Share

4 || Perlahan, tapi pasti

"Aku jadi iri deh sama Laura," terdengar bisik-bisikan dari barisan penonton cewek. Mereka sedang membicarakan kecocokan Laura dan Rafael.

"Iya, mereka terlihat cocok. Kepengen deh ada di posisi Laura." Timpal siswa lainnya yang sedang menonton pertandingan tersebut.

Kali ini, bola jatuh pada Laura. Cukup lama ia berhasil mengendalikan bola, tapi tidak berhasil melakukan tembakan. Laura terus mencari celah agar dapat melakukan tembakan ke dalam ring, tapi tetap saja dapat di halang oleh Rafael. Hingga akhirnya, Laura tidak dapat mempertahankan bola.

Kini, bola di ambil alih oleh Rafael. Laura tampak kesal, dan ia berniat merebut kembali bola dari tangan Rafael, tapi terlambat. Rafael melakukan shooting dari luar garis lapangan sehingga ia mendapatkan three point. Itu artinya, Laura kalah.

"Gue menang," ucap Rafael mengejek gadis itu.

"Ah, lo nggak seru. Secepat ini pertandingannya."

Sorakan kembali terdengar beberapa saat, Kinan membawakan dua botol minum dan handuk kecil untuk Laura dan Rafael. 

"Nih, minum dulu." Kinan menyerahkan apa yang ia bawa kepada mereka berdua. "Tadi itu keren lho, cie cie." ucapnya lagi sambil tertawa.

"Apaan sih, udah ah. Gue capek," kata Laura yang tampaknya agak kesal dengan kelakuan sahabatnya.

Sekarang, semua siswa sudah kembali ke rumah masing-masing, yang tersisa hanya tim basket sekolah.

"Jadi? Gue resmi jadi anggota tim basket kan?" Tanya Rafael memastikan.

"Bukan anggota bro, tapi kapten. Selamat ya," ucap Akbar yang merupakan anggota tim basket juga.

"Waah. Selamat ya bro," mereka memberikan ucapan selamat pada Rafael, karena kini ia adalah kapten tim basket putra. Tapi, Rafael tidak puas. Ia melirik Laura yang sedang meneguk botol minumnya.

"Iya, sekarang lo resmi jadi kapten tim basket putra," tutur Laura yang seakan peka dengan tatapan Rafael.

Perkataan yang sederhana itu mampu membuat Rafael tersenyum puas. Sejujurnya, ia senang karena Laura tidak terlalu bersikap dingin terhadapnya. Walaupun masih terkesan cuek, tapi ia tetap senang dengan pertandingan tadi, Rafael tidak menyangka bisa mempunyai perasaan senyaman ini pada kapten basket putri itu.

Mereka istirahat sebentar sebelum melanjutkan latihan di sore hari tersebut,, istirahat sejenak mungkin bisa memulihkan tenaga Laura dan Rafael.

"Kalian latihan duluan aja, gantian dong." Seru Laura pada tim basketnya. Anggota tim basket putri mengangguk dan segera mengambil posisi untum mulai latihan.

"Kami juga?" Tanya anggota tim basket putra.

"Ya tanya lah pada kapten basket kalian," jawab Laura dan menunjuk dengan dagunya ke arah Rafael.

"Iya, sana latihan. Gue mau istirahat bentar," mereka mengangguk dan segera mengambil posisi bersama tim basket putri.

"Lo ngikut gue mulu ih."

"Emang nggak boleh?" Tanya Rafael yang berpindah tempat duduk, kini ia duduk di samping Laura.

"Serah lo, kan bukan urusan gue juga." Laura mengalihkan perhatiannya kepada anggota tim nya yang sedang fokus latihan. 

Setelah beberapa saat mereka istirahat, Laura beranjak dari tempat duduknya untuk bergabung dengan timnya.

"Lo mau kemana?" Tanya Rafael dan menahan tangan Laura.

"Latihan lah, emang kita semua ngumpul di sini untuk apa Raf?"

"Latihan basket." Jawabnya bingung.

"Itulah, yuk latihan," ajak Laura yang di angguki oleh Rafael. Rafael tetap memegang tangan Laura hingga tiba di lapangan, dan tampaknya Laura tidak keberatan dengan hal itu, ia bahkan tidak menyadari kalau tangannya di pegang oleh Rafael.

•••

Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB, tapi latihan mereka belum selesai. Laura mendapat telepon dari kakaknya, Laurel. Mungkin, karena hari sudah mulai gelap. Sebagai seorang kakak, sudah sepantasnya Laurel mengkhawatirkan kondisi Laura.

"Halo kak? Ada apa?" Tanya Laura saat menerima telepon dari Laurel.

"Lo di mana? Gue jemput ya?"

"Gue masih di aula, belum selesai latihannya."

"Udah mau malem lho, besok aja lanjutin."

"Enggak bisa kak, tenang aja kok. Gue bakalan pulang sama temen-temen."

"Beneran ya sama temen-temen, jangan pulang sendirian. Oke?" Tanya Laurel memperingatkan adiknya.

"Iya kak, udah ya."

Telepon di putuskan sebelah pihak oleh Laura dan ia kembali bergabung dengan teman-temannya di lapangan. Walaupun sekarang hari sudah mulai beranjak gelap, mereka tetap bersemangat untuk latihan, tanpa mengeluh. Karena jika mereka ingin meraih kemenangan, harus dengan usaha yang maksimal pula. Tidak ada usaha yang menghinanya hasil, mereka berpegang teguh pada prinsip tersebut.

"Apa sekarang kita lanjut?" Tanya Laura pada tim basketnya.

"Tentu saja."

"Tapi Kin, sebentar lagi malam. Emang kalian nggak di cariin?"

"Nggak kok, kami kan udah izin. Lagipula, usia kek gini udah bisa jaga diri lah. Jadi aman," kata salah satu anggota tim basket yang bernama Jai.

"Okelah, yuk lanjut."

Mereka kembali mengatur posisi dan melanjutkan latihannya. Sesekali, Laura dan Rafael mengambil alih timnya untuk memberitahukan tips ataupun trik dalam pertandingan basket. Tidak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Sekarang sudah masuk waktu Isya, mereka akhirnya segera berganti pakaian dan berkemas untuk kembali ke rumah masing-masing.

"Ternyata malam-malam begini di sekolah menyeramkan juga ya," kata salah seorang tim basket putri yang bernama Kapella.

"Kalian takut?"

"Emang lo nggak takut Kinan?" tanya Eve.

"Enggak lah." Persis setelah Kinan mengucapkan kalimat tersebut, tiba-tiba ada kecoa terbang ke pundaknya. "Aaaaaaaa, kecoaaa."

Mereka semua tertawa melihat tingkah Kinan. "Katanya nggak takut, lah ini sama kecoa aja takut." Kinan tampak murung dengan sikap teman-temannya itu, tapi harus bagaimana lagi.

"Makanya Kin, jangan sok berani gitu. Kan kena batunya Lo," kata Laura sambil tertawa renyah.

"Iiih, Lo juga Ra. Au ah kesal gue."

Laura yang melihat tingkah Kinan langsung memeluknya walaupun sambil tertawa. Setelah selesai berganti pakaian, mereka membereskan loker masing-masing agar tetap rapi, dan segera menuju kembali ke aula. Ternyata, tim basket putra juga telah menunggu mereka di aula. Sekarang, mereka semua berjalan di tengah lapangan untuk mengambil jalan pintas sampai ke depan gerbang.

"Serem juga ya nih sekolah."

"Udah, jangan mikir yang aneh-aneh Kin," Laura berkata pada Kinan sambil menatap di sekitarnya. Karena takut, mereka sekarang berpasang-pasangan. Para cowok menjaga seorang cewek, karena kalau terjadi apa-apa pada cewek, mereka yang akan kena imbasnya.

Begitupun dengan Kinan, ia bersama Akbar. Walaupun melewati lapangan, tetap saja masih terasa jauh untuk sampai ke depan gerbang. Laura sekarang sendirian, ia tidak tahu harus dengan siapa. Tapi walaupun sendirian, Laura tidak merasa takut sama sekali.

Tiba-tiba tali sepatunya lepas. Laura langsung menunduk dan kembali mengikat tali sepatunya. Namun saat ia berdiri, Rafael tiba-tiba saja ada di depannya.

"Astaga, Lo buat gue kaget setengah mati Raf." Kata Laura yang sedang memegang dadanya.

"Lagian Lo ngapain di sini, sendirian lagi. Nggak baik tahu, entar kalau lo kenapa-napa gimana?"

"Malah Lo yang buat gue kenapa-napa, tiba-tiba muncul aja di depan gue."

"Yaudah. Maafin gue," ucapnya sambil menyerahkan sebotol air pada Laura.

Mereka berpisah di depan gerbang, pulang ke rumah masing-masing.

"Ra, Lo pulang bareng gue aja."

"Bareng Akbar juga? Nggak ah. Entar gue jadi nyamuk lagi, gue pesan taksi online aja."

"Bareng gue aja," kata Rafael sambil menarik tangan Laura.

"Ha? Apaan sih. Ogah ah, mending gue naik taksi aja."

"Udah malem Laura, nggak baik cewek pulang naik taksi malam-malam gini. Paham? Sini bareng gue aja," kata Rafael dan menarik tangan Laura untuk masuk ke mobilnya. Sementara Laura hanya bisa pasrah. Jika di pikirkan, perkataan Rafael ada benarnya. Makanya Laura memutuskan untuk menurut.

"Lo pasti belum makan, kita makan bentar ya?" Tanya Rafael membuka percakapan yang sedari tadi serasa canggung.

"Kayaknya gue makan di rumah aja deh."

"Nggak apa-apa kok, bentar aja. Nggak bakalan lama," ujarnya membujuk Laura.

"Iya baiklah, tapi janji ya. Jangan lama, entar gue di marahin."

"Iya, nggak bakalan lama kok."

✿✿✿

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status