'Nyonya Giselle, satu kaki Nyonya tidak bisa berfungsi dengan baik. Meskipun Nyonya sudah sembuh, Nyonya akan tetap berjalan menggunakan kursi roda atau bisa dengan tongkat cane, kalau tidak tubuh Nyonya tidak akan bisa berdiri seimbang.' Giselle terdiam dalam lamunannya. Ia duduk di atas kursi roda dan diam menatap pemandangan luar kota Lasster di sore hari. Cahaya matahari yang hangat menerpa wajah cantik Giselle. Wanita itu sudah lelah menangisi hidupnya yang seperti ini. Giselle menundukkan kepalanya menatap kedua kakinya, salah satu kakinya terbungkus oleh kain putih yang sangat tebal. Kaki itu tidak berasa sama sekali, bahkan Giselle tidak bisa menggerakkannya sama sekali. Selain luka bakar yang parah, syaraf dan ada cedera tulang serius di dalamnya yang membuat kaki kiri Giselle benar-benar tidak lagi berfungsi. "Apa yang harus aku lakukan dengan satu kakiku ini? Apakah aku nanti kedepannya akan menjadi beban untuk suami dan anakku?" Giselle mengerjapkan kedua matanya yang
Gerald kembali ke rumah sakit bersama dengan Elodie. Ia menggendong putri kecilnya dan membawa sebuah paper bag berisi mainan yang Elodie minta. Berhari-hari tidak melihat Elodie, Gerald merasa seperti orang gila. Ia benar-benar sangat merindukan putri kecilnya tersebut. "Mamanya Elodie di mana, Pa?" tanya anak itu dengan bibir manyun dan mata mengerjap. "Mama ada di dalam kamar sana, Sayang. Nanti, kalau Elodie di dekat Mama, Elodie tidak boleh menyentuh kaki kiri Mama, karena masih sakit, paham?" "Heem, paham!" Anak itu mengangguk cepat. Tak lama kemudian, mereka tiba di depan pintu kamar inap Giselle. Di depan ada Sergio yang berbincang dengan Stefan. Gerald membuka pintu kamar rawat inap Giselle. Kedatangannya disambut dengan senyuman yang sangat hangat oleh istrinya. "Mama..." Elodie menatap ke arah Giselle dengan bibir mencebik siap menangis. Masih dalam pelukan Gerald, Elodie sudah mengulurkan kedua tangannya pada sang Mama. "Ya ampun, anak cantik Mama. Mama rindu seka
Hari sudah sore, saat ini Gerald datang ke kediaman Martin. Gerald ingin menjemput Elodie, karena Giselle terus menanyakan keberadaan anaknya. Kedatangan Gerald di sana disambut dengan hangat oleh Elodie. Putri kecilnya yang langsung berhambur memeluk dengan erat."Papa, Elodie rindu sekali..." Anak itu mendusal dalam pelukan Gerald. "Papa juga rindu sekali dengan Elodie, Sayang," jawab Gerald mengecup pipi gembil Elodie. Amara dan Martin tersenyum melihatnya. Kai juga ada di sana dengan ekspresi kesal dan bersungut-sungut. Padahal baru saja ia pulang ikut Paman-pamannya berburu di hutan, bermain dengan Elodie belum genap satu jam, Gerald sudah datang dan bilang akan membawa Elodie pulang. "Elodie sejak pagi tadi memintaku untuk menelfonmu, Rald. Aku malah takut dia mengajak pulang, jadi aku alihkan perhatiannya," ucap Martin sambil tersenyum. "Dengan adanya Elodie di sini, aku seperti punya anak lagi." Gerald terkekeh, ia mengusap pucuk kepala putri kecilnya yang duduk di pangk
Giselle tampak murung dan sedih saat Gerald mengatakan yang sebenarnya padanya bahwa kaki kirinya tidak akan berfungsi lagi. Hal ini membuat Giselle merasa sangat sedih. Ia membayangkan betapa menyedihkan hari-harinya nanti. Giselle duduk di atas ranjang rumah sakit dan menatap ke arah jendela luar, di sampingnya masih ada Gerald yang sejak tadi berusaha membujuknya makan. "Sayang, kau harus makan. Kondisimu harus pulih lebih dulu," ujar Gerald mengelus pipi Giselle yang terasa hangat. "Aku tidak lapar," jawab Giselle dengan kepala tertunduk. Gerald meletakkan piring makanan itu di atas meja. Ia mengusap pipi Giselle yang basah. Gerald memperhatikan Giselle yang sejak tadi menatap kedua kakinya. "Bagaimana aku bisa menemani Elodie nanti?" lirih Giselle mengusap air mata di pipinya. "Aku takut..." "Apa yang kau takutkan, Sayang, hm? Aku 'kan sudah berjanji padamu kalau aku akan selalu menjagamu." Gerald mengelus kening Giselle dan menyilakkan anak rambutnya. Wani
Elodie kembali dibawa pulang oleh Amara. Wanita itu sedih melihat kondisi Giselle yang ternyata jauh lebih buruk dari yang ia duga. Sepanjang perjalanan pulang, Elodie juga menangis ingin berada di rumah sakit dengan Papanya. Tetapi Gerald meminta Elodie untuk ikut dengan Amara, besok Gerald akan menjemputnya.Hingga sesampainya di keluarga Hopper, anak perempuan bertubuh mungil itu tertidur dalam pelukan Amara. "Tidurkan di kamar, Ma. Kasihan..." Martin menatap istrinya. "Iya, Pa. Mama ke atas dulu," ujarnya. Wanita itu menaiki anak tangga. Amara melewati kamar Kai, ia melihat putranya yang tampak tengkurap di atas ranjang masih dengan seragam sekolahnya. Namun, Amara mengabaikannya. Wanita itu masuk ke dalam kamarnya dan menidurkan Elodie di sana. "Loh ... Nyonya, Non Elodie dibawa pulang ke sini lagi?" tanya pelayan yang tengah mengambil baju-baju kotor di kamar Amara. "Iya, Bi. Kasihan ... kondisi Mamanya Elodie sangat buruk. Kakinya patah dan luka parah, aku tidak tega mel
Kedatangan Martin dan Amara di rumah sakit bersama Elodie, membuat Gerald terharu. Ia langsung memeluk putri kecilnya dengan sangat erat. Elodie juga menangis memeluk Gerald. Gerald mendekap Elodie dalam pelukannya, menggendongnya dan menyembunyikan wajah mungil anaknya pada ceruk lehernya. "Papa sangat merindukan Elodie, Sayang," ucap Gerald mengecupi wajah anaknya. "Elodie juga, Pa. Elodie juga rindu sama Mama dan Papa," ujar anak itu merengkuh leher Gerald dengan erat. Gerald menatap wajah mungil buah hatinya, ia mengusap pipi Elodie yang basah dan ia kembali mendekap putrinya. Tidak bisa Gerald bayangkan, bagaimana ia menjelaskan pada anaknya terkait kondisi Giselle saat ini. Elodie pasti sedih melihat Mamanya sakit, apalagi ... Giselle tidak bisa berjalan karena kaki kirinya cedera serius. Di belakangnya ada Martin dan Amara. Martin mengusap-usap punggung Gerald dengan pelan, mereka ikut merasa sedih saat melihat Gerald menangis memeluk anaknya. Kerinduan itu terasa jelas,