Hari ini, Laura mempunyai jadwal latihan basket. Ya, karena ia adalah kapten basket putri. Namun, ada sedikit masalah. Kapten basket putra mengundurkan diri karena masalah pribadi. Saat ini, anggota club basket putri dan putra sedang berunding, mencari siapa yang pantas mendapatkan posisi kapten.
"Bagaimana ini? Kita kehilangan kapten putra, kita nggak bisa latihan kalau kayak gini." Kata Laura pada anggota tim mereka. Saat ini ia benar-benar bingung harus bagaimana, pertandingan tinggal menghitung minggu."Dari kalian ada gak yang mau ambil posisi kapten?" Laura kembali bertanya, namun tidak ada respon dari tim nya. "Bagaimana? Kalau tidak ada yang mau jadi kapten, kita nggak bisa ikut pertandingan.""Ra, gimana dengan Rafael. Gue denger dia jago main basket," usul salah satu tim basket putra, dan ternyata di setujui oleh seluruh tim."Apa?! Rafael si anak baru itu?" Rafael yang tiba-tiba lewat di tempat itu mendengar namanya di sebut-sebut."Apaan? Kok nama gue di sebut-sebut?""Ah ini dia bro. Jadi gini, kami kepengen lo jadi kapten basket putra. Bentar lagi ada pertandingan persahabatan soalnya.""Nggak semudah itu, dia harus bisa ngalahin gue one by one usai pelajaran," kata Laura seakan menantang."Bro, masa lo kalah sama cewek sih. Ayolah bro," karena sering di desak-desak oleh tim basket putra, akhirnya Rafael pun setuju dengan tantangan dari Laura."Baik, setelah selesai pelajaran kita akan berkumpul di aula," mereka semua mengangguk dan segera keluar dari tempat itu. Laura dan Kinan berniat kembali ke kelas karena pelajaran selanjutnya akan segera di mulai. Entah karena hal apa, Laura risih dengan kehadiran Rafael. Mungkin karena cowok itu selalu menatapnya, tatapan yang membuat canggung."Ngapain lo ngikutin gue sama Kinan?" Laura akhirnya bertanya saking risih nya."Udahlah Ra, lagian dia kan temen kita juga. Santuy," sahut Kinan yang malah membuat Laura makin kesal."Siapa yang ngikutin lo? Emang lo lupa, kita sekelas. Jadi wajar-wajar aja. Tujuannya kan sama.""Tapi kan ....""Udahlah Ra. Kalian kenapa sih? Berantem mulu, entar jadi jodoh lho," ejek Kinan sambil tertawa puas melihat ekspresi keduanya. Laura menghela nafas panjang, entah sejak kapan Kinan mulai mengejeknya seperti ini. Mereka mempercepat langkah kaki setelah mendengar bel berbunyi. Untung Laura, Kinan, dan Rafael sampai tepat waktu sebelum guru killer masuk ke kelas.Pelajaran berlangsung seperti biasanya, tak ada yang istimewa. Sejenak, Laura melupakan tentang pertandingan yang tak lama lagi bakalan di adakan.Hari ini benar-benar berat untuknya, menjadi kapten basket putri tidak semudah yang di bayangkan. Tapi sejauh ini, tim sekolah mereka tidak pernah kalah dalam pertandingan, ia itu akan terulang kembali. Laura mengalami sedikit kesulitan lagi, ia merasa pusing saat ini. Padahal setelah pelajaran berakhir, Laura harus bertanding basket dengan Rafael."Ra? Lo baik-baik aja kan?" Tanya Kinan memastikan."Hum, iya. Nggak apa-apa.""Tapi, wajah lo pucat Ra. Gue antar ke UKS ya," Kinan berniat untuk mengantar sahabatnya ke UKS, tapi di tahan oleh Laura. "Nggak, gue baik-baik aja."Kinan hanya menghela nafas berat, Laura tetap menolak di ajak ke UKS. "Tapi kalau ada apa-apa, bilang ke gue."Laura mengangguk dan kembali memperhatikan papan tulis. Dan seperti biasa, tiga jam pelajaran di habiskan dengan mendengarkan guru menjelaskan. Benar-benar membosankan, siang bolong malah belajar matematika.Tapi tidak dengan Laura, walaupun ia merasa pusing, Laura tetap memperhatikan yang di jelaskan gurunya. Karena ia sangat menyukai meta pelajaran tersebut, berkutat dengan rumus tidak membuatnya bosan.