Share

Bab 6 Kok ....

Author: LinDaVin
last update Huling Na-update: 2022-04-06 10:40:57

Makanan sebanyak ini bagaimana Raya tak bisa melihatnya. Dan, aku cukup mengenal Hana. Semarah apapun dia, Hana tak akan tega membuat tamunya kelaparan.

"Mas, perutku sakit lagi. Tapi hanya mulas, sakit sekali." Raya muncul di belakangku. Aku menoleh ke arahnya, bibirnya nya masih bengkak, juga wajahnya. Kulit mulusnya terlihat lecet, sangat memprihatinkan.

"Mungkin karena belum makan." Aku menjawab keluhannya.

"Istri Mas itu, yang mau bunuh aku pelan - pelan. Nggak kasih aku makan, ditinggal pergi gitu aja." Raya terlihat masih emosi, padahal tampak lemas sekali.

"Kamu nggak salah lihat? Hana sudah menyiapkan banyak makanan." Aku menunjuk meja makan, Raya berjalan mendekat dan dia menggeleng.

"Kok, bisa. Beneran Mas, tadi nggak ada apa - apa, sampai - sampai aku hanya minum air. Kulkas juga kosong nggak ada makanan." Raya bertahan dengan perkataannya.

Oke, aku mencoba percaya, lalu berjalan ke kulkas. Aku buka lebar - lebar, ada buah, susu, bahkan ada puding juga.

"Ini apa?" tunjukku ke Raya. Raya menggeleng tak percaya.

"Mas, pasti ada yang nggak beres. Pasti istri Mas sengaja ngerjain aku," ucap Raya sambil menggaruk tangannya kemudian perutnya.

"Ngerjain gimana?" Aku tak mengerti maksud Raya.

"Ya, sengaja. Mau jebak aku." Raya bersikeras, merasa Hana telah menjebaknya. Sedangkan aku tau sendiri, Hana tak tau apa - apa. Bagaimana dia bisa ngerjain Raya. Sedangkan Hana tak tau hubunganku dengan Raya.

"Sudahlah, ga usah mikir aneh - aneh. Makanlah!" Aku menunjuk makanan di meja pada Raya.

"Nggak mau." Raya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa lagi?"

"Pasti sudah dikasih sesuatu. Mas, kita makan di luar ya?!"

"Raya, lihat kondisimu. Kamu nggak malu keluar dalam kondisi seperti ini?" tanyaku heran.

"Mas malu?"

"Raya, bukan begitu. Aku hanya …."

"Assalamualaikum."

Aku belum selesai dengan kalimatku, saat terdengar salam dari Luna dan Al. Aku beranjak kedepan, agar mereka tak curiga.

"Papa …." Seperti biasa Luna yang akan langsung berlari ke arahku.

"Pa, Abang tadi menang game, dapat hadiah mobil - mobilan." Al, anak sulungku menyusul sang adik, memperlihatkan mobil remote di dekapannya padaku.

"Luna juga, dapat coklat udah Luna makan sama Abang." Luna tak mau kalah.

"Wah, papa nggak dibagi?" tanyaku mengimbangi celoteh anak - anakku.

"Bagi dong, kan dapat dua. Luna sama Abang, Bunda sama Papah," jawab Luna.

Aku melihat ke Hana yang sedari tadi mengulas senyum mendengar celoteh kedua anaknya. Hana terlihat biasa, tak ada yang aneh. Sepertinya Raya yang terlalu mengada - ada.

"Ahh takutt …." Aku cukup dibuat kaget saat Luna berteriak dan bersembunyi di dadaku.

"Ada apa?" tanya Hana yang juga terlihat kaget.

" itu di belakang Papa, takut." Aku langsung menoleh dan melihat Raya di sana.

"Adek, itu cuma tante." Al, coba menenangkan adiknya. Tapi, Luna tetap menangis ketakutan. Cukup wajar, wajah Raya terlihat cukup parah.

"Sudah … sudah … papa gendong ke kamar." Aku mengangkat tubuh mungil Luna dan menggendongnya masuk ke dalam kamarnya.

"Mas, apa tidak sebaiknya kita bawa ke dokter." Hana menghampiriku di kamar Luna.

"Tadi sudah mas belikan obat, katanya gatal sudah agak berkurang."

"Tapi, mas lihat nggak? Tambah bengkak dan merah seperti itu. Luna sampai ketakutan."

Hana terlihat cemas.

"Mas sudah tawarin tadi, Raya nggak mau," jawabku kemudian.

"Oh …." Bibir Hana membulat dengan alis terangkat.

"Maksud mas, mas tadi juga kepikiran lihat kondisinya yang semakin parah." Aku mencoba menjelaskan.

"Kepikiran?" Hana bertanya dengan memiringkan sedikit kepalanya.

"Maksud aku …."

"Iya, iya. Hana paham … ga usah takut gitu. Hana percaya sama mas kok. Mas perhatian Karena dia adik nya sahabat, Mas." Hana tertawa kecil, aku sudah gelagapan dibuatnya.

"Mas, sudah makan? Hana sama anak - anak tadi sudah makan."

"Mas, kopi aja," jawabku kemudian.

"Siap," jawab Hana, dia bergegas keluar dari kamar Luna.

