Share

BAB 7 : Sekilas tentang Shen

Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.

“Nyonya,” panggil Kinan.

Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”

Mengambil ponsel dan membaca pesan.

“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.

“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.

Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.

Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.

Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sangat mahal, apa lagi tas berwarna merah keluaran terbaru dari louis.

“Selamat siang,” ucap Wanda.

Pak Herna menatap Wanda dengan kaget saat melihat pakaiannya tapi semua tertutupi oleh raut wajahnya yang tenang.

Wanda meremas erat tasnya ketika melihat anaknya yang terlihat menyedihkan dengan menundukkan kepalanya sambil memegang buku.  Guru-guru yang berada di sana diam-diam melirik Wanda dengan kagum akan kecantikannya.

Pak Herna berdiri. “Selamat siang juga.”

Bu Oliy yang melihat perilaku Pak Herna hanya mencibir pelan.

“Silakan duduk Nyonya.” Pak Herna mempersilahkan Wanda duduk.

“Katakan apa masalahnya Pak.”

“Alasan saya memanggil Nyonya karena perilaku Shen yang tidak patuh pada Guru, dia bahkan juga sering membolos saat kelas ataupun tidak mengerjakan tugas.”

Wanda memaksakan untuk tersenyum. “Astaga… maafkan anakku Pak…”

Shen yang mendengar Ibunya yang meminta maaf, semakin mencengkeram bukunya dengan erat.

“Panggil saja Pak Herna,” sahut Pak Herna.

“Baik Pak Herna.”

“Dengan berat hati jika Shen masih mengulangi prilakunya dia terpaksa kami keluarkan dari sekolah ini.” Wanda memasang ekspresi seolah-olah ketakutan.

“Tolong jangan katakana itu Pak Herna,” ucap Wanda.

“Tidak bisa Nyonya kami harus melakukan sesuai dengan prosedur sekolah.”

Bu Oliy yang berada di samping meja Pak Herna diam-diam menguping pembicaraan mereka, meski dia  terlihat sibuk dengan pekerjanya untuk mengecek tugas siswa.

“Saya mengerti Pak Herna, tapi bisakah saya mengajukan perpindahan asrama untuk anak saya.”

Shen yang mendengar perpindahan asrama langsung  menatap  Wanda dengan serius.

“Apa maksudnya Nyonya?”

Wanda tersenyum. “Maksudnya saya sangat merindukan anak saya sehingga saya ingin melihat anak saya setiap hari, itu artinya saya ingin dia tidak tinggal di asrama tapi tinggal di rumah.”

“Saya mengerti.”

“Syukurlah,” ucap Wanda.

“Tapi… tentunya bukan hanya Shen saja tapi Shina juga.” Pak Herna tidak menyaka bahwa Wanda akan memindahkan mereka agar tidak berada di asrama.

“Saya paham.”

“Terima kasih Pak, jadi… bisakah saya sekarang membawa anak saya pulang.”

Pak Herna tercengang. “Tidak semudah itu Nyonya.”

Wanda membuka tasnya. “Saya sangat menyesal Pak Herna, tapi tidak ada prosedur yang menentang perpindahan siswa.”

“Apa maksudnya Nyonya?”

“Maksud saya adalah siswa bisa bebas mau memutuskan untuk tetap tinggal di asrama atau tidak.”

“Tidak ada hukum seperti itu di sekolah kami Nyonya,” ucap Pak Herna.

Wanda mengeluarkan beberapa uang cas dan meletakannya di meja membuat ruangan itu hening seketika. Pak Herna menahan rasa marah saat melihat Wanda menyuapnya secara terang-terangan.

Bu Oliy yang merasa ruangan menjadi hening langsung melirik ke meja Pak Herna, dia sangat terkejut hingga tidak sengaja menjatuhkan penanya.

Mendengar suara pena jatuh mereka melirik Bu Oliy membuat Bu Oliy hanya tersenyum canggung dan mengambil pena di bawah meja. Bu cika masih tidak menyaka melihat tumpukan uang berwarna merah yang di keluarkan Wanda.

Pak Herna menjadi semakin marah. “Perilaku Nyonya sangat tidak sopan.”

Wanda tersenyum malu dan menutup mulutnya, dia sama sekali tidak takut melihat kemarahan pak Herna.

“Maafkan saya, saya sangat tidak sopan.” Mendengar ucapan Wanda amarah Pak Herna mulai mereda.

“Apa uangnya masih kurang?”

Duk…

Kepala Bu Oliy terbentur meja saat mendengar perkataan Wanda.

“Kamu—” ucapan Pak Herna terpotong.

“Aku?” Wanda langsung mengeluarkan cek dan meletakannya ke meja.

“Pak Herna bisa tulis angka berapa saja yang Pak Herna inginkan.”

Brak…

Pak Herna memukul meja karena sangat marah, diam-diam Bu Cika menjauh kan diri darinya karena takut terkena amukan Pak Herna.

“Anda sangat tidak masuk akal Nyonya.”

Wanda tidak menanggapinya, dia langsung berdiri menghampiri anaknya yang menatapnya dengan tatapan kagum.

“Ikuti aku.”

Shen ragu-ragu untuk mengikuti Wanda yang sudah pergi.

“Jangan pergi, dasar tidak tau sopan santun!” Bu oliy hanya menahan tawanya.

Pak Herna sangat marah. “Apa yang kamu lihat?”

“Tidak ada, saya pamit dulu pak Herna.”

Bu Cika langsung pergi agar tidak terkena amukan pak Herna.

Setelah mengajar selama dua puluh tahun tidak ada orang yang memperlakukannya seperti ini, Pak Herna sangat marah dia pasti akan membuat Shen dan wanda menyesal dengan apa yang telah dia lakukan.

Melihat Bu Oliy yang masih berada di bawah meja membuat Pak Herna semakin marah.

“Bu Oli apa yang kamu lakukan?”

Bu Oliy perlahan keluar dari meja dan menunjukkan sebuah pena.

“Saya hanya mengambil pena saya yang jatuh.”

Siswa yang berada di dekat jendela melihat Shen yang pergi bersama dengan Wanda menjadi penasaran.

“Woy… Shen pergi sama wanita cantik,” seru seorang siswa laki-laki.

Semua siswa penasaran dan melihat dari jendela bahkan guru yang sedang mengajar juga ikut melihat karena penasaran.

“Wah… ternyata wanita itu sangat kaya.”

“Bahkan semua barang-barang yang di gunakan branded.”

“Kabarnya wanita itu simpanan pria tua tau.”

“Ih… menjijikkan sekali.”

Seorang pengawal tampan membukakan pintu, Wanda dan Shen langsung masuk.

“Wah… mobilnya adalah keluaran terbaru.”

“Bagaimana rasanya saat sainganmu adalah anak orang kaya Agam?” tanya Vania

Semua tertawa mengejek.

Agam menatap mereka tajam membuat mereka menghentikan tawanya, melihat ke arah pojok kelas dia melihat seorang wanita cantik, Agam langsung merobek bukunya ketika wanita itu masih Shen dari balik jendela dengan tatapan sayu.

“Diamlah sialan, pecundang tetaplah pecundang.”

“Jangan mengumpat di kelasku tuan Agam!” Agam hanya menatap Guru dengan marah dia mengepalkan tangannya di bawah meja dan menghina Shen dalam hatinya.

“Sekarang bubarlah, kita lanjutkan pelajaran hari ini.” Guru kembali menerangkan di depan kelas.

Semua siswa kembali ke tempatnya masing-masing dan mendengarkan penjelasan Guru tapi ada beberapa siswa yang terjebak pada pikirannya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status