"Aku jadi iri deh sama Laura," terdengar bisik-bisikan dari barisan penonton cewek. Mereka sedang membicarakan kecocokan Laura dan Rafael.
"Iya, mereka terlihat cocok. Kepengen deh ada di posisi Laura." Timpal siswa lainnya yang sedang menonton pertandingan tersebut.Kali ini, bola jatuh pada Laura. Cukup lama ia berhasil mengendalikan bola, tapi tidak berhasil melakukan tembakan. Laura terus mencari celah agar dapat melakukan tembakan ke dalam ring, tapi tetap saja dapat di halang oleh Rafael. Hingga akhirnya, Laura tidak dapat mempertahankan bola.Kini, bola di ambil alih oleh Rafael. Laura tampak kesal, dan ia berniat merebut kembali bola dari tangan Rafael, tapi terlambat. Rafael melakukan shooting dari luar garis lapangan sehingga ia mendapatkan three point. Itu artinya, Laura kalah."Gue menang," ucap Rafael mengejek gadis itu."Ah, lo nggak seru. Secepat ini pertandingannya."Sorakan kembali terdengar beberapa saat, Kinan membawakan dua botol minum dan handuk kecil untuk Laura dan Rafael. "Nih, minum dulu." Kinan menyerahkan apa yang ia bawa kepada mereka berdua. "Tadi itu keren lho, cie cie." ucapnya lagi sambil tertawa."Apaan sih, udah ah. Gue capek," kata Laura yang tampaknya agak kesal dengan kelakuan sahabatnya.Sekarang, semua siswa sudah kembali ke rumah masing-masing, yang tersisa hanya tim basket sekolah."Jadi? Gue resmi jadi anggota tim basket kan?" Tanya Rafael memastikan."Bukan anggota bro, tapi kapten. Selamat ya," ucap Akbar yang merupakan anggota tim basket juga."Waah. Selamat ya bro," mereka memberikan ucapan selamat pada Rafael, karena kini ia adalah kapten tim basket putra. Tapi, Rafael tidak puas. Ia melirik Laura yang sedang meneguk botol minumnya."Iya, sekarang lo resmi jadi kapten tim basket putra," tutur Laura yang seakan peka dengan tatapan Rafael.Perkataan yang sederhana itu mampu membuat Rafael tersenyum puas. Sejujurnya, ia senang karena Laura tidak terlalu bersikap dingin terhadapnya. Walaupun masih terkesan cuek, tapi ia tetap senang dengan pertandingan tadi, Rafael tidak menyangka bisa mempunyai perasaan senyaman ini pada kapten basket putri itu.Mereka istirahat sebentar sebelum melanjutkan latihan di sore hari tersebut,, istirahat sejenak mungkin bisa memulihkan tenaga Laura dan Rafael."Kalian latihan duluan aja, gantian dong." Seru Laura pada tim basketnya. Anggota tim basket putri mengangguk dan segera mengambil posisi untum mulai latihan."Kami juga?" Tanya anggota tim basket putra."Ya tanya lah pada kapten basket kalian," jawab Laura dan menunjuk dengan dagunya ke arah Rafael."Iya, sana latihan. Gue mau istirahat bentar," mereka mengangguk dan segera mengambil posisi bersama tim basket putri."Lo ngikut gue mulu ih.""Emang nggak boleh?" Tanya Rafael yang berpindah tempat duduk, kini ia duduk di samping Laura."Serah lo, kan bukan urusan gue juga." Laura mengalihkan perhatiannya kepada anggota tim nya yang sedang fokus latihan. Setelah beberapa saat mereka istirahat, Laura beranjak dari tempat duduknya untuk bergabung dengan timnya."Lo mau kemana?" Tanya Rafael dan menahan tangan Laura."Latihan lah, emang kita semua ngumpul di sini untuk apa Raf?""Latihan basket." Jawabnya bingung."Itulah, yuk latihan," ajak Laura yang di angguki oleh Rafael. Rafael tetap memegang tangan Laura hingga tiba di lapangan, dan tampaknya Laura tidak keberatan dengan hal itu, ia bahkan tidak menyadari kalau tangannya di pegang oleh Rafael.