Suara denting alarm ponsel milik Kai berhasil membuat laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Kai mengusap wajahnya pelan dan lengan kanannya terasa ngilu dan kebas. Sebuah lengan putih kecil melilit tubuhnya. Embusan napas lembut dan hangat terasa di ceruk lehernya. Kai menelan ludah seketika saat ia menyadari ia tengah memeluk Elodie. Kai tersenyum tipis, ia menundukkan kepalanya dan mengecup kening Elodie. Pagi-pagi seperti ini Kau sudah dibuat kegirangan oleh halusinasinya yang berandai-andai kalau ia dan Elodie sudah menikah, betapa gemasnya Kai pada gadis ini. Seandainya saja saat ini mereka sudah menikah, mungkin Kai akan menerkamnya. "Sayang, kau tidak bangun?" bisik Kai mengusap punggung Elodie. Gadis itu mengeliat dan malah mendusal dalam pelukan Kai. Laki-laki itu terkekeh dengan tingkah Elodie. Kai mendekatkan wajahnya di telinga Elodie. "Bangun, atau aku akan menciummu," bisiknya. Kedua mata Elodie terbuka pelan. Gadis itu mengucek kedua matanya dan menatap Kai yang
Keesokan harinya, Elodie bersiap untuk pergi kembali ke Fratz bersama Kai di petang hari. Gadis itu tampak bersemangat, ia membawa banyak barang-barangnya di dalam koper dan tas. Kini, Gerald dan Giselle mengantarkan mereka berdua di bandara. Martin dan Amara juga ikut serta. "Hati-hati di jalan, ya Sayang ... Nanti kalau sudah sampai di Fratz, telfon Mama," ujar Giselle mengecupi pipi Elodie. "Iya, Mama." Elodie kembali memeluk Mama dan Papanya. "Ingat pesan Papa, kalau butuh apa-apa minta ke Kak Kai," ujar Gerald mengecup pucuk kepala Elodie. Gadis itu menyembunyikan wajahnya dalam pelukan sang Papa. Momen Elodie bersama kedua orang tuanya sangat hangat. Berbeda dengan orang tua Kai yang kini justru mengomeli Kai panjang lebar. Wajah Kai bahkan seolah berbicara ia ingin pergi detik itu juga karena tidak kuat dengan omelan orang tuanya. "Awas kalau kau sampai macam-macam pada Elodie! Awas kau, Kai!" seru Amara mengepalkan tangannya. "Iya, Ma. Aku tahu..." "Jaga Elodie baik-
Keesokan paginya, Elodie meminta pada Kal untuk mengantarkannya ke apartemen Kai. Elodie tahu Kai pulang ke apartemennya sejak kemarin. Gadis itu kini berdiri di depan pintu apartemen itu dan menekan bell dengan wajah antusias. "Kak Kai, apa dia belum bangun?" gumamnya lirih. Saat Elodie menekan bell sekali lagi, barulah pintu apartemen itu terbuka dan tampak Kai yang kini menatapnya terkejut. Laki-laki itu terlihat baru saja selesai mandi dengan wajahnya yang masih segar dan rambut hitamnya yang sedikit basah. "Loh, ke sini dengan siapa, Sayang?" tanyanya. Elodie langsung berhambur memeluk Kai saat itu juga. Kai membalas pelukannya dengan senang hati. "Dengan Paman Kal, tapi aku memintanya untuk pulang saja," jawab Elodie mendongak menatapnya, dengan posisi masih memeluk Kai. Gadis itu tersenyum begitu manis pada Kai saat ini. "Kakak, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan." "Ada apa, hm?" Kai melingkarkan kedua tangannya memeluk pinggang Elodie. "Aku ... diterima di universi
"Kau tidak apa-apa, hm?" Kai mengusap pipi Elodie dengan lembut dan menatapnya dari jarak yang sangat dekat. Gadis itu tersenyum menggeleng-gelengkan kepalanya. Kata-kata yang dilontarkan oleh ketiga temannya tadi tidak seberapa bagi Elodie, di sekolahnya dulu banyak yang mengumpatinya dan menyumpah serapahi Elodie yang padahal tidak melakukan apapun. "Aku tidak apa-apa," jawab gadis itu tertunduk menggenggam tangan Kai. "Jangan khawatir." Sorot kedua mata Kai begitu cemas. Laki-laki itu mengulurkan tangannya dan memeluk Elodie yang kini meletakkan dagunya di pundak Kai. Kedua tangannya merengkuh punggung Kai dengan erat. Tidak ada yang berbicara di antara mereka saat ini. "Kita pulang ke apartemenku, aku ingin membawa barang-barangku yang masih ada di sana," ujar Kai mengelus lembut pipi Elodie dengan ibu jarinya. "Heem. Ayo," ajak Elodie, ia kembali tersenyum. Mereka pun segera bergegas pergi saat itu juga. Sepanjang jalan, Kai mengemudikan mobilnya dan membiarkan Elodie mem
"Mama, hari ini Elodie diajak Kak Kai untuk pergi jalan-jalan. Boleh, kan?" Elodie berdiri di samping pintu dan mengintip ke arah kamar Giselle. Wanita cantik itu menoleh dan tersenyum pada putri semata wayangnya. "Boleh, Sayang. Hati-hati di jalan dan jangan membeli makanan yang aneh-aneh." Elodie langsung masuk ke dalam kamar sang Mama, gadis cantik itu memeluk erat tubuh Giselle. Giselle mengusap punggung Elodie dan mereka duduk di tepi ranjang di dalam kamar itu. "Bagaimana, Sayang? Sudah ada hasil dari test ujian kemarin?" tanya Giselle menunduk menatap sang putri. Elodie menggeleng. "Belum, Ma. Mungkin nanti siang, atau mungkin juga bisa jadi besok." Giselle terkekeh, wanita itu mengelus lembut pucuk kepala Elodie dengan penuh kasih sayang. "Kalau Elodie diterima, Elodie nanti kuliah di Fratz. Kata Papa, Elodie tinggal dengan Kak Kai di sana," ujar Giselle menuturi anaknya. "Selama Elodie tinggal di Fratz, Elodie harus patuh pada apapun yang Kak Kai katakan. Elodie tida
"Apa Kakak yakin kalau aku akan diterima di universitas Fratz?" Elodie menatap Kai yang kini membantunya menyiapkan pendaftarannya ke universitas yang ada di Fratz—Krasterberg. Gadis itu duduk menatap Kai yang duduk di belakangnya sambil merangkulnya, dengan pandangan masih tertuju pada laptop milik Elodie. "Aku sangat yakin, Sayang," bisik Kai meletakkan dagunya di pundak Elodie. Mereka berdua kini berada di ruang keluarga di lantai dua. Untuk kali pertama setelah lima hari mengurung diri, Elodie keluar dari dalam kamarnya. Elodie tertunduk meraih satu tangan Kai dan memangku tangan itu, ia memainkan jemarinya dengan pandangannya yang kini menatap ke arah jendela rumahnya yang terbuka. "Di Fratz, peninjauan jauh lebih cepat. Kita tunggu hasilnya untuk beberapa hari ke depan, hm?" Kai mengecup pipi Elodie dengan gemas. Gadis itu mengangguk kecil. Kai meraih berkas-berkas kelulusan milik Elodie. Di sana, Kai melihat nilai-nilai Elodie sangat tinggi, gadisnya itu memang sangat pi