•••Setelah jam pelajaran usai, Laura memutuskan untuk menghubungi kakaknya. Ada hal yang harus ia sampaikan."Halo kak,""Iya, dek. Ada apa?" Suara dari seberang sana menyambut pendengaran Laura. Itu adalah suara Laurel tentunya, kakaknya."Lo nggak perlu jemput gue siang ini, gue ada latihan basket soalnya.""Jam berapa selesai?""Nggak bisa di pastiin kak, entar gue naik taksi aja kalau udah pulang.""Nggak, lo nggak boleh naik taksi. Entar kenapa-napa gimana?" Suara Laurel terdengar khawatir, ia menolak pernyataan Laura."Gue bisa jaga diri kak, tenang aja. Disini juga sama Kinan kok. Udah ya, mau latihan dulu," telepon di putuskan sebelah pihak membuat Laurel menghela nafas panjang. Ia selalu khawatir dengan adiknya, Laurel jelas tidak ingin terjadi apa-apa kepadanya, ia benar-benar menyayangi Laura.Laura segera menyusul Kinan ke ruang ganti, berganti pakaian dan bersiap untuk tanding basket melawan Rafael. Sebelumnya, mereka melakukan sedikit pemanasan. Aturannya kali ini, siapapun yang berhasil memasukkan bola tiga kali ke dalam ring, dia yang akan memenangkan pertandingan kali ini. Dan pertandingan ini, Rafael harus bisa menjadi pemenang jika ingin menjadi kapten dalam tim basket putra.Pertandingan segera di mulai, banyak sorakan-sorakan yang menyemangati keduanya. Bola jatuh di tangan Rafael, dan dengan cepat ia bisa mengendalikan bolanya. Laura tampak sulit untuk merebut bola dari tangan Rafael, tapi tetap ia lakukan. Rafael melakukan tembakan ke dalam ring, dan berhasil masuk. Sekarang poin satu untuk Rafael."Lihat? Gue pasti bisa mencapai tiga poin dalam waktu dekat," kata Rafael seakan mengejek Laura. Rafael yang lebih tinggi dari Laura dengan mudah mengacak puncuk rambut gadis itu."Songong lo," Laura menyingkirkan tangan Rafael dari kepalanya dan mengatur kembali rambutnya, ia mendekat pada Rafael dan menginjak kakinya sekuat mungkin."Aduhh, awas ya lo." Kata Rafael, sementara Laura dengan santainya kembali ke posisinya sambil tertawa dan menjulurkan lidahnya, bermaksud mengejek.✿✿✿"Gimana kabar lo di sana?" Tanya seorang cowok dengan perawakan tinggi itu, ia meletakkan benda pipih berteknologi di telinganya, "Semuanya lancar, kan?" Tanyanya kemudian."He'em, gue baik." Jawabnya sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Vc ya, gue pen tau lo lagi ngapain sekarang."Akbar mangut-mangut, mengiyakan permintaan sang pujaan hati. Ia menekan ikon video call di layar ponselnya. Tidak berselang lama, monitor ponsel menampilkan sosok seorang gadis dengan rambut di kuncir kuda, berjalan santai di selasar gedung."Di mana, beb?" Cowok yang kerap di sapa Akbar memulai obrolan video tersebut, "sama Laura?"Kinan hanya mengangguk, lantas menggeser ponselnya hingga kamera menangkap sosok gadis yang sedang asik mengotak atik benda pipih berteknologi tinggi tersebut. "Habis kuliah nih, mau balik asrama.""Rafael mana, Bar?" Laura mendekatkan diri pada Kinan, ikut bergabung dalam obrolan kedua pasangan jarak jauh itu. "Dia sibuk, kah?""Rafael?" Kal
Nyonya besar keluarga Alibasyah itu memasuki ruangan seorang dokter yang tidak lain adalah putranya sendiri, Laurel. Wanita paruh baya tersebut melihat perubahan raut wajah penghuni ruangan, seperti nampak tidak ingin di kunjungi olehnya.Wanita paruh baya yang tidak lain adalah Indah, berjalan perlahan ke arah Laurel, lantas mendudukkan dirinya di kursi yang biasa di duduki oleh tamu yang berkunjung ke ruang kerja sang dokter. "Apa ... kamu tidak senang melihat Bunda berkunjung, Nak?"Laurel menatap sekilas, lantas mengalihkan pandangannya, berharap bahwa perasaan gundahnya pun ikut teralihkan, "Bunda ngapain di sini?" Ujarnya datar tanpa menunjukkan raut wajah apapun."Ah, Bunda hanya ingin melihat kamu saja," Indah menatap lekat manik mata Laurel, berusaha membaca isi pikiran yang lawan bicaranya. "Rasanya sudah lama Bunda tidak melihat kamu, rasanya ada yang hilang. Kamu sudah sangat jarang pulang ke rumah, Rel.""Belakangan ini aku cukup sibuk, Bun. Maaf," Laure
