Home / Romansa / OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU / Bab 3 Malam Pertama Raya

Share

Bab 3 Malam Pertama Raya

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2021-10-21 15:17:58

Aku mendorong pintu kamar tamu, hingga terbuka lebar. Hana benar - benar sudah mempersiapkan kamarnya, seperti permintaanku.

"Ini kamarmu sekarang," ucapku. Raya masih berdiri di ambang pintu.

"Kalau kamar, Mas?" tanyanya kemudian. Aku meletakkan koper Raya di samping ranjang, dan berjalan mendekatinya.

"Itu," tunjukku pada kamar yang aku tempati dengan Hana. Raya mengangguk.

"Pasti lebih besar. Nggak papa, nasib jadi yang kedua." Raya menghela napas, lalu beranjak masuk ke kamar barunya.

Mata Raya mengedar, langkah kaki membawanya ke arah jendela. Raya membuka jendela yang menghadap langsung ke taman kecil, yang berisi koleksi bunga milik Hana.

"Suka berkebun juga istri Mas?" Raya mengamati bunga - bunga luar kamarnya.

"Hana suka dengan bunga, suka memasak juga, masakannya enak." Raya langsung mendelik melihatku, apa ada yang salah?

"Puji aja terus …. " Bibir sensual istri keduaku itu manyun, terlihat begitu seksi.

Aku mendorong pintu dengan kaki agar tertutup dan segera mendekatinya.

"Mas bukan sedang memuji, hanya bercerita," jelasku padanya.

"Sama aja," ucapnya masih manyun.

Tak tahan melihatnya segera kubekap saja bibir itu dengan bagian yang sama. Tangan Raya langsung melingkar di leherku dan menekan tengkukku. Dia membalasku lebih panas.

Ada debaran dalam dadaku, takut Hana melihatnya. Tapi, justru hal itu yang membuatku semakin berhasrat pada Raya. Sepertinya hal yang sama juga Raya rasakan.

"Mas … nanti malam jatahku." Raya sedikit terengah karena kami terlalu bersemangat barusan. "Obat tidurnya sudah Raya siapkan. Setiap malam, mas adalah milikku," ucap Raya lagi.

"Pa … papa … dimana?" Suara Luna mengagetkan aku dan Raya. Kami saling melepaskan diri, tak berapa lama terlihat pintu terbuka. Sosok kecil Luna muncul dari balik pintu.

"Hai … papa disini." Aku sedikit tergagap, Luna berhenti di ambang pintu saat melihat Raya.

"Papa …." Luna memanggilku, aku melambaikan tangan memintanya mendekat, sosok kecil itu berjalan ke arahku.

"Sayang, ini Tante Raya." Aku memperkenalkan Luna pada Raya.

"Hai, cantik. Ini tante Raya, panggil mama juga boleh." Raya tersenyum sembari mengusap kepala Luna. "Mirip banget sama Mas."

"Bunda lagi ngapain?" tanyaku pada putri kecilku itu.

"Mandi, mau jemput Abang," jawab Luna.

"Mas …." Terdengar suara Hana memanggil, aku mengangkat tubuh kecil Luna dan segera keluar kamar.

"Ada apa?" tanyaku, saat berhadapan di ruang tengah.

"Hana, mau jemput abang dulu." Hana berpamitan, "Luna, sama Papa, ya?!"

"Iya, Bunda." Luna menjawab.

"Mas, Hana pergi dulu. Assalamualaikum," pamit Hana, seraya mencium punggung tanganku.

"Waalaikumsalam, hati - hati." Hana menunjukkan jempol dan tersenyum tipis seperti biasa.

Hana segera beranjak, kakinya terayun, membawa tubuhnya menjauh. Tak berapa lama terdengar suara motornya menyala, dan bergerak menjauh.

"Mas aku haus." Suara Raya mengagetkanku yang masih fokus pada Hana barusan.

"Luna, main dulu di depan ya?" Aku ingin menurunkan Luna, hanya saja putri kecilku itu tak mau melepas tangannya dariku.

"Sama Papa aja," ucap Luna, mengeratkan pegangannya.

"Minum ya?! Sini dapurnya." Aku masih dengan mengendong Luna dengan, menunjukkan ruang makan dan dapur ke Raya.

"Wah, luas banget dapurnya. Ih … lengkap semua alat masaknya. Pantaslah, suka masak." Raya mengedarkan pandangannya.

Aku berjalan mengambil gelas di rak dapur, sepertinya Hana sudah menyiapkan makan malam. Bau makanan bisa aku cium. Mataku sedikit menyipit melihat tempat sampah yang berisi sayuran, terlihat masih bagus. Tapi, dalam kondisi tercacak tak beraturan, ada wortel dan sayuran lain yang tak aku paham.

Pasti ulah Luna, yang selalu ingin ikut membantu Bundanya masak. Biasanya Hana akan memberinya sebagian kecil untuk Luna.

"Mas … mana gelasnya," panggil Raya. Aku segera bergegas dan memberikan padanya.

••

Hana benar - benar menyiapkan banyak makanan malam ini. Dia suka berkreasi dengan bahan makanan, dan harus aku akui masakan Hana selalu enak.

"Biar, saya ambilkan nasinya." Raya hendak berdiri, membantu Hana mengambil nasi hangat dari magic com.

"Nggak usah, tamu harus dilayani. Iya kan, Mas?!" Hana melihat ke arahku.

Aku tau dia terpaksa menerima Raya. Namun, dia mencoba tetap bersikap baik dan ramah.

Hana menata piring berisi nasi di meja, membaginya kemudian. Banyak lauk yang dia masak hari ini, sayurannya juga. Hana menyiapkan untuk Al dan Luna lebih dahulu. Untuk anak - anak Hana membuat opor ayam.

"Mas, mau apa?" tanya Hana padaku. Aku menunjuk ayam goreng laos dan sambal. Sop sayur, Hana sajikan terpisah di mangkuk. Aku memang tak suka makan di campur aduk.

"Mbak Soraya, silahkan ambil sendiri. Atau mau saya layani sekalian?" tanya Hana yang melihat Raya yang terbengong.

"Aku ambil sendiri," jawab Raya kemudian.

Raya menyendok ayam kuah pedas dari wadah berwarna hijau itu.

Hana segera duduk di samping Raya, menghadap ke arahku dan anak - anak. Dia mengambil lauk sama dengan yang Raya makan. Hanya masih menambahkan dengan sambalsambal terasi nterasi kesukaannya.

Tak ada pembicaraan selama kam makan, Raya terlihat makan dengan lahap. Hana juga sama, aku bergantian melihat ke arah dua istriku yang duduk berdampingan itu. Keduanya sama - sama cantik. Hana cantik alami, sedangkan Raya pintar berdandan dan seksi. Mereka berdua membuatku lengkap.

Setelah makan malam seperti biada Hana akan menemani anak - anak belajar. Aku jarang pulang cepat, tak ada kegiatan yang bisa aku lakukan. Aku juga tak membawa pulang pekerjaanku tadi. Raya ada di kamarnya, aku sedang di kamar tiduran dengan menyalakan tv.

Sebuah pesan masuk dari Raya, aku tersenyum sebuah foto dia kirim padaku. Tubuh sintalnya berbalut lingerie warna merah, terlihat begitu menantang.

[Spesial untuk malam pertama kita, aku sudah tak sabar]

Sebuah pesan menyertai foto tersebut. Dia sengaja mengodaku. Masih sangat sore, baru jam delapan. Aku teringat dengan obat tidur yang Raya berikan. Di atas nakas ada minuman Hana, dia biasa meletakkan infused water menjelang tidur. Aku segera memasukkan ke dalam wadah minum itu dan mengoyangnya. Aman.

Kembali aku ambil ponsel yang tadi aku letakkan di atas ranjang. Beberapa foto kembali Raya kirimkan, dengan pose yang lebih menantang. Membuatku semakin tegang, Raya paling bisa membangkitkan syahwatku.

[Mas, perutku sakit]

Sebuah pesan kembali Raya kirimkan padaku. Aku beranjak dari tempat tidur, hendak ke kamarnya. Tapi, aku urungkan karena Hana belum tidur. Sudah hampir jam sembilan, Hana belum masuk kamar juga. Aku bergegas keluar kamar, menuju kamar anak - anak. Hana tengah menidurkan anak - anak.

"Sudah tidur?" tanyaku pelan. Hana hanya mengangguk kemudian beringsut turun dari ranjang. Telunjuknya di letakkan di depan bibir. Hana menutup pelan pintu kamar anak - anak.

"Ada apa?" tanya Hana padaku, aku jarang mencarinya memang.

"Nggak, kok tumben belum masuk kamar," jawabku kemudian.

"Iya, Luna minta di dongengin." Hana menjawab. "Kok nggak tidur duluan?" lanjutnya.

Aku belum sempat menjawab pertanyaan Hana, saat melihat Raya mendekat. Raya menghampiriku dan Hana, wajahnya terlihat pucat.

"Maaf, apa punya obat sakit perut?" tanya Raya kemudian. Aku menoleh ke arah Hana yang juga menoleh ke arahku.

"Ada sih. Tapi racikan mau?"

Raya tidak menjawab pertanyaan Hana, dia kembali berlari ke kamrnya. Aku dan Hana saling berpandangan dan mengejar Raya kemudian kekamarnya.

"Kamu ada obatnya?" tanyaku pada Hana. Istriku itu mengangguk, dia lekas beranjak meninggalkan kamar Raya.

"Mas, perutku mulas, baru sebentar sudah berkali - kali kekamar mandi," cerita Raya saat keluar dari kamar mandi.

"Kok bisa?" tanyaku bingung.

"Pasti gara - gara makanan buatan istri mas. Pasti ga bersih makannya." Raya menuduh Hana penyebabnya.

"Kalau gitu, kenapa cuma kamu? Makanan kita sama." Bukan aku membela Hana, tapi kenyataannya memang seperti itu.

"Aduh …." Raya kembali berlari, masuk ke kanar mandi.

Tak mungkin kalau dia sakit perut karena makanan buatan Hana. Selain aku tau Hanna selalu bersih, malam ini makanan kami juga sama. Lalu, kenapa hanya Raya yang sakit perut?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
thoor knapa karakter hana si bikin bosoh sekali ,surjana si bikin bahagia sesukanya ,halu sekali ini ceritanya ,karangannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status