•••Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB, tapi latihan mereka belum selesai. Laura mendapat telepon dari kakaknya, Laurel. Mungkin, karena hari sudah mulai gelap. Sebagai seorang kakak, sudah sepantasnya Laurel mengkhawatirkan kondisi Laura."Halo kak? Ada apa?" Tanya Laura saat menerima telepon dari Laurel."Lo di mana? Gue jemput ya?""Gue masih di aula, belum selesai latihannya.""Udah mau malem lho, besok aja lanjutin.""Enggak bisa kak, tenang aja kok. Gue bakalan pulang sama temen-temen.""Beneran ya sama temen-temen, jangan pulang sendirian. Oke?" Tanya Laurel memperingatkan adiknya."Iya kak, udah ya."Telepon di putuskan sebelah pihak oleh Laura dan ia kembali bergabung dengan teman-temannya di lapangan. Walaupun sekarang hari sudah mulai beranjak gelap, mereka tetap bersemangat untuk latihan, tanpa mengeluh. Karena jika mereka ingin meraih kemenangan, harus dengan usaha yang maksimal pula. Tidak ada usaha yang menghinanya hasil, mereka berpegang teguh pada prinsip tersebut."Apa sekarang kita lanjut?" Tanya Laura pada tim basketnya."Tentu saja.""Tapi Kin, sebentar lagi malam. Emang kalian nggak di cariin?""Nggak kok, kami kan udah izin. Lagipula, usia kek gini udah bisa jaga diri lah. Jadi aman," kata salah satu anggota tim basket yang bernama Jai."Okelah, yuk lanjut."Mereka kembali mengatur posisi dan melanjutkan latihannya. Sesekali, Laura dan Rafael mengambil alih timnya untuk memberitahukan tips ataupun trik dalam pertandingan basket. Tidak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Sekarang sudah masuk waktu Isya, mereka akhirnya segera berganti pakaian dan berkemas untuk kembali ke rumah masing-masing."Ternyata malam-malam begini di sekolah menyeramkan juga ya," kata salah seorang tim basket putri yang bernama Kapella."Kalian takut?""Emang lo nggak takut Kinan?" tanya Eve."Enggak lah." Persis setelah Kinan mengucapkan kalimat tersebut, tiba-tiba ada kecoa terbang ke pundaknya. "Aaaaaaaa, kecoaaa."Mereka semua tertawa melihat tingkah Kinan. "Katanya nggak takut, lah ini sama kecoa aja takut." Kinan tampak murung dengan sikap teman-temannya itu, tapi harus bagaimana lagi."Makanya Kin, jangan sok berani gitu. Kan kena batunya Lo," kata Laura sambil tertawa renyah."Iiih, Lo juga Ra. Au ah kesal gue."Laura yang melihat tingkah Kinan langsung memeluknya walaupun sambil tertawa. Setelah selesai berganti pakaian, mereka membereskan loker masing-masing agar tetap rapi, dan segera menuju kembali ke aula. Ternyata, tim basket putra juga telah menunggu mereka di aula. Sekarang, mereka semua berjalan di tengah lapangan untuk mengambil jalan pintas sampai ke depan gerbang."Serem juga ya nih sekolah.""Udah, jangan mikir yang aneh-aneh Kin," Laura berkata pada Kinan sambil menatap di sekitarnya. Karena takut, mereka sekarang berpasang-pasangan. Para cowok menjaga seorang cewek, karena kalau terjadi apa-apa pada cewek, mereka yang akan kena imbasnya.Begitupun dengan Kinan, ia bersama Akbar. Walaupun