Home / Romansa / OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU / Bab 7 Raya yang Menggoda

Share

Bab 7 Raya yang Menggoda

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2022-04-06 10:42:05

Kejadian semalam masih saja mengganggu pikiranku sampai sekarang, selain malu ada rasa bingung. Tak pernah aku mengalami seperti kejadian tadi malam sebelumnya. Dan itu rasanya sakit di kepala atas bawah.

Kepalaku berdenyut nyeri, di tambah kemarahan Raya yang semalam aku abaikan. Kepalaku rasanya semakin sakit sekali. Belum lagi laporan yang silih berganti diminta oleh manajer area yang baru. Kenapa semua harus barengan seperti ini.

Sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Arga, kepala bagian personalia muncul dari balik pintu.

"Siang, Pak." Arga mengucapkan salam.

"Siang, ada apa?" tanyaku sambil memijat kedua pelipis.

"Yang acara besok, berapa orang anggota keluarga Bapak, yang akan ikut?" tanya Arya, aku menyipitkan mata. Aku sampai lupa, besok ada acara family gathering yang akan diadakan di Pesona Resorts.

Aku terdiam, semua mengajak anggota keluarganya. Karena memang acara ini dikhususkan untuk karyawan dan keluarganya. Tak mungkin aku mengajak Raya, tapi, dia akan marah kalau aku tinggal.

"Lima orang, dua kamar." Biarlah nanti aku cari cara bicara dengan Hana. Kepada karyawan lain, aku bisa memperkenalkan Raya sebagai saudaraku atau Hana.

"Baik, Pak. Saya catatnya, untuk perkembangan persiapan acaranya nanti saya report lewat W* Group," kata Agya kemudian. Setelah mencatat nama - nama, Arga permisi keluar.

Entah bagaimana aku menjelaskan pada Hana, tentang Raya yang aku ajak serta. Tapi, Hana pasti menurutiku. Apapun keputusan yang aku ambil dia akan menyetujuinya.

•▪•

Berhasil mengajak Raya seperti sekarang, tidaklah mudah. Aku harus meyakinkan Hana. Dia tidak ingin aku mengajak serta Raya, karena merasa tidak nyaman.

Tapi, apapun yang sudah aku putuskan. Meski tak setuju Hana tak akan menolaknya. Raya terlihat senang, aku membawanya serta. Untung bekas alergi kemarin bisa ditutupi dengan bedaknya.

Hana masih mendiamkanku atas keputusanku mengajak Raya. Tak seperti biasanya yang langsung cepat mencair, hari ini dia ngambek lebih lama. Sepanjang perjalanan dalam Bus tadi pun dia tidak bicara kecuali menjawab anak - anaknya.

"Sayang, masih marah?" tanyaku. Aku dapat kesempatan berdua saja di kamar, Al dan Luna bermain di luar dengan karyawanku. Hana tak menjawabku, melengos berjalan ke kamar mandi.

Hana masih marah, biarlah. Wanita memang sulit untuk dimengerti. Aku meninggalkan Hana di kamar, menyusul Al dan Luna yang berkumpul dengan keluarga karyawan lainnya.

Al dan Luna terlihat asyik bermain bersama teman barunya. Aku duduk di bangku taman sambil mengawasi mereka. Acara baru nanti malam di buka, untuk rangkaian kegiatan baru akan dilaksanakan esok hari. Ada beberapa game dan kegiatan lainnya.

Sebuah pesan masuk di ponsel pribadiku, pasti dari Raya. Benar saja, Raya mengirim sebuah pesan.

[Mas, dah ga tahan nih. Nanti malam ya. Awas, ga datang lagi.]

Baru selesai membaca sebuah foto masuk. Raya memang paling suka mengirimkan foto seksinya untuk menggodaku.

[Mas, nggak pengen?]

Tulisanya di bawah foto seksinya. Bibir yang penuh menggoda dan balutan lingerie berwarna merah, yang hanya bagai garis di tubuh sintalnya. Aku hanya bisa menelan saliva. Foto kedua masuk, dadanya membusung menantang, dengan ekspresi yang … Ah. Raya selalu dengan cepat membakar hasratku.

[Bersiaplah, mas akan lahap sampai tak bersisa]

Aku membalas pesannya, hasratku sudah menggebu. Berharap sore cepat berganti malam. Kemarin aku tak berhasil dengan Hana, mungkin Raya bisa menuntaskan hasratku yang belum selesai.

