Setelah memastikan kalau Karina baik-baik saja di bawah pengawasan dokter. Joshua memutuskan untuk pergi dari rumah sakit menuju suatu tempat. Starter mobilnya menyala. Kakinya dengan halus menginjak pedal gas. Mobil pun melaju membelah jalanan malam yang semakin sepi. Kaki berbalut sepatu berwarna hitam itu melangkah menyusuri lorong panjang. Suara tapak yang beradu dengan lantai terdengar nyaring di telinga. Setiap kali algojo berpas-pasan dengannya, mereka akan menuduk singkat untuk memberikan salam. “Di mana mereka?” tanya Joshua pada DK yang dengan senang hati menyambut kedatangan sang bos. DK menunjuk ruangan yang ada di ujung lorong. Ruang eksekusi. Sudah banyak nyawa yang melayang di ruangan itu. Joshua mengangguk-angguk paham. Kakinya lanjut melangkah menuju ruangan itu. Rasa puas menjalar keseluruh tubuh saat melihat dua manusia itu disiksa habis-habisan oleh para algojo. Joshua mendudukkan pantatnya di kursi yang memang sudah disediakan untuknya. Matanya tak lekang men
“Anakku, kamu cantik sekali. Sudah lama mama tidak lihat senyum manis itu. Kamu punya pacar, ya?” mata wanita paruh baya itu menelisik wajah sangat putri yang tampak mencurigakan di matanya. “Mama, apaan sih?” Gadis berusia 15 tahun itu menghindari tatapan sang ibu. Ia sengaja melihat ke arah plafon. “Anak mama sudah besar ternyata. Udah berani menyimpan rahasia, tuh,” goda sang ibu. “Mama, ih. Jangan godain aku terus!” gadis 15 tahun itu terus menghindar. Sang ibu menatap anaknya dengan tatapan penuh kasih. Wanita paruh baya itu sangat mencintai putrinya. Putri satu-satunya yang harus ia jaga. “Siapa yang punya pacar? Anak papah? Waah, ternyata putri papah sudah besar, ya.” Gadis 15 tahun itu terkaget-kaget dengan suara sang ayah yang menggelegar di seluruh ruangan.Dia malu, gadis itu langsung menyembunyikan wajahnya dengan bantal. Ia malu, sungguh malu.“Anak papah sudah besar, asyiikkk.” “aahh, papah.” “Kenalin papah dong, siapa laki-laki yang sudah berani menggoda putri pa
“Beliau ingin bertemu untuk mendiskusikan saham TY Group, pak.” Joshua menghela napas pelan, ia tidak ingin meninggalkan Karina sendirian. Dia masih ingin menemani wanitanya sampai ia sembuh total. “Aku belum bisa meninggalkan Karina, tolong katakan padanya untuk menunggu. Aku tidak ingin pergi.” Mata Joshua lurus menatap Karina. “Baik, pak.” DK membungkuk singkat lalu keluar dari ruangan. Joshua pun berdiri dari duduknya. Ia mendekati ranjang Karina dan duduk di sana mengamati wajah cantik itu dengan perasaan damai. Tangannya menyentuh pipi Karina. Mengusap penuh perasaan bahagia. Walau pernikahan mereka kemarin batal karena insiden menyebalkan itu. Joshua akan tetap bersama Karina dan merencanakan hari pernikahan yang lain. Dia tidak akan menyerah begitu saja dengan pernikahannya. “Behenti menyentuhku seperti ini, rasanya geli.” Karina perlahan membuka mata. Ia tersenyum tipis dan menatap penuh kelembutan ke lelakinya. “Maaf membangunkanmu, sweetheart.” Bibir Joshua dengan lem
“Tingkat kepercayaan dirimu semakin tinggi saja, ya.” Kalista menyilangkan tangan di depan dada.Joshua lagi-lagi tersenyum, terlihat sangat manis namun menusuk begitu tajam. “Jika aku menguncimu, apa kau masih bisa berbicara seperti itu, Nyonya?”“Apa?”Tanpa aba-aba. Joshua mendorong Kalista masuk kembali ke ruangannya dan mengunci pintu serapat mungkin. Joshua mendorong tubuh Kalista sampai tubuh wanita itu membentur dasar sofa yang empuk. Tangan Joshua dengan nakal bermain di atas paha Kalista lalu menelusup masuk ke dalam gaun tidurnya.“Apa yang kau lakukan?” Kalista memekik keras, ia mencoba mendorong Joshua menjauh tapi tenaganya tidak seimbang dengan laki-laki itu.“Basah, huh?” Joshua menatap remeh Kalista. Jarinya sudah menari-nari nakal di atas dalamannya.Geli, nikmat, terangsang, Kalista bisa gila jika Joshua terus mempermainkannya seperti ini. Kalista adalah seorang janda yang sudah lama tidak mendapatkan sentuhan. Tentu saat ada seseorang yang datang untuk menggagahiny
“Sayang.” Karina merentangkan kedua tangannya untuk menyambut kepulangan Joshua. Tapi laki-laki itu menghindari pelukannya dan malah mencium pipi Karina. “Aku bau, sayang. Aku akan mandi dulu, setelah itu baru berpelukan.” Joshua melengos begitu sana melewati Karina dan masuk ke dalam kