Hari sudah gelap dan hujan pun belum reda. Gerald yang berada di rumah, laki-laki itu duduk di dalam ruang keluarga terdiam di sana menunggu kedatangan Sergio yang belum kembali sejak beberapa jam yang lalu. Bahkan, panggilan Gerald pun tidak dijawab oleh ajudannya tersebut. "Ke mana Sergio? Tidak biasanya dia mengabaikan panggilanku," gumam Gerald lirih, ia menatap ke arah jendela besar di dalam ruang keluarga, melihat hujan deras di luar sana. Tak berselang lama, Gerald melihat mobil hitam miliknya yang masuk ke dalam pekarangan rumah. Dan setelah itu pintu utama rumah terbuka, tampak Sergio masuk ke dalam rumah dan berjalan menemui Gerald. "Selamat malam, Tuan," sapanya dengan sopan. Gerald bergumam pelan dan menatapnya. "Kenapa lama sekali? Ke mana wanita itu pergi?" Sergio terdiam sejenak dan meletakkan kunci mobil milik Gerald di atas meja. "Saya ... saya mengantarkan Giselle pulang. Hanya itu," jawabnya cepat. Iris hitam Gerald menelisik ekspresi wajah ajudanny
"Halo, Nyonya Giselle ... bisakah Nyonya pulang sekarang? Elodie tiba-tiba saja lemas dan mual-mual. Dia terus mencari-cari Nyonya." Kedua mata Giselle melebar mendengar suara pengasuh Elodie di balik panggilan itu. Giselle meremas kertas di tangannya. "Iya, Madam. Saya akan pulang sekarang juga. Tolong jaga Elodie sebentar," jawabnya dengan panik. Panggilan itu pun ditutup oleh Giselle. Wanita itu merapikan semua barang-barang miliknya di atas meja kerjanya. Giselle menoleh ke arah jarum jam yang masih menunjukkan pukul empat sore. Tetapi hujan di luar membuat langit menjadi gelap. Saat Giselle bersiap pergi, tiba-tiba saja Gerald muncul masuk ke dalam ruang kerjanya. "Kau mau ke mana, Giselle?" Gerald mendekatinya. "Saya izin pulang," ucap Giselle menatap Gerald dengan tatapan paniknya. "Pulang? Sebentar lagi kau ikut denganku ke pertemuan dengan beberapa kolegaku. Bagaimana bisa kau izin pulang, heh?" Gerald menarik lengan Giselle. Tetapi, Giselle lebih cepat melepa
Ungkapan yang terang-terangan diucapkan oleh Dean sukses membuat Gerald geram. Dengan sangat mudahnya dia mengatakan masih akan tetap menyukai Giselle tanpa peduli kalau Giselle adalah masa lalu Gerald. "Kau ke sini ingin membahas wanita itu atau membahas pekerjaan!" seru Gerald mengalihkan pembicaraan. "Yahh ... mungkin keduanya. Kalau aku ingin mengajakku membicarakan Giselle, aku tidak akan menyesalinya," jawab Dean santai. Diam-diam Gerald mengepalkan tangannya geram karena ekspresi remeh yang Dean tunjukkan padanya saat ini. Gerald pikir kalau Dean sungguh menjauhi Giselle. Tetapi, sepertinya Dean mengambil celah status yang Giselle miliki. Antara Gerald dan Giselle hanyalah mantan, dan tidak lebih. Mereka yang sudah terlepas dalam segala hubungan, dan Dean merasa Giselle berhak bahagia seperti halnya Gerald. Saat mereka berdua kembali membicarakan tentang pekerjaan, tiba-tiba saja pintu ruangan CEO itu pun terbuka. Muncul seorang wanita cantik dengan balutan dress
Udara dingin malam ini membuat Giselle setia terjaga. Wanita cantik berambut panjang itu menatap wajah damai putri kecilnya yang sudah terlelap dalam alam mimpi. Sedangkan Giselle, ia terjaga sepanjang malam karena pikirannya yang berisik dan selalu diliputi cemas setiap saat. Giselle menarik selimut tebalnya dan menutupi tubuh kecil Elodie. "Anak Mama, tidur pulas sekali," gumamnya tersenyum dan mengecup pipi Elodie. Giselle beranjak dari pembaringannya dan duduk bersandar pada sandaran ranjang. Ia meraih ponselnya di atas nakas, sejak pulang dari luar kota sore tadi. Giselle mengabaikan semua panggilan dan pesan dari Gerald. Dan tengah malam ini, Giselle mulai membuka pesan itu satu persatu. 'Jawab panggilanku, Giselle!' 'Ada hal penting yang ingin aku katakan padamu.' 'Silakan bila kau marah padaku, tapi jangan mengabaikan panggilan dan pesanku, Giselle!' Membaca semua pesan itu, Giselle sambil menelan ludah pelan karena merasakan hawa yang aneh di dalam hatinya. En
Malam ini Gerald mendatangi kediaman orang tuanya. Sang Mama menghubunginya untuk datang karena mereka ingin membahas hal yang penting. Setelah Gerald sampai di kediaman orang tuanya, ternyata ada Laura di sana. Wanita cantik yang terlihat begitu antusias dengan kedatangan Gerald. "Om, Tante, itu Gerald sudah datang," ujar Laura saat melihat calon suaminya masuk ke dalam rumah megah tersebut. Melihat sang putra berjalan menuju ruang keluarga, Marisa tersenyum pada Gerald yang selalu memasang wajah datar seperti biasanya. Gerald memilih duduk sendiri di sebelah Laura. Dengan wajah lelah dan bosan, Gerald menatap mereka semua. "Ada apa kalian menghubungiku dan memintaku ke sini?" tanyanya. Charles yang memperhatikan ekspresi Gerald terlihat tidak baik-baik saja, laki-laki tua itu berdehem pelan dan tersenyum tipis padanya. "Tidak ada, Rald. Bukankah kau jarang sekali ke rumah Mama dan Papa?" Charles menjawab dengan tenang sambil menyeruput secangkir kopi miliknya. Gerald
Keesokan harinya, Giselle kembali bekerja. Meskipun ruang hatinya terasa begitu hampa dan masih sakit mengingat ucapan Gerald semalam. Giselle datang ke tempat ini karena sebagai bentuk tanggung jawab pada pekerjaannya. Giselle membuka pintu ruangan CEO dan ia berjalan masuk ke dalam sana. Wanita itu terdiam dan termenung diam menatap seisi ruangan tersebut sampai pandangannya jatuh pada nama Gerald yang berada di meja CEO. Raut pucat wajahnya menjadi sangat sendu dan sedih. "Keinginanku untuk pergi dari sini semakin kuat," ucapnya pelan. "Aku ... ingin menjauh darimu, Gerald." Giselle mengembuskan napasnya pelan, wanita itu mengusap pelan wajahnya yang terasa panas. Hingga tiba-tiba pintu ruangan CEO pun terbuka, Giselle sontak menoleh ke belakang di mana Gerald dan Sergio masuk ke dalam ruangan itu. Gerald menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin seperti biasa. Laki-laki itu berjalan melewatinya dan Giselle hanya diam tertunduk tidak menyapanya sedikitpun. 'Dia bersi
Di tempat penitipan anak, Elodie menjadi anak paling terakhir di sana. Semua teman-temannya sudah dijemput oleh orang tuanya. Kini, Elodie ditemani dua pengasuhnya berdiri di dalam rumah menatap ke arah luar jendela dan menatap hujan yang sudah mulai mereda. Sejak sore tadi, Elodie terus rewel, menangis, dan terus mencari Giselle. "Sudah, Sayang ... jangan menangis lagi ya, Nak. Mamanya Elodie pasti datang," bisik Madam Camila mengusap pipi Elodie. Di belakang mereka, ada Madam Willow yang berdiri dengan wajah cemas. "Tidak biasanya Nyonya Giselle terlambat menjemput Elodie sampai pukul sebelas malam begini ... aku khawatir sekali rasanya," gumam wanita itu meremas jemari tangannya. "Iya, Kak. Aku juga begitu," jawab Madam Camila. Elodie menangis lagi. "Mama ... Mamanya Elodie di mana?" lirih anak itu. "Sssttt, sabar ya, Sayang," bisik Madam Willow. Ia langsung menggendong Elodie. Saat Elodie menangis, tiba-tiba saja pintu gerbang penitipan pun terbuka. Di sana, munc
"Ti-tidak, Gerald—ahh—" Napas Giselle tercekat, kedua tangannya yang lolos pun spontan merengkuh punggung laki-laki itu dan menancapkan ujung kukunya di punggung kekar milik Gerald saat laki-laki itu menyatukan tubuh mereka. Napas keduanya menderu-deru dan hangat di sela gerakan seirama yang membuat keduanya bagai melayang. Gerald menundukkan kepalanya menatap wajah Giselle yang kacau, wanita itu menajamkan kedua matanya erat dan air matanya yang tidak berhenti berlinang sejak tadi. Gerald membawa Giselle dalam dekapannya dan memeluk wanita itu dengan posesif hingga tubuh mereka semakin melekat. "Kita sering melakukan ini dulu, Giselle. Berhentilah menangis, aku tidak akan menyakitimu." Suara rendah Gerald terdengar berbisik. Kemarahannya sirna digantikan kelembutan yang penuh damba. Giselle tidak merespon apapun selain mengeratkan pelukannya pada Gerald dan merintih lembut pada setiap sentuhan yang Gerald berikan. "Gerald…." Giselle mencengkeram erat punggung laki-laki it
Giselle berdoa sepanjang hari untuk tidak bertemu dengan Dean lagi. Tetapi doanya tidak terkabul, sore ini justru ia dan Dean berada di dalam satu ruangan meeting. Keberadaan Giselle di sana karena ia menemani Gerald membahas beberapa proyek penting, begitu juga dengan Dean. "Giselle, serahkan ini pada Pak Dean dan minta dia untuk tanda tangan di sini," perintah Gerald menyerahkan sebuah berkas pada Giselle begitu meeting usai. "Baik, Pak." Giselle segera beranjak dari duduknya. Wanita itu berjalan mendekati meja tempat Dean berada. Laki-laki itu sama sekali tidak merespon keberadaan Giselle di sampingnya. "Pak Dean, maaf mengganggu sebentar. Pak Gerald meminta Anda tanda tangan di sini," ujar Giselle menunjukkan berkas itu. Tanpa bertegur sapa ataupun menatapnya, Dean langsung memberikan tanda tangannya. "Terima kasih, Pak," ucap Giselle, tidak mendapat balasan dari Dean. Diam-diam, Gerald memperhatikan mereka berdua. Kerenggangan dan sikap dingin yang Dean tunjukkan p