Ada yang beda dengan Hana. Dia terlihat lebih manis dan banyak bicara akhir - akhir ini. Cara berpakaian juga terlihat lebih feminim dari biasanya. Atau hanya perasaanku saja, yang selama ini kurang memperhatikannya. Entahlah …

"Abang, tamani adek main. Papa mau mandi dulu." Aku memanggil si sulung, untuk menemani adiknya.

"Iya, Pa." Tanpa aku memanggil ulang, Al, sudah datang ke kamar Luna. Aku meninggalkan mereka berdua dan kembali ke kamarku.

•▪•

Kondisi Raya beberapa hari ini mulai membaik, Hana memberiku obat untuk diberikan pada Raya. Lukanya mulai mengering, dan sudah tidak bengkak lagi. Meski masih membekas, tapi sudah tidak seperti beberapa hari yang lalu.

Kabar yang tidak baik, karena membolos berhari - hari Raya dipecat dari tempat kerjanya. Kondisi ini membuatku sedikit pusing juga, ini berarti pengeluaranku akan lebih besar untuk Raya.

[Mas, malam ini ke kamarku yah. Obat tidurnya masih ada kan?]

Sebuah pesan masuk dari Raya. Beberapa hari ini aku memang puasa karena Hana juga sedang ada tamu bulanannya. Tapi, melihat Raya, aku belum tega menyentuhnya. Atau lebih tepatnya belum berhasrat.

[Iya, kita lihat nanti situasinya.]

Aku mengirimkan balasan, dan menyimpan kembali ponsel ke dalam laci.

Pekerjaan hari ini cukup menyita pikiranku. Beberapa pekerjaan yang aku tunda menjadi sebuah masalah ketika area meminta laporannya segera.

Aku membawa beberapa berkas untuk diperiksa di rumah. Aku sudah cukup lelah, dan ingin segera pulang.

▪•

Hana menyambutku seperti biasa, entah mengapa semakin hari dia terlihat semakin cantik. Pakaiannya juga lebih menggoda, sayang saja dia sedang datang bulan. Kalau tidak … Ah, beban pekerjaan membuat kepalaku pusing. Ditambah puasaku yang cukup panjang, terakhir aku melakukannya dengan Raya, sebelum dia pindah ke rumah.

Aku segera membersihkan diri di kamar mandi. Hana keluar kamar membuatkanku minuman hangat. Anak - anak sudah tidur kata Hana. Air hangat yang mengucur membuat tubuhku sedikit rileks.

Hana belum kembali ke kamar, saat aku selesai mandi. Aku sempatkan membuka pesan dari Raya, dia di kamarnya saat aku datang.

Benar saja banyak pesan darinya yang masuk. Dia minta nafkah batinnya malam ini. Seperti biasa dia mengirimkan foto - foto seksinya. Aku pria normal, syahwatku langsung bangkit seketika. Raya juga menyertakan kalimat - kalimat vulgar untuk semakin menggodaku.

[Iya, tunggu mas] pesan aku kirim padanya. Aku bangkit dari ranjang, mengambil obat tidur yang aku sembunyikan di sela tumpukan baju. Hana sudah meletakkan botol minumnya di atas nakas seperti biasa. Segera aku masukkan obat tidur ke dalamnya. Sedikit aku goyang untuk mencampurnya.

Tak berapa lama Hana masuk dengan membawa secangkir minuman hangat untukku.

"Mas, sudah mandi?"

"Sudah." Aku menjawab singkat. Sambil menerima cangkir yang disodorkan padaku.

Aku meneguk perlahan teh hangat yang Hana buatkan.

"Mas, Hana sudah selesai. Sudah bisa dipakai."

Aku hampir tersedak mendengar ucapkan. Hana. Terakhir dia bicara seperti itu sebelum Luna lahir, sudah tiga tahun lebih.

"Mas, kenapa?" tanyanya padaku melihat ekspresiku.

"Nggak, nggak papa … mas kangen aja kamu ngomong kayak gitu," ucapku. Pipi Hana memerah, aku memindai tubuh istriku. Ini bukan perasaanku, Hana memang semakin cantik, dan menggoda. Baju tidur tipis dengan belahan dada rendah. Hasratku terpetik seketika.

Segera kuraih tubuh Hana, merapat padaku. Tak seperti sebelum - sebelumnya, Hana membalasku dengan panas. Aku takjub, apa yang terjadi pada Hana, tapi apapun itu, aku menyukai perubahan ini.

Sial ….

Ada apa denganku, aku tak bisa melakukannya. Kenapa bisa seperti ini, kembali aku coba, tetap tak bisa ….

"Mas, kenapa?" Hana bangkit, dengan wajah kecewa, kami sudah terbang tinggi barusan, tinggal pelepasan dan aku gagal.

"Mas, nggak tau." Aku bingung, apa yang terjadi padaku, kenapa tidak bisa bangun.

"Mas, kecapean mungkin. Nanti dicoba lagi, Mas istirahat dulu saja." Meski terlihat kecewa Hana coba menenangkanku. "Hana mandi dulu, ya."

Aku tak menjawab apapun,Hana beringsut turun dari tempat tidur, mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai kemudian berjalan ke kamar mandi.

Kepalaku berdenyut … ada apa denganku?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
udah mulai gejala penyakit kelewat banyak beraksi burungmu sebentar lagi mati kelelahan karena si JALANG
goodnovel comment avatar
Erika Ramli
diguna-guna tuh sama raya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status