melewati lapangan, tetap saja masih terasa jauh untuk sampai ke depan gerbang. Laura sekarang sendirian, ia tidak tahu harus dengan siapa. Tapi walaupun sendirian, Laura tidak merasa takut sama sekali.Tiba-tiba tali sepatunya lepas. Laura langsung menunduk dan kembali mengikat tali sepatunya. Namun saat ia berdiri, Rafael tiba-tiba saja ada di depannya."Astaga, Lo buat gue kaget setengah mati Raf." Kata Laura yang sedang memegang dadanya."Lagian Lo ngapain di sini, sendirian lagi. Nggak baik tahu, entar kalau lo kenapa-napa gimana?""Malah Lo yang buat gue kenapa-napa, tiba-tiba muncul aja di depan gue.""Yaudah. Maafin gue," ucapnya sambil menyerahkan sebotol air pada Laura.Mereka berpisah di depan gerbang, pulang ke rumah masing-masing."Ra, Lo pulang bareng gue aja.""Bareng Akbar juga? Nggak ah. Entar gue jadi nyamuk lagi, gue pesan taksi online aja.""Bareng gue aja," kata Rafael sambil menarik tangan Laura."Ha? Apaan sih. Ogah ah, mending gue naik taksi aja.""Udah malem Laura, nggak baik cewek pulang naik taksi malam-malam gini. Paham? Sini bareng gue aja," kata Rafael dan menarik tangan Laura untuk masuk ke mobilnya. Sementara Laura hanya bisa pasrah. Jika di pikirkan, perkataan Rafael ada benarnya. Makanya Laura memutuskan untuk menurut."Lo pasti belum makan, kita makan bentar ya?" Tanya Rafael membuka percakapan yang sedari tadi serasa canggung."Kayaknya gue makan di rumah aja deh.""Nggak apa-apa kok, bentar aja. Nggak bakalan lama," ujarnya membujuk Laura."Iya baiklah, tapi janji ya. Jangan lama, entar gue di marahin.""Iya, nggak bakalan lama kok."✿✿✿Rafael menghentikan mobilnya di sebuah restoran. Mereka berdua akan makan di tempat itu. Sedari tadi perasaan Laura tidak enak, ia merasa akan ada yang terjadi pad nya. Tapi sejenak, Laura melupakan semua perasaan itu. Mereka berdua memesan dan langsung melahap makanan masing-masing. Tidak butuh waktu lama untuk makan."Nih," Laura hendak memberi uangnya, tapi Rafael melarangnya."Nanti gue yang bayar, nggak ada tapi-tapian." Rafael seakan mengerti ekspresi wajahnya Laura. Sementara Laura hanya bisa menghela nafas dengan sikap Rafael. Mereka bahkan baru bertemu beberapa hari yang lalu, dan sekarang bisa lumayan sedekat ini. Semua terjadi begitu saja, tanpa di rencanakan.Makan malam berlalu begitu cepat. Saatnya untuk Laura kembali ke rumah sebelum ia mendapat masalah besar. Laura menunjukkan jalan menuju rumahnya kepada Rafael karena ini kali pertama Rafael mengantar dirinya pulang. Jalanan kota mulai lenggang, sehingga tidak butuh waktu lama untuk Laura tiba di depan rumah keluarga A
Tok ... tok ... tokLaura membuka matanya setelah mendengar suara ketukan pintu. Ia beranjak duduk dan melihat jam yang ada di nakas dekat tempat tidurnya. Waktu menunjukkan pukul 5.30 WIB.Hampir aja aku telat, batinnya dalam hati.Tok ... tok ... tok"Laura, ini Bibi bawakan susu.""Iya Bik, bentar." Laura beranjak dari tempat tidur dan segera menuju pintu."Makasih ya Bik.""Laura, kamu baik-baik aja kan?" Bik Mia memperhatikan wajah Laura yang tampak kurang baik."Aku baik-baik aja, nggak perlu khawatir Bik."Laura berusaha tersenyum selebar mungkin untuk menutupi segalanya. Tanpa sengaja, Bik Mia menyentuh pergelangan tangan Laura yang masih terbalut kain kasa itu. Sentuhan Bik Mia mengundang sakit dari luka itu yang membuat Laura sedikit meringis kesakitan. Laura lupa menggunakan deker pelindung pergelangan tangan."Ini kenapa?""Ehh, bukan apa-apa. Hanya luka kecil saja Bik, nggak perlu khawatir.""Kenapa bisa terluka nak? Pasti sakit ya, Bibi akan ambil obat dulu."Laura menghe
