Marni perlahan berdiri. Kedua tangannya terlihat saling mengepal di kedua sisi tubuhnya. Gemuruh amarah bahkan menerpa sekujur tubuhnya hingga kulit sewarna zaitun itu memerah.
"Tuan Muda boleh menghina saya atau memukul saya. Tapi, saya tidak akan pernah memaafkan orang yang telah menyakiti putri saya," tuturnya geram sambil menatap nyalang pada lelaki arogan di hadapannya. Aditya terkekeh sarkas mendengar ucapan berani yang Marni lontarkan. Lelaki itu lantas memangkas jarak hingga Marni terpaksa mendongak. "Lo pikir, Lo siapa? Berani-beraninya Lo ngancem gue," tegur nya dingin. "Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang ibu dari anak ga dis yang kegadisannya baru saja Tuan Muda renggut." Marni berucap penuh keberanian. Ia bahkan tak segan semakin menatap tajam pada Aditya. Aditya terpana beberapa detik, kagum dengan keberanian sang pelayan. Namun, detik berikutnya seringai lebar kembali terbit di wajahnya. "Ok, gue jabanin." Lelaki itu lantas mengayunkan langkah, kembali ke arah kamar, lalu menutup pintunya dengan kuat hingga terdengar bunyi berdebum nyaring sebelum Marni sadar akan maksud ucapan sang majikan. Begitu dirinya sadar, semuanya sudah terlambat karena jeritan Sarah yang kesekian kalinya kembali terdengar dari dalam. Sarah hanya bisa menangis tersedu-sedu di sudut kiri ranjang dengan penampilannya yang sangat jauh dari kata rapi sembari memegangi ujung selimut agar tubuh polosnya tidak terlihat. Sementara itu, Aditya yang tengah berbaring telentang tanpa perduli tubuh polosnya terlihat, justru mengubah posisinya menjadi berbaring miring menghadap Sarah. Tangan kanannya terulur, menyentuh siku Sarah hingga membuat gadis bukan perawan itu berjengit kaget. "Ck! Lo nolak gue?!" tanya Aditya kesal sembari beringsut duduk. Ia bahkan merangkak guna memangkas jarak kembali. Sarah mengkerut. Tubuhnya bahkan kembali bergetar hebat. Ia benar-benar ketakutan jika sang majikan kembali memaksakan kehendaknya, sementara tubuhnya sendiri kini sedikit sulit ia gerakkan akibat serangan bertubi-tubi lelaki itu beberapa saat yang lalu. "Hei!" panggil Aditya, kembali menyentuh lengan atas Sarah, saat Sarah berusaha menariknya, Aditya justru mencengkram kuat hingga usaha Sarah pun gagal total. "J-jangan, Tuan Muda ..., saya mohon," pinta Sarah sambil menatap mata Aditya dengan sorot menghiba. Wajahnya bahkan begitu sembab dengan hidung memerah akibat tiada henti menangis. "Jangan apa, Sayang?" tanya Aditya mengejek sembari semakin memangkas jarak mereka hingga wajah keduanya hampir bersentuhan. Mata lelaki itu menatap penuh gairah pada bibir Sarah yang membengkak berkat ulahnya. "Tu—," "Sstt!" titah Aditya sembari meletakkan jari telunjuk pada bibir Sarah hingga membuatnya terdiam. "yah, diam lebih baik, Sayang. Kamu cukup ikuti semua kemauan ku. Maka, kamu akan mendapatkan lebih," tukasnya senang karena Sarah menurut. "Maksud, Tuan Muda?" tanya Sarah memberanikan diri saat telunjuk Aditya turun ke lehernya hingga membuatnya semakin bergetar. Ia bahkan harus memejamkan mata saat jemari lelaki itu menurunkan ujung selimut hingga memperlihatkan tubuh bagian depan miliknya yang penuh dengan bekas kemerahan. "Indah ... sungguh indah," puji Aditya. Matanya menatap penuh hasrat dada Sarah yang sesuai dengan ukuran favoritnya. Telunjuknya bahkan menyentuh ujungnya hingga membuat Sarah berjengit, namun bertahan untuk menutup mata juga tidak bergerak sedikitpun. Aditya mengalihkan pandangannya, menatap wajah cantik di hadapannya sembari tersenyum lebar. "Aku mempunyai sebuah penawaran untukmu," tukasnya sembari mencuri sebuah kecupan di sudut bibir Sarah. Sarah berjengit kembali sembari membuka mata. Ia terbelalak saat melihat wajah tampan itu tiada berjarak. Dirinya berniat mundur, namun Aditya justru menekan tubuhnya pada kepala ranjang tanpa memundurkan tubuhnya. "Tu—" "Puaskan aku. Jika kamu berhasil, maka aku akan membebaskan dirimu. Tapi, jika kamu gagal? Maka, kamu tidak akan pernah aku ijinkan keluar dari kamar ini untuk selamanya." Mata Sarah semakin terbelalak. Ia lantas menoleh cepat pada wajah innocent sang majikan, namun hal itu justru membuat Aditya melabuhkan bibirnya di sana. Sarah tercekat, ia berniat mendorong tubuh besar itu, akan tetapi Aditya telah lebih dulu mendorongnya ke kiri hingga keduanya jatuh telentang tanpa memutus tautan bibir mereka. Aditya bahkan menggigit pelan bibir bawah Sarah hingga dirinya terpaksa membuka mulut. Jeritannya bahkan teredam saat Aditya tiada hentinya mengajaknya salin memilin di dalam sana. Sementara tangan lelaki itu mulai bergerilya kemana-mana. Aditya sedikit menarik diri saat Sarah harus mengisi paru-parunya yang terasa kosong. Namun kedua lengannya bertahan untuk mengungkung ga dis yang telah membuatnya candu sejak pertama kali disentuh. "Ayo, Sayang, puaskan aku!" titahnya kembali sembari berguling ke kiri, sama-sama berbaring telentang. "Saya ... tidak bisa, Tuan," sahut Sarah, merasa malu tubuhnya terpampang sempurna. Namun dirinya tidak diijinkan mengambil selimut yang jatuh ke atas lantai. "Tidak masalah. Karena itu berarti kamu ingin berada di dalam kamar ini untuk selamanya. Jujur, aku justru lebih senang seperti itu. Jadi, setiap kali aku butuh pelampiasan? Aku bisa segera pulang ke rumah, lalu mengajakmu ber cin ta gi la - gi la an. Mungkin kita bisa mencoba berbagai macam gaya, biar nanti aku ajak kamu menonton film bersama," timpal Aditya santai sembari menarik Sarah hingga masuk ke dalam pelukan. Sarah berusaha mendorong, namun tangan Aditya telah sampai di bo kongnya terlebih dahulu, meremasnya kuat hingga Sarah pun memekik kecil yang justru terdengar ero tis di telinga Aditya. "See, kamu ternyata juga menyukai sentuhan ku. Jadi, jangan munafik dengan berusaha menolaknya," tuduh Aditya sambil menatap penuh has rat pada Sarah.Raditya melajukan motornya dengan kencang. Sebuah pistol bahkan ia selipkan di pinggang. Wajahnya terlihat menahan murka yang teramat sangat. Suara mesin motornya meraung-raung membelah jalanan, menuju bandara. Ia lantas menghentikan laju motor begitu tiba dan beberapa petugas dengan sigap menyapanya. "Tuan!" "Siapkan penerbangan untukku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Orang-orang itu segera melaksanakan perintah dan tak menunggu lama, Raditya telah berada di dalam kabin pesawat, tengah berusaha merilekskan tubuh sambil memejamkan mata. Kilasan kejadian beberapa saat yang lalu terlintas di benaknya, dimulai dari Chelsea yang, merecoki hingga Ia terpaksa melepaskan sebuah tembakan ke arah kepala gadis itu dan membiarkan mayatnya berada di sana. Namun, Ia menyempatkan diri menghubungi orang-orangnya agar membereskan kekacauan itu. Tanpa terasa perjalanan yang memakan waktu 12 jam pun berakhir. R
Aditya kembali berdecak kesal karena sosok si penelepon nampak tidak menyerah juga. Terbukti dengan banyaknya panggilan tidak terjawab di ponsel miliknya. Lelaki itupun meraih ponselnya, lalu menggeser layarnya ke ke kiri, baru setelahnya meletakkan di depan telinga kirinya. "Mo ngapain Lo nelpon gue?!" sapanya sarkas. Aditya lantas mengayunkan langkahnya menuju pintu keluar."Lo nyulik Sarah kan!" tuding sosok di seberangnya. Suaranya terdengar berburu.Aditya sedikit tersentak, namun tidak menghentikan langkahnya. "Cih! Dapat info darimana Lo?!""Lo gak perlu tau gue dapat info darimana. Yang jelas info ini pasti valid. Jadi Lo gak bisa bohongin gue, Mas. Sekarang jawab dengan jujur, Sarah sama Lo kan?!" desak sosok tersebut kembali. "Lo gak jawab. Gue kirim virus baru ciptaan gue ke jaringan punya Lo, biar sekalian Lo gak bisa kerja selama sebulan."Aditya kembali berdecak kesal, sadar jika sosok yang tak lain adalah adik kembarnya itu mulai me