Dengan perasaan hancur, Aletta mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hatinya panas, seakan ada baja panas yang tengah di redam di dalamnya. Gadis itu tidak bisa mengendalikan emosi yang kian membesar, menciptakan luka yang kelak menggangu pikiran.Matanya terasa panas hingga beberapa bulir bening berhasil meloloskan diri dari pelupuk mata yang indah itu. Pandangan Aletta mulai memburam akibat hambatan dari bulir bening tersebut, ia memutuskan untuk membawa mobilnya ke tempat yang sepi untuk menghindari kecelakaan beruntun yang berpotensi terjadi.Mobilnya mulai melambat kala memasuki jalanan hutan yang jarang di lalui penduduk lokal. Gadis dengan rambut yang di sanggul itu menepikan mobilnya, lantas menunduk ke arah setir mobil.Tangisnya tidak dapat ia sembunyikan lagi. Bulir-bulir bening itu berdesakan seakan tidak sabar untuk keluar dari pelupuk mata, hingga menciptakan lembab di area mata indahnya. Gadis itu menumpahkan segala tangis yang terdenga
Lenggang, hanya beberapa bunyi mendesing dari kenderaan yang sesekali lewat di jalanan itu. Tempat yang sunyi, tetapi damai untuk seseorang yang bisa saja mempunyai beban pikiran. Setidaknya, tempat itu jauh dari hiruk dan pikuknya dunia.Cowok dengan potongan rambut comma layaknya cowok Korea itu duduk termenung sembari menatap kosong hamparan danau yang membentang indah. Entah apa yang sedang menganggu pikirannya, cowok itu hanya terus menatap kosong ke arah danau. Bahkan, ia tidak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya."Sepertinya kamu sedang dalam masalah, Rafael. Kamu bisa berbagi masalahnya denganku, kamu tahu? Aku pendengar sejati, loh." Cewek dengan rambut yang di sanggul itu menatap Rafael sejenak sebelum akhirnya ikut menatap danau.Suara itu membuyarkan lamunan Rafael, membuatnya kembali pada kenyataan dan tersadar bahwa ada orang lain di sekitarnya. Untuk sedetik berlalu, Rafael di buat terkejut karena kehadiran yang terkesan tiba-tiba, atau mungkinkah i
Suasana kediaman milik keluarga Alibasyah nampak lebih sepi dari biasanya. Rumah mewah itu menampakkan kesunyian yang terpampang jelas. Sejak Laura pergi ke Turki untuk melanjutkan pendidikan gadis itu, Laurel sangat kecewa karena harus berpisah dengan adik kesayangannya. Hal tersebut membuat cowok itu jarang menampakkan diri di rumah mewah tersebut. Biasanya, ruang makan selalu di selingi dengan canda tawa dari anggota keluarga Alibasyah yang hanya terhitung jari itu. Kini, kadang kala hanya ada Indah dan suaminya. Laurel sering beralasan karena jadwal pemeriksaan yang padat untuk menghindari cowok itu pulang ke rumah dan mengulas luka lama. "Kayaknya aku akan pulang sedikit lebih lama dari biasanya, kamu jangan sampai kecapean, ya?" Lelaki paruh baya yang menyandang status sebagai kepala keluarga Alibasyah sekaligus pemilik beberapa perusahaan besar lainnya membuka percakapan setelah kesunyian menerpa mereka beberapa saat yang lalu.
Rafael duduk di kamarnya, cowok idaman para cewek itu menyandarkan diri di dinding. Mungkin melepaskan lelah setelah melewati hari tanpa gadis terkasihnya, Laura.Cowok itu menghembuskan nafas pelan, berusaha untuk melepaskan beberapa beban hidup melalui hembusan nafas tersebut. Rafael menatap lamat-lamat kamar yang lenggang, hanya ia sendiri yang berada di kamar mewah itu.Namun, apa gunanya berada di kamar mewah nanti sepi itu? Hanya menambah kesunyian di tengah kemewahan yang di nikmati seorang diri. Rafael meraih sebuah foto yang setia terletak di nakas yang berada beberapa sentimeter dari letak ranjangnya.Manik mata cowok itu memandang sendu foto yang kini berada dalam genggamannya, menatapnya dengan tatapan sedih. Dalam tatapan itu bercampur aduk berbagai macam emosi.Marah, sedih, kecewa, semua tergabung dalam tatapan sendu yang cowok itu tunjukkan.Pikirannya kembali ke masa di mana cowok remaja itu masih berusia belia. Ken