Kamarku dan Raya bersebelahan, sebuah rencana dengan obat tidur sudah kembali kami susun. Hana masih marah padaku, pastilah dia tak mau melayaniku malam nanti.

Sepanjang acara makan malam, aku tak fokus. Raya berkali - kali mengerlingkan mata sebagai tanda. Dada penuh itu selalu dibusungkan di depanku, saat Hana sibuk dengan Luna atau Al. Bayangan lingerie merah memenuhi otakku.

Acara makan malam yang terasa panjang akhirnya selesai sudah. Semua karyawan sudah mulai kembali ke kamar yang sudah disediakan panitia, demikian juga denganku. Sebotol air mineral aku bawa dan sudah kucampur dengan obat tidur pemberian Raya. Hana pasti mencari minum sebelum dia tidur.

Karena kelelahan bermain, Al dan Luna cepat sekali tertidur. Hana yang masih terjaga, aku pura - pura menyalakan laptop untuk memeriksa laporan.

"Tidurlah, besok padat acaranya." Aku meminta Hana untuk tidur, sekilas dia melihatku dan kembali fokus pada ponsel di tangannya.

Terasa ponselku bergetar aku meletakkannya di hadapan laptopku, Raya sudah bersiap menunggu. Pandanganku beralih ke Hana, dia masih mengusap layar ponsel di hadapannya.

"Mas …." Hana tiba - tiba memanggil, senyum terbit di bibirnya. Dia beranjak dari dari tempat tidur, buru - buru aku masukkan ponsel pribadi ke dalam tas laptop.

Hana menghampiriku yang duduk di sofa. Dengan mata berbinar dia duduk merapat kepadaku sambil memperlihatkan ponselnya padaku.

"Mas, lihat. Ini keluaran terbaru, lama banget Hana nggak beli tas. Mas belikan ya?" Aku menelan Saliva, rupanya dia sedang merayu.

"Lihat, ada potongan khusus member. Nanti bisa numpang nama sama temenku, biar dapat potongan. Hana kan dah lama nggak pernah minta apa - apa." Bibir Hana mengerucut, saat aku belum meresponnya.

"Mahalnya," sontakku saat melihat daftar harga yang tertera.

"Kan ada potongannya. Ya … Mas, ya." Sebuah ciuman Hana daratkan di pipiku. Kemarahannya telah lenyap sepertinya.

"Boleh?" Hana menangkup wajahku menghadapkan ke arahnya. Bibir merah tanpa lipstik milik Hana mengulas senyum.

"Boleh ya?" Ciuman sekilas dia daratkan di bibirku. Aku mengangguk pelan, senyum Hana melebar.

"Terima kasih," ucap Hana manis, bibirnya membekapku cepat, aku yang sudah panas karena Raya tak melewatkan untuk menikmati bibir basah Hana.

"Matikan lampunya dulu," ucap Hana dengan napas yang sama - sama memburu. Hana beranjak ke tempat tidur anak - anak, memasangkan selimut dan batal. Kemudian mematikan lampu kamar, karena ada anak - anak kami harus berhati - hati.

Kami melanjutkan kegiatan yang tadi terjeda, sama seperti kemarin lusa, pelayanan Hana terasa berbeda. Dan aku suka …

Ah … sial …

Untuk kedua kalinya, aku tak bisa menuntaskan hasratku. Aku tak bisa melihat raut wajah Hana karena gelap, tapi aku yakin dia sangat kecewa.

"Coba lagi." Hana mencoba tetap tenang.

Kami kembali mencoba, dan masih sama. Ada apa denganku, apa yang sebenarnya terjadi. Ini aneh, dan tidak normal tapi kenapa.

"Sudahlah," ucapku pada Hana, aku kecewa pada diriku sendiri. Sekarang rasanya jauh lebih sakit.

Hana bangkit dari sofa, "Hana ke kamar mandi." Hana beranjak ke kamar mandi.

Aku masih terdiam, apanya yang salah, aku merasa sehat dan baik - baik saja. Tapi, kenapa nggak bisa. Aku mencari pakaianku, dan mengenakannya. Hana masih di kamar mandi.

