Bab 10
Sebuah kalung berkilau Keynan pakaikan di leherku.
Aku terus tertunduk, menatap benda indah itu dengan perasaan senang.
Senyum Keynan juga menyambut saat aku mensejajarkan pandangan.
"Kalung itu sangat cocok buat kamu, Ra," ucapnya lembut. Senyum tipis itu lagi dan lagi mampu membuat dadaku berdebar kencang.
"Makasih banyak Key," balasku lantas memegang kalung pemberian Keynan tepat di atas dada.
"Sama-sama. Kamu tunggu di mobil ya, biar aku bayar dulu sama tuh ben-cong."
"Dia nggak ben-cong Key, dia cuma ngondek aja," timpalku. Keynan lagi membahas soal Mami Beti, yang tadi merias wajahku.
"Halah sama aja, Ra. Udah kamu sana, nanti aku susul. Ini kunci mobilnya." Keynan berlalu, sebelumnya ia telah memberikan kontak mobil itu padaku.
Aku pun segera ke luar untuk men
Bab 11Terdengar ada yang mengetuk kaca mobil. Hingga segera membuatku menjauh dari Keynan dan menyeka air mata.Keynan segera membuka kaca. Ternyata yang mengetuk tadi Mama. Wanita cantik itu kelihatan cemas."Tiara, kamu nggak pa-pa 'kan?" tanya Mama, di belakangnya ada Papa mertua yang hanya menatapku tanpa kata."Tiara baik-baik saja kok, Ma," jawabku datar. Meski dada ini rasanya sesak sekali."Keynan, bawa istri kamu pulang. Dia butuh istirahat," pinta Mama. Setelahnya beliau melambaikan tangan."Ya, Ma." Keynan menutup kaca dan melajukan mobil.Sesampainya di rumah. Aku langsung duduk di depan meja rias. Melepaskan aksesori jepit mutiara yang berkacak di atas daun telinga.Agak kesulitan jemari ini melepasnya. Entah gimana pegawai salon itu memasang benda ini, kenapa pas aku tarik rambutku rasanya sakit.
Bab 12Jantungku hampir melompat dari otot penyangganya. Aku memang takut gelap, karena dulu pernah punya kenangan buruk. Pernah dikunci Ibu tiriku di kamar mandi. Dan sekarang kalau tiba-tiba gelap begini rasa trauma itu akan terngiang kembali."Tiara, kamu takut gelap ya?" tanya Keynan. Tanpa sadar kalau tanganku telah mencengkeram erat lengannya.Aku tak bisa menjawab selain hanya deru napas yang tak beraturan. Keringat dingin bahkan rasanya membanjiri pelipis ini. Pun seluruh tubuhku gemetaran."Tiara, kamu tenang ya, jangan takut." Keynan menenangkan. Ia langsung meraihku dalam dekapan meski gelap gulita. Sesekali cahaya dari kilat yang menembus gorden mencetak bayangan benda di sekeliling. Termasuk bayanganku dan Keynan yang tengah berpelukan."Aku takut gelap Key, takut kalau ada bayangan hitam yang menyeramkan." Agak kelu lidah ini berucap. Ingatan buruk itu masih terpatr
Bab 13Terjingkat langsung aku. Saat Keynan berusaha menarik bajuku hingga robek. Dan itu ternyata hanya mimpi."Rara! Kamu mimpi buruk ya?" Keynan sudah duduk di dekatku."Se-sejak kapan kamu ada di sini, Key?" Napasku yang ngos-ngosan mengeja pertanyaan."Sejak tadi. Kamu mimpi apaan sih? Sampai heboh begitu, mana tadi teriak-teriak jangan Key! Jangan Key! Sampai bikin aku bangun tahu nggak?" Keynan mengomel.Gawat juga kalau dia tahu aku mimpi apa. Duh, gara-gara kiss itu aku mimpi yang enggak-enggak."Heh Rara! Kenapa malah bengong?!" sentak Keynan membuat pikiranku terbuyar."Eh, iya, Key. Kenapa? Aku mimpiin kamu digigit ular," jawabku ngasal."Hah, digigit ular? Ular apaan? Siluman bukan?" Keynan menautkan alisnya. Sepertinya dia menanggapi dengan serius."Emangnya ada ya
