan Elo
Setelah Elodie merasa tubuhnya sedikit membaik usai tidur siang, gadis itu kini keluar dari dalam kamar. Ia menghidu aroma wangi masakan. Elodie berdiri di depan pintu kamar dan melihat Kai memasak di dapur seorang diri. Elodie merasa bersalah, harusnya ia yang memasak di sana. Ia sudah berjanji pada Kai kalau ia akan belajar memasak untuk Kai. Tetapi kenyataannya? "Sayang, sudah bangun?" Kai menatapnya. "Ayo sini, makan siang dulu..." Elodie berjalan mendekati Kai dan memeluknya dari belakang dengan bibir cemberut. Kai tersenyum saat gadis itu memeluknya. "Harusnya aku yang memasak untuk Kakak." "Tidak apa-apa, kau istirahat saja dulu, Sayang." Kai mengusap punggung tangan Elodie. "Nanti sore-sore sekali kita ke rumah sakit." Elodie cemberut dan menganggukkan kepalanya. Kai mematikan kompornya, ia mencuci kedua tangannya dan menarik pelan tangan Elodie hingga gadis itu berpindah di hadapannya. "Makan siang dulu. Makan yang banyak biar sehat, oke?" Kai menangkup gemas kedua p
Sampai pukul delapan pagi, Kai belum juga bangun. Elodie masuk ke dalam kamar dan ia mendekati Kai yang masih tertidur di atas ranjang. Gadis itu menepuk-nepuk pelan puncak lengan Kai. "Kakak ... bangun, ayo sarapan dulu," ajak Elodie. "Kak Kaivan..." "Engghhh ... aku masih mengantuk, Sayangku." Kai justru menarik lengan Elodie dan memeluknya. Tentu saja Elodie tersentak dan gadis itu ikut berbaring dalam pelukannya. "Kak, ayo bangun! Jangan seperti ini, ada Kak Gracie di depan, Kak!" pekik Elodie lirih, ia memukuli lengan Kai. Alih-alih dilepaskan, Kai justru menindih kaki Elodie dengan kakinya. Elodie cemberut hingga Kai membuka kedua matanya dan tersenyum. "Tidur lagi saja," ujar laki-laki itu. "Bangunn! Ayo jalan-jalan..! Aku ingin berbelanja! Aku mau beli sayuran hari ini, Kak!" pekik gadis itu. "Kakak besok bekerja, aku mau bangun pagi memasakkan sesuatu untuk Kakak, siangnya aku akan mengantarkan bekal. Nanti malamnya saat Kakak pulang, aku sudah menyiapkan makan malam
Pukul dua dini hari, terdengar suara bell pintu apartemen Kai. Suara itu berulang kali terdengar hingga membuat Kai terbangun dari tidurnya. Laki-laki itu menatap Elodie yang meringkuk dalam pelukannya. Untung saja gadis itu tidak terusik dengan suara bell di depan sana. Kai mengecup kening Elodie sebelum ia beranjak dari tidurnya. Gegas Kai berjalan membuka pintu apartemennya. Kai terkejut melihat Gracie berdiri di hadapannya dengan wajah memerah dan mata sebab seperti baru saja menangis. "Kai..." Wanita itu langsung berhambur memeluknya. Kai tergugu. "Gracie, ada apa? Kenapa kau malam-malam begini ke sini? Ayo masuk..." Mereka berdua masuk ke dalam apartemen, Gracie duduk di sofa dan wanita itu menangis. Kai tampak bingung apa yang terjadi dengan sahabatnya ini. Segera Kai mengambilkan segelas air putih dan menyerahkan padanya. "Minumlah..." Gracie meminumnya dan ia menatap Kai dengan mata berkaca-kaca. "Kai, aku sangat takut. Baru saja apartemenku hampir terbakar. Apartem
Kai dan Elodie sampai di apartemen tepat pukul sepuluh malam. Elodie memutuskan untuk mengganti pakaiannya dengan baju tidurnya. Gadis itu masih kepikiran tentang acara Kai beberapa jam yang lalu. Elodie menatap kedua telapak tangannya dan ia bertanya-tanya, bagaimana bisa ia mendorong dan menepis tangan laki-laki tadi seolah laki-laki itu ingin melakukan hal yang berbahaya padanya. Tapi, mengapa berbeda saat Kai menyentuhnya? Elodie menatap seisi kamar yang temaram, cahaya kuning lampu tidur yang menyala. Sejak kemarin ia mencari obat tidurnya yang disembunyikan oleh Kai. Elodie berjalan membuka pintu kamarnya, ia menoleh ke arah ruang keluarga dan menemukan Kai di sana. Segera Elodie berjalan mendekati laki-laki itu. "Kenapa belum tidur?" Kai mendongak menatapnya. "Belum mengantuk atau—"Ucapan Kai terhenti saat tiba-tiba saja Elodie duduk di pangkuannya dan memeluknya dengan erat. Kai langsung menutup laptopnya dan ia melingkarkan kedua tangannya memeluk Elodie. "Di mana oba