Share

3 : Cuma Mimpi

Suasana malam yang mencekam. Seharian hujan terus turun membasahi kota. Jalanan licin, tidak banyak orang yang berlalu-lalang. Jalanan sangat lengang, tidak ada aktifitas yang berarti di sana.

“Ma, nanti kalau udah sampai di rumah, Karin mau langsung bobo aja deh, nggak jadi nemenin papah nonton bola.” Celotehan anak berusia 15 tahun itu didengarkan dengan sangat baik oleh kedua orangtua yang duduk di bangku depan.

“Ah, Karin ingkar janji, tadi pagi katanya kau nemenin papah nonton bola, kok sekarang nggak jadi?” sang ayah menimpali dengan nada bercanda.

“Benar kata ayah, kamu ingkar janji. Tadi pagi kamu semangat banget mau nonton bolanya.” Sang ibu tertawa melihat ekspresi menggemaskan dari putrinya itu.

“Ih, mama,” keluh sang putri, ia memasang wajah cemberut.

Tawa kecil menghiasi keluarga kecil ini. Sepasang suami-istri itu terus menggoda putri mereka dengan berbagai candaan dan sang putri menanggapinya dengan raut wajah cemberut walau sebenarnya ia merasa bahagia.

Sampai pada suatu saat, suara tawa itu berubah menjadi suara jeritan histeris tanpa henti.

“Papaaaaaahh!”

Mobil hitam itu dihantam keras oleh sebuah truk bermuatan semen yang melaju kencang di tengah jalan. Mobil terguling beberapa kali lalu berhenti dengan posisi terbalik.

Lalu…

Sepasang mata terbuka paksa, Karina terbangun dari tidurnya dengan perasaan tidak nyaman.

“Mama, Papah—haahh.”

Jantungnya mendadak berpacu cepat, keringat bercucuran membasahi dahinya, dan napasnya terdengar tidak beraturan. Matanya langsung melihat sekeliling. Kamar tidurnya terlihat gelap, hanya ada cahaya dari lampu tidur yang terletak di atas meja sebelah kasur.

“Cuma mimpi.” Karina menyeka dahinya yang basah, ia menghela napas lega.

Karina bangkit dari kasur, berjalan keluar kamar menuju ke dapur. Ia ingin mengambil air minum. Tenggorokannya terasa sangat kering. Setelah meneguk habis air minumnya, Karina duduk sebentar di kursi. Ia sedang mencoba mencerna kembali mimpinya, ah, itu bukan mimpi. Melainkan sisa trauma dari memorinya di masa lalu.

“Argh, mimpi aneh itu datang lagi.” Karina memijat kepalanya.

Insiden kecelakaan itu kembali terlintas jelas di kepalanya. Bagaimana ia menyaksikan kedua orangtuanya merenggang nyawa setelah menerima banyak luka di sekujur tubuhnya.

Saat Karina berusia 15 tahun, ia mengalami kecelakaan beruntun dan menewaskan kedua orangtuanya. Saat itu hanya Karina yang selamat, ia merasa tidak adil, kenapa hanya dirinya yang selamat.

“Ahh, pusing sekali.” Karina memijat keningnya, ia terus memikirkan mimpi buruk itu.

Karina terus berpikir, sampai-sampai ia tertidur di dapur. Kepalanya ia tumpukan pada tangan kanan yang menekan permukaan meja. Ia tertidur di sana sampai matahari pagi muncul.

“Nona itu kenapa tidur di situ?” Gerutu salah satu maid. Ia berlari menghampiri Karina yang masih tertidur di meja makan.

Beberapa maid menghampiri Karina yang masih terlelap dalam tidurnya.

“Kenapa bisa tidur di sini?” maid itu bertanya-tanya.

 Para maid yang lain juga bingung kenapa Karina bisa tidur di dapur seperti itu. Padahal tempat ini bukan tempat yang layak untuk tidur. Karina tersentak kaget ketika sebuah tangan menyentuh bahunya, ia langsung tersadar dan melihat sekeliling.

Ia sudah di kelilingi para maid yang siap untuk melayaninya hari ini. Karina memijat dahinya pelan dan menhela napas pelan. Bagaimana bisa dia ketiduran di tempat ini?

“Nona, kenapa tidur di sini?” tanya salah satu maid.

“O-O-Oh, Aku ketiduran, Astaga.” Karina menyeka rambutnya kebelakang. Ia merasa sedikit canggung karena para maid itu terus melihat ke arahnya.

Para maid menatapnya dengan tatapan aneh, dari awal Karina sudah merasa kalau para maid sedikit tidak menyukai kehadirannya. Tetapi Karina tidak bisa mengatakan apapun. Bukan maunya berada di tempat ini, ia juga dipaksa.

“Sedang apa kau?”

Suara berat itu menginterupsi seluruh orang yang ada di dapur tak terkecuali Karina. Ia menoleh ke arah Joshua. Pria itu berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Joshua sudah memakai pakaian yang rapi, sepertinya ia akan keluar.

“O-Oh, tidak ada.” Karina membalas dengan suara yang bergetar, ia masih belum terbiasa dengan kehadiran Joshua di sekitarnya.