Kepalaku kembali berdenyut sakit. Kuambil air mineral di atas nakas samping ranjang, kemudian menegaknya sampai habis. Aku baru ingat, aku sudah mencampurnya dengan obat tidur. Sepertinya ini dosis tinggi, kesadaranku mulai berangsur menghilang.

▪•▪

Hana membangunkanku untuk mandi dan sholat. Kepala masih terasa begitu berat, setengah sadar aku berjalan ke arah kamar mandi. Ada yang aneh pagi ini, biasanya kalau pagi ada yang ikut bangun juga, tapi kenapa sekarang tetap terlelap.

Sepanjang pagi ini aku masih memikirkan kejadian semalam. Ini sudah yang kedua kalinya, dan ini tidak normal.

"Mas, aku ke Mbak Raya sebentar. Siapa tau dia bawa hairdryer," ucap Hana, tanpa menunggu jawaban Hana pergi ke kamar Raya dengan rambut basahnya.

Aku juga tak terlalu memperhatikan, aku masih syok dengan kondisiku.

"Mba Raya nggak bawa," ucap Hana saat kembali.

"Tapi, ada yang aneh …." Hana terdiam, aku menoleh ke arahnya. "Mbak Raya kayak orang marah gitu. Mas, coba cari tau … Mbak Raya nggak ada masalah dengan psikisnya kan."

"Maksudnya?"

"Dirumah juga gitu, secara dia kan tamu. Tapi, ketus banget ke Hana. Nggak normal kan?" Kening Hana mengkerut.

"Terus …." Hana menjeda kalimatnya, aku menahan napasku.

"Kenapa?" Akhirnya aku bertanya, saat Hana tak kunjung kembali bicara.

"Dia mau masuk ke kamar kita." Hana kembali melanjutkan. "Pas abis antar anak - anak, Hana kan langsung pulang, mau bersih - bersih. Pas Hana masuk dia maksa buka pintu kamar kita. Pas Hana tanya, dia melengos, nggak jawab apa - apa."

Aku hanya terdiam, tak memberikan jawaban apa - apa, daripada salah bicara malah jadi masalah.

"Sudahlah, kamu bangunkan anak - anak. Siap - siap untuk acara pagi ini. Ada senam pagi di taman." Aku mengalihkan topik pembicaraan. "Mas, keluar dulu."

Hana mengangguk, aku beranjak keluar kamar. Saat bersamaan, Raya juga keluar dari kamarnya. Wajahnya kusut seperti baju belum disetrika, aku tau dia marah. Buru- buru dia masuk kembali ke dalam kamar. Aku menyusulnya, setelah memastikan tak ada yang melihatku.

Baru masuk, sebuah bantal sudah menyambutku. Raya melemparkannya kepadaku.

"Mas jahat, aku menunggu semalaman. Mas malah asyik dengan Hana."

"Mas, nggak bisa pergi. Hana, nahan Mas, nggak boleh keluar." Aku beralasan.

"Terus kenapa nggak dikasih obat tidurnya?"

"Sudah, mas siapkan. Sudahlah, jangan membuat mas semakin pusing."

Kepalaku semakin sakit melihat kecemburuan Raya. Aku beranjak keluar, malas mendengar orang marah - marah.

Aku memilih berjalan ke taman, dan berkumpul dengan bawahanku. Hanya sebagai pendengar saja, karena bicara saja aku malas.

"Papa …."

Luna berhambur ke pelukanku, disusul si sulung Al. Tak kulihat Hana bersama mereka.

"Bunda mana?" tanyaku pada Al. Telunjuk kecilnya mengarah ke suatu tempat.

Hana terlihat mengobrol dengan seseorang, terlihat sesekali tawanya berderai. Mereka terlihat begitu akrab. Ada yang panas dalam dadaku melihat kedekatan mereka. Siapa lelaki berbadan tegap yang sedang bicara dengan istriku.

Arya Bima Prayoga, dia manager area yang baru. Bagaimana dia mengenal Hana?

"Duren …." Aku menoleh ke arah suara, itu Mitha dan Yani karyawanku bagian finance. Mereka tertawa - tawa menunjuk ke arah pria yang sedang mengobrol dengan Hana.

Duda?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
segitu aja cemburu dan emosi entar lagi lo di PECAT tau bawa tuh JALANG mu
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Mampus kau sainganmu lebih tajir dan keren, makan tu istri sirimu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status