Bab 14Sumpah! Siapa pun tolong tampar aku. Apa benar yang barusan Keynan katakan?Nafkah batin?Argh! Nggak menyangka kalau akan secepat ini. Aku tidak perlu merayu dan merendahkan diri untuk mendapatkan hak itu. Ya, meski sebenarnya aku sendiri juga canggung campur malu.Tapi, kesempatan emas ini belum tentu datang dua kali. Jadi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya."Apa kau tidak terpaksa melakukannya Key?" tanyaku berharap kepastian. Kalau pun dia melakukannya dengan kasar dan terpaksa. Itu sama saja aku dengan pela*ur di luar sana."Bukankah itu sebuah kewajiban Ra? Aku sendiri tak tahu bagaimana perasaan ini terhadapmu. Tapi yang jelas di dalam sini penuh dengan peduli." Keynan menunjuk dadanya dengan telunjuk.Aku tertunduk dalam. Telapak tangan ini rasanya sudah dingin karena berkeringat. Mau menatapnya saja aku ma
Bab 15Jelas aku tercengang. Keynan barusan bilang ronde kedua?Tangan kekarnya masih menahanku agar tak beranjak pergi. Padahal sudah seharusnya aku berangkat kerja tapi Keynan masih menatap diri ini dengan seulas senyum.Aku masih diam mematung. Sementara batin bertanya-tanya juga memikirkan jawaban soal celetukan Keynan yang ambigu."Ronde kedua apa Key?" tanyaku agak menyentak.Kemudian Keynan malah tertawa renyah."Nggak Ra, aku hanya bercanda." Keynan berdiri di depanku lalu menangkup wajahku lama. "kamu nggak mau barengan sama aku, berangkatnya?"Kuteguk ludah. Lega kalau dia hanya bercanda soal ronde kedua itu. Kukira dia beneran mau. Eh ternyata, ya begitulah."Nggak Key, aku berangkat sendiri aja. Nanti kelamaan kalau nunggu kamu mandi, siap-siap dan yang lainnya."
Bab 16Sebuah jaket sweater berwarna merah maroon barusan Keynan ke luarkan dari paper bag yang ukurannya tak terlalu besar."Baju kamu basah. Pakai jaket ini ya, nanti takutnya masuk angin."Ah, ternyata Keynan tadi menyentuh area kerah bajuku karena mau ngecek basah atau enggak. Tadinya otakku sudah traveling ke mana-mana."Nggak usah Key, nggak pa-pa kok. Orang basah dikit doang," jawabku enteng."Pakai nggak?! Atau biar aku yang pakaiin?" Keynan memaksa. Kedua matanya mendelik."I-iya." Terpaksa kuraih jaket yang lumayan tebal tersebut dan lekas memakainya. Sumilir angin sewaktu tadi di teras kantor memang rasanya masih meremang di kulitku. Jujur aku memang kedinginan, tapi harusnya yang kubutuhkan bukanlah jaket ini, melainkan pelukan hangat dari Keynan.Cengengesan sendiri batin ini, mengharapkan sesu
Bab 17Inikah yang namanya Nadia? Perempuan yang kala itu disebut Keynan saat pertama kali ia membuaiku dimalam pertama kami.Aku kenal sosok itu, wanita dalam pose mesra bersama Keynan dalam bingkai foto yang bersudut indah."Key …." Aku memanggil pelan. Seraya memungut foto itu juga satu strip obat paracetamol."Hem, kenapa Ra? Ketemu obatnya?" jawab Keynan dengan suara serak parau."Ini ya wanita yang selalu ada di hati kamu?" Aku mengangsurkan foto itu pada Keynan.Ia lekas membuka mata dan agak menyibak selimutnya. Tangan kokoh Keynan menyambut sebingkai foto tersebut lalu terduduk menatap potret di sana lama."Iya, Ra. Namanya Nadia, wanita multitalenta, apa pun yang ada dalam dirinya. Tak pernah kutemui di dalam diri siapa pun. Begitu spesial sekali dia." Keynan menjelaskan. Kedua netra itu seakan tak mau berpaling dar
Bab 18Tak sampai hati ini berkata demikian.Aku lebih memilih meletakkan kembali benda gepeng yang masih menyala tersebut kembali ke atas nakas.Netraku terus menatap wajah Keynan yang masih terlelap. Kuberanikan diri untuk membungkuk lalu mengecup kening Keynan lama. Mencuri kesempatan yang hampir tak pernah kudapatkan selama ini."Mimpi indah Key, semoga ada aku dalam mimpimu," lirihku pelan.Saat aku hendak melangkah. Terasa tanganku tercekal sesuatu."Sudah mulai berani curi-curi ciuman ya?"Kerongkonganku mendadak kering kerontang saat suara itu terdengar.Keynan, apakah dia tadi tahu kalau aku menciumnya? Sumpah! Mau ditaruh di mana mukaku kalau dia tadi cuma pura-pura tidur."Kenapa diam? Tinggal mengakuinya saja, apa susahnya sih."Semaki