“Di rumah ini ada banyak kamar tidur, kenapa kau malah tidur di dapur seperti ini?” Tanya Joshua sambil melangkah maju ke arah Karina.

“Oh, aku ketahuan, ya?” Karina bergumam.

Seketika itu para maid langsung undur diri dan meninggalkan mereka berdua di sana. Joshua merasa senang bisa melihat wajah Karina yang polos tanpa riasan sama sekali. Ia suka penampilan natural Karina, sangat indah dan nyaman di pandang.

“Kau sangat cantik tanpa riasan sama sekali,” puji Joshua.

“T-T-Terima kasih.” Karina merasa ketakutan dengan kehadiran Joshua.

Joshua suka melihat Karina yang merasa terintimidasi di bawah kuasanya. Ia tersenyum tipis, lalu jemarinya mengusap pipi Karina sangat lembut.

“Kau beruntung berada di sini.” Joshua berkata dengan nada datar namun memiliki kesan mengintimidasi.

Untuk saat ini ia ingin terus bersama Karina, ia menyukai wanita ini sejak mereka melakukan ronde kedua di dalam kolam air panas. Ia suka suara merdu Karina yang memanggilnya dan tubuh yang indah.

“Mainan ku yang sangat indah.” Jemari Joshua mengusap permukaan bibir Karina yang polos.

Wajah Joshua mendekat ke wajah Karina, ia mencium bibir gadis itu singkat. Ia sangat suka rasanya, bibir itu terlihat seperti tidak pernah di sentuh sama sekali. Terlihat dari sikap Karina yang selalu terkejut setiap ia menciumnya, sama seperti kemarin.

“Kau tidak perlu takut dengan saya, Saya tidak makan orang.” Suara berat itu selalu mampu membuat Karina merinding.

“Baiklah, Tuan.” Ia mencoba tersenyum tipis untuk menutupi rasa gugupnya.

“Hmm, hari ini saya ada beberapa urusan di luar. Kemungkinan akan pulang atau mungkin juga tidak. Jangan sungkan, gedung ini milikmu, jadi kau bebas untuk melakukan apa saja. Jangan takut untuk menyuruh para maid, mereka memang di pekerjaan untukmu.”

Karina menyimak dengan baik penjelasan Joshua. Ia masih bingung kenapa Joshua mau membeli wanita rendahan sepertinya dan memberikan fasilitas sebanyak ini padanya.

“Kalau tidak ada pertanyaan, saya akan pergi.” Joshua berbalik dan melangkah menjauh.

“Uumm, tuan,” panggil Karina ragu-ragu.

Joshua langsung menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Karina yang sepertinya masih di selimuti rasa takut. Ia menunggu wanita itu untuk membuka suara, cukup lama.

“Sebenarnya saya sedikit penasaran, kenapa tuan mau membeli saya?” Karina menunduk takut ketika Joshua menaikkan satu alisnya setelah mendengar pertanyaan itu.

Kemudian Joshua tersenyum, ia memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celana “Anggap saja untuk membayar hutang di masa lalu.”

Setelah mengatakan itu Joshua pergi meninggalkan Karina yang masih bingung dengan jawaban yang ia berikan. Apa maksudnya membayar hutang di masa lalu? 

“Membayar hutang di masa lalu?”

 Karina bingung bukan main. Ia baru pertama kali bertemu dengan Joshua, bagaimana bisa pria itu memiliki hutang padanya?

“Hutang bagaimana? Jangan membuatku penasaran.”

Karina menjambak rambutnya frustasi. Ia kembali duduk dan memikirkan perkataan yang baru saja ia dengar.

“Memangnya aku pernah bertemu dengannya?” Karina mencoba memecahkan teka-teki di dalam kepalanya.

“Memang sih, mukanya seperti tidak asing. Tapi aku tidak tau dia itu siapa dan dia berhutang apa padaku.”

Karina menempelkan pipinya pada permukaan meja, “Aku tidak mengerti sama sekali,” gumamnya pelan, terdengar seperti ia menyerah untuk mengorek-korek ingatannya yang sudah terkubur lama.

Di saat ia sedang bergelut dengan pemikirannya sendiri, Karina di kejutkan oleh kedatangan si tuan tangan kanan.

“Tuan tangan kanan?” Bingung Karina.

“Panggil saya Elliot, Nona.” Tuan tangan kanan itu dengan cepat menyalip ucapan Karina.

Elliot menatap Karina dengan tatapan yang serius, ia berdiri di hadapan Karina, menaruh kedua tangan di depan lalu berdiri tegap tanpa melirik kanan dan kiri.

“ah, iya, tuan Elliot.” Karina membenarkan panggilannya.

“Tidak perlu pakai tuan, Nona.” Tuan tangan kanan itu sangat kaku.

Karina menghela napas pasrah “Baiklah, Elliot.” Karina tampak acuh dengan apa yang barusan ia ucapkan.

“Ada apa?” tanya Karina kemudian.

“Saya di tugaskan untuk menemani Nona saat Tuan sedang pergi.”

Karina tersenyum cangkung, ia tidak biasa di ikuti seperti ini. Ia lebih nyaman sendirian, kalau ada yang mengikuti rasanya akan sangat aneh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status