Share

Bab 2 Rencana Busuk Raya

Aвтор: LinDaVin
last update Последнее обновление: 2021-10-21 15:16:12

Aku menghela napas, tak biasanya Hana bersikap seperti ini. Perempuan memang sulit dimengerti, tak terkecuali dengan Hana. Tak mau pusing aku dibuatnya, lebih baik tidur. Dua malam berturut - turut bertempur dengan Raya, cukup lelah juga. Kurang tidur, kurang istirahat.

Aku merebahkan tubuh lelahku. Rasa kantuk sudah mendera, dalam sekejap jiwa ini terdekap lelap

Membuka sedikit kelopak mata, cahaya cukup terang menerobos lewat jendela. Tidak aku dapati Hana, saat aku bangun. Tidak seperti biasanya juga dia membangunkan aku sholat subuh. Ada apa dengan Hana, aneh sekali.

Aku beringsut turun dari ranjang. Berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelahnya aku keluar kamar, menuju dapur untuk mengambil kopiku. Sesampainya di dapur nampak Hana yang sedang menghadap ke arah kompor, membelakangiku.

Kopi tersedia seperti biasa, Hana sudah membuatnya. Mendengar aku datang, Hana menoleh. Ibu dari anak - anakku itu membalikkan badannya.

"Hana sudah buatkan nasi goreng, Mas mau sarapan sekarang?" tanya Hana manis seperti sedia kala. Aku sedikit mengernyitkan dahi, kenapa Hana berubah - ubah sikap.

"Kenapa tak membangunkan aku?" tanyaku, kemudian.

"Mas terlihat capek, lelap sekali tidurnya. Ga tega banguninnya." Hana tersenyum tipis.

"Lalu, kenapa mata kamu sembab semalam?"

"Oh, keliatan yah? Hana lagi nulis novel baru. Sedih …." Kembali Hana menjelaskan.

Hana memang suka menulis cerita. Tapi, sudah cukup lama aku tak melihat istriku itu kembali menulis. Ah, apa peduliku, yang terpenting sudah jelas alasannya.

"Terus yang masalah adik temanku?" Aku kembali mencecarnya dengan pertanyaan. Terlihat Hana menarik napas dalam.

"Hana … nggak suka. Tapi, kalau itu sudah menjadi keputusan, Mas. Hana nurut aja," jawab Hana, tanpa senyum.

Hmm, ternyata hanya perasaanku saja. Hana masih tetap sama. Tidak ada yang berubah dari sikap Hana. Dia memang penurut, tak pernah menuntut. Selama enam tahun berumah tangga hampir tak ada pertengkaran berarti. Hana lebih banyak diam dan kemudian mengalah bila kami tak sependapat.

Hana mengurusku, dan anak - anak dengan sangat baik. Mengurus rumah yang cukup besar ini sendiri tanpa pembantu. Hana juga cantik, mengerti cara berpakaian yang modis. Kekurangannya Hana sedikit kaku, dan semakin kesini, sikapnya semakin dingin.

Melayani kebutuhan biologis asal terpenuhi saja. Monoton, hanya alakadarnya saja. Apalagi sekarang, aku diam tak meminta Hana juga diam saja, tak memiliki inisiatif untuk memintanya lebih dulu.

Berbeda sekali dengan Raya, yang selalu panas, dan tak segan meminta lebih dulu. Dengannya aku merasa hidup, bisa mewujudkan pikiran - pikiran liarku sebagai seorang laki - laki.

Ide Raya untuk tinggal disini, memang berisiko. Tapi, bukan ide yang buruk, Hana dan Raya membuatku lengkap. Raya mengurusi kebutuhan syahwatku, Hana mengurus kebutuhanku lainnya.

"Mas, kenapa?" Pertanyaan dari Hana membuyarkan lamunanku.

"Kenapa memangnya?"

"Kok, senyum sendiri." Hana mengernyitkan dahi.

"Nggak ada, nggak papa," jawabku kemudian.

▪•▪

Perubahan pemilik perusahaan di tempatku bekerja membawa banyak perubahan. Pengawasan terhadap cabang semakin ketat. Target penjualan juga semakin meningkat. Audit internal yang lama tidak dilakukan sudah mulai di jadwalkan.

Hal ini bukan kabar yang baik untukku. Akhir - akhir ini, aku tak terlalu fokus . Banyak laporan yang belum aku periksa, sibuk dengan urusan pribadiku sendiri.

[Sayang, aku sudah siap - siap]

Sebuah pesan masuk dari Raya. Hari ini dia akan mulai Tinggal di rumah. Sudah kuminta sedikit bersabar, tapi dia selalu begitu. Aku juga belum meminta Hana mempersiapkan kamarnya.

"Assalamualaikum, Mas." Suara Hana terdengar saat panggilan tersambung.