"Sudah selesai, belum?" tanya Aditya untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu terlihat semakin gusar karena dirinya menilai jika Sarah sengaja berlama-lama memerah ASI nya."Belum, Mas. Sabar ken— argh!" Sarah memekik keras saat Aditya yang tiba-tiba berdiri, menarik kedua kakinya agar turun ke tepi ranjang, lalu membukanya lebar-lebar hingga Sarah terpaksa menumpukan kedua siku nya dengan posisi setengah berbaring, membuat alat pumping tidak bisa bekerja sempurna."Aku gak bisa menunggu lagi!" maki Aditya dengan wajah mengeras, dirinya lantas menyatukan diri dengan satu kali hentak."MAS! ARGH!" Sarah memekik kuat seiring hujaman demi hujaman yang Aditya lakukan terasa kembali meluluhlantakan tubuhnya.***Di tempat lain.Pintu kamar terbuka dari luar, lalu disusul seorang laki-laki paruh baya bertubuh atletis yang dibalut kemeja pas badan berwarna hitam masuk ke dalam kamar. Tak lupa lelaki itu menutup pintu perlahan, dimana ta
"Gak mikirin apa-apa, kok," elak Sarah. Wanita itu beringsut duduk saat Aditya berguling ke kiri hingga batang kejantanannya yang terkulai, terlihat jelas. "aku mau mandi dulu, ya, Mas," pinta nya sembari berdiri. Lalu berjalan ke arah kamar mandi saat melihat anggukan yang Aditya berikan.Aditya gegas ikut bangkit lalu menyusul langkah kaki Sarah dari belakang. "Aku mau ikut, jika kamu bertanya," ungkapnya menjelaskan saat dirinya melihat Sarah menatapnya dengan raut heran."Terserah," sahut Sarah pasrah. "bakal ada ronde kedua ini namanya kalau dia ikut," gumamnya di dalam hati sembari mengesah lelah. Namun tetap melangkah menuju kamar mandi.Sarah gegas masuk ke dalam, begitupula dengan Aditya yang menyusul di belakangnya, tak lupa lelaki itu menutup pintu dan mengunci nya. Sementara Sarah gegas duduk di atas toilet duduk, kemudian menuntaskan hasrat alaminya di sana.Dirinya segera bangkit berdiri, lalu hendak berjalan melewati Aditya yang men
"Mulai hari ini kita bertiga akan tinggal di sini," tukas Aditya, menyilakan Sarah masuk ke dalam apartemen yang telah ia buka pintunya lebar-lebar."Iya, Mas." Sarah pun bergegas masuk ke dalam, disusul Aditya baru setelahnya Gissele yang menggendong Satria, boc@h itu terlihat tertidur pulas dengan mulut dijejalkan botol dot berisi susu formula yang kini tersisa seperempat saja. "Hmmm ... Satria dan Gissele tidur dimana?" tanyanya sembari berbalik, saat dirinya telah berada di tengah-tengah ruang tamu."Satria di kamar sebelah bersama Gissele untuk sementara waktu sampai kita mendapatkan b@by sitter yang sesuai untuknya. Setelah itu, Gissele akan tinggal di unit sebelah. Jadi dia bisa jagain kalian berdua," terang Aditya, kedua tangannya ia daratkan pada kedua pundak Sarah."La-lalu aku tidur dimana?" tanya Sarah kembali dengan gugup.Aditya terkekeh kecil mendengarnya, lelaki itu gegas mengangkat tangan kanannya ke atas lalu menjentikkan jarinya
"Apa yang aku dapatkan jika bersedia memenuhi permintaan, Mas Adit?" tanya Sarah, menawar. Meskipun dirinya kini berada dalam pelukan Aditya."Apa yang kamu mau?" tanya Aditya balik."Bebaskan aku dan Satria," sahut Sarah lugas. Tidak perduli jika Aditya murka sekalipun."Kecuali yang satu itu, Sayang. Kamu bisa bebas meminta yang lainnya, karena sampai matipun aku gak bakal ngelepasin kamu dan Satria lagi. Cukup satu kali kebodohanku yang membuatku kehilangan dirimu dan anak kita. Aku tidak mau mengulang kebodohan yang sama untuk yang kedua kalinya," tolak Aditya sembari mengeratkan pelukannya."Maksud, Mas, apa?" tanya Sarah penasaran."Aku pengen kita rujuk lagi. Gak mungkin kan, kita terus-terusan berbuat dosa seperti ini. Yah ... meskipun ini adalah dosa ternikmat yang pernah aku rasakan. Karena bercinta denganmu adalah candu bagiku," ungkap Aditya, mengaku.Sarah tercekat. "Apa yang barusan itu, benar-benar hanya sebuah mim