Tiba saatnya hari H, hari di mana mereka akan bertanding basket. Seluruh aula pertandingan basket telah di penuhi oleh penonton untuk memberikan semangat kepada tim masing-masing."Sebentar lagi kita akan masuk lapangan, gue harap kalian nggak tegang, dan terus melakukan yang selama ini kita latih bersama."Rafael memberi semangat pada tim basketnya, ia berharap latihan mereka tidak sia-sia."Baiklah, jangan membuang waktu lagi. Sekarang mari kita saksikan pertandingan basket antara SMA N 3 Bandung dan SMA N 5 Bandung. Untuk peserta silahkan masuk ke area pertandingan," kata si pembawa acara.Saat ini, yang akan bertanding pertama adalah basket putra. Setelah melalui sedikit pemanasan, pertandingan akhirnya di mulai. Bola jatuh di tim lawan, dan tim Rafael berusaha merebut bola.Cukup lama bola di kuasai oleh tim lawan, tetapi Rafael berhasil mengendalikan bolanya. Namun, saat hendak melakukan tembakan mereka kehilangan bola. Bola kembali di rebut oleh tim lawan dan akhirnya mereka ber
Nuansa biru mendominasi kamar Laura, cahaya lampu yang remang-remang menemaninya dalam kesunyian malam. Ia mengunci dirinya di dalam kamar, terngiang-ngiang di pikirannya tentang perihal yang di katakan dokter siang itu.Laura kembali membaca hasil tes yang ia sembunyikan dari semua orang, menangis dalam diam, dan menikmati luka yang kian lama kian membesar. Mungkin, ini salah satunya jalan untuknya agar dapat mengakhiri semua luka di hati nya."Gue bakalan nantiin hari itu, hari yang mampu membuat Bunda ma Ayah bahagia. Inilah jalan yang di berikan Tuhan buat gue, buat akhiri penderitaan ini."Laura memandangi pil yang ada di genggamannya, ia membelinya secara diam-diam tanpa seorang pun yang tahu. Laura tidak ingin menjadi beban buat siapapun juga. Ia ingin hidup dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Sampai tiba waktunya untuk kembali kepada Sang Pencipta.Laura mengambil satu butir pil, lalu meminumnya. Itu pil penghilang rasa sakit, hanya itu tompangannya saat ini. Saat ia benar-be
Suasana meja makan seperti biasanya, tidak ada yang menarik bagi Laura. Bahkan, ia sangat tidak nyaman jika ada di meja makan, di antara keluarga yang tengah bercanda gurau itu.Laura bisa sesekali tersenyum saat mendapati hal lucu yang di lakukan Laurel, tapi hatinya juga terluka saat ia hanya menjadi penonton, tanpa bisa melakukan apa-apa yang mampu membuat Ayah dan Bundanya bahagia. Laura sangat ingin, melihat senyum dari orang tuanya karena dirinya, tapi itu mustahil. Ia tidak akan pernah bisa melakukannya."Yah, Bun. Seminggu lagi Laurel harus pergi ke London. Ada pertukaran mahasiswa KKN, Laurel di izinkan?""Tentu saja sayang," kata Indah sambil mengusap rambut putranya dengan penuh kasih sayang."Berapa lama kamu di sana?""Hm, nggak lama kok yah. Hanya sekitar 10-14 hari," Laurel tetap melanjutkan makannya."Jaga diri baik-baik tuh di sana."Laurel hanya mengangguk mendengar perkataan Indah, ada sesuatu yang terus menganggu pikirannya, Laura. Bagaimana dengan adik kesayanganny