"Waalaikumsalam, kamu di rumah?" tanyaku, padanya.

"Iya, barusan sampai rumah. Antar Abang les," jawab Hana kemudian.

"Adik temanku, sore ini datang. Kamu siapkan kamar tamu, untuknya ya. Masakin yang enak, untuk makan malam," pesanku pada Hana.

"Oh …." Hanya itu yang terdengar dari bibir istriku.

"Mas, mohon. Jangan cemberut di depannya. Kalau dia bilang ke temenku, aku jadi nggak enak nanti." Kembali aku tegaskan pada Hana, agar bisa menerima Raya nanti.

"Iya." Hana menjawab singkat. Aku menutup panggilan, agar dia bisa langsung menyiapkan kamar untuk Raya.

Sebuah rencana sudah aku dan Raya susun agar kami bisa leluasa di rumah. Raya sudah mempersiapkan obat tidur untuk Hana.

"Aku sudah siapkan obat tidur untuk istri, Mas. Dengan begitu, tiap malam kan kita bisa berdua. Baru paginya, mas balik kamar," ucap Raya beberapa hari yang lalu. Raya cukup matang mempersiapkan semuanya.

Sudah sore, aku membereskan berkas - berkas di mejaku. Raya sudah menunggu sedari tadi. Segera aku bangun dari kursi kerja, dan beranjak keluar. Aku hanya mengangguk saat semua bawahanku menyapa.

Mobil kuarahkan ke tempat kost Raya, tak terlalu jauh dari kantor. Hanya saja daerah sini cukup padat arus lalu lintasnya. Apa lagi jam segini, jam orang pulang kerja. Mobil aku tepikan dan parkir di depan pagar rumah besar berlantai tiga tersebut.

Aku turun dari mobil, bersamaan dengan Raya yang membuka pintu pagar. Sebuah ransel dan juga tas diseretnya keluar. Aku membuka bagasi belakang dan memasukkan barang - barang milik Raya.

"Mas, waktunya bayar sekolah anakku. Mas lupa ya? Kok belum ditransfer."

Aku baru saja duduk di belakang setir kemudi, saat Raya menagih uang untuk sekolah anaknya.

"Iya, nanti mas transfer. Banyak kerjaan di kantor, maaf ya?!"

"Mas, anakku belum punya sepeda. Teman - temannya sudah punya semua. Rencananya kemarin pas gajian aku mau belikan. Tapi, temen - temen pada ngajakin jalan. Kepake deh uangnya." Raya bercerita dengan suara manjanya.

Sebagai seorang single parent, Raya wanita yang tangguh. Dia membesarkan anaknya sendiri, karena mantan suaminya yang dulu pergi tak bertanggung jawab. Mau dengan ibunya, harus mau mengurus anaknya juga kan? Itu prinsipku.

Tak beberapa lama, akhirnya sampai juga di rumah. Sedikit berdebar, tapi, masa bodoh. Toh, semua apa kataku. Hana tak akan berani membantahku.

Aku menyeret koper milik Raya masuk, Raya membawa tasnya. Aku meliriknya, dia mengedarkan pandangan ke setiap sudut rumah. Senyum manisnya terkembang.

"Hana … Hana …." Aku berteriak memanggil Hana.

"Ya … Mas. Sebentar …." Hana menjawab dari arah dapur. Tak berapa lama dia tergopoh - gopoh lari menghampiriku.

"Hana, ini adik temen mas, yang mas ceritakan kemarin." Aku memperkenalkan Raya pada Hana.

"Soraya …." Raya mengulurkan tangannya, senyum manis menghias bibir sensual yang menjadi candu buatku itu.

"Hana." Hana menjawab datar, sekilas saja dia menyentuh tangan Raya, hanya dengan ujung jarinya.

"Bawain barang Raya ke kamarnya," perintahku pada Hana.

"Maaf, tangan Hana kotor. Bauk terasi …." Hana mengangkat telapak tangannya dan menunjukkan padaku. Dia menyodorkan kan ke arah hidung Raya.

"Huek, bau banget." Raya berteriak hendak muntah.

"Tuh, kan."

"Huek." Aku juga berasa ingin muntah, saat Hana mendekatkan tangannya padaku.

"Sudah … sana … sana, jauh - jauh." Aku mengusir Hana sambil mengibaskan tanganku.

"Jijik …." Raya bergidik saat Hana sudah kembali ke dapur.

"Ya, sudah. Mas antar ke kamarmu," ucapku sambil mengangkat koper dan tas milik Raya.

"Rumahnya besar bagus lagi. Andai saja …." Raya tak melanjutkan kalimatnya. Aku hanya diam meski aku tau apa maksudnya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
ini pasangan DAJJAL pemuja SELANGKANGAN semoga LAKNAT dari ALLAH jadi milik kalian dapat PENYAKIT
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Latest chapter

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status