Seminggu kemudian, Laura dan keluarganya mengantar Laurel ke bandara. Untunglah, Laura di izinkan ikut mengantar Laurel ke bandara. Laura sedih, selama beberapa hari ia pasti akan merindukan kakaknya.Bukan hanya itu, Laura juga takut dengan apa yang akan terjadi padanya selama Laurel tidak ada. Tapi, mau tidak mau ia harus menjalaninya sendiri. Hanya satu hal yang terlintas di pikirannya, Laura mau kakaknya akan pulang dengan selamat.Setelah berpamitan dengan ayah dan ibunya, Laurel menghampiri Laura, memeluknya erat yang membuat Laura meneteskan air mata."Lo harus bisa baik-baik saja, ya?" Laurel menghapus air mata adiknya dengan tangannya. Dan Laura berusaha tersenyum sebaik mungkin. Ia tidak mau membuat Laurel bersedih saat akan pergi."Gue pasti akan baik-baik aja," katanya sambil tersenyum.Setelah menerima jawaban itu, Laurel segera pergi, karena pesawat akan segera lepas landas. Melihat kakaknya yang sudah berangkat, Laura dan keluarganya kembali ke mobil untuk pulang ke ruma
Laura terbangun dari tidurnya, kepalanya sakit, dan tangannya perih. Ia melihat ada beberapa sayatan di tangannya. Laura segera bangun dan merapikan tempat tidur. Tidak lupa juga ia membersihkan darah kering yang ada di lantai dekat ranjang.Karena ini hari libur, ia mandi dan diam di kamar. Sejak semalam Laura tidak keluar kamar, bahkan tidak makan malam. Hal itu membuat Bik Mia khawatir. Bik Mia membawakan sarapan ke kamar Laura.Tok ... tok ... tokMendengar suara ketukan pintu, Laura bergegas menuju pintu dan membukanya. Nampak sosok Bik Mia dengan nampan di tangannya."Non belum makan sejak semalam, jadi Bibi bawakan sarapan.""Iya, makasih banyak ya Bik." Laura berkata sambil tersenyum. Ia berusaha menutupi luka yang saat ini ia rasa. Laura benar-benar tidak mau ada yang mengetahui tentang hal itu."Non, baik-baik aja kan? Apa nyonya melakukan sesuatu pada non?""Aku baik-baik aja, Bik. Tidak perlu khawatir," Laura meyakinkan Bik Mia bahwa ia baik-baik saja. Sebenarnya Bik Mia ti
Laura membuka gagang pintu depan, ia mengintip ke dalam rumahnya. Tidak ada satupun yang ia lihat, sepi dan senyap, tampaknya semua orang sudah tidur.Laura membuka pintu dengan hati-hati, untungnya ia mempunyai kunci cadangan. Laura masuk ke dalam rumah tanpa suara. Saat ia membuka pintu kamar, Laura mendengar suara langkah kaki. Ia menoleh ke belakang dan yap, itu adalah ibunya.Plakk.."Dari mana saja kamu malam-malam begini?" Indah menampar Laura dengan tamparan yang sangat keras. Pasti menyakitkan bukan?"Aku ... aku pergi sama temen, bun.""Kamu emang anak kurang ajar. Menyesal saya udah pernah lahirin kamu," kata-kata Indah yang membuat Laura sangat terpukul. Ia benar-benar sedih, dan kecewa. Ibu yang sangat ia hormati mengatakan hal seperti itu. Anak mana yang tidak sakit hati."Kenapa juga saya di lahirin? Kenapa?!" Laura lepas kendali. Ia tidak mampu menahan emosinya lagi, suara Laura membangunkan Bik Mia dan Iswan. Merasa ada yang tidak beres, mereka berdua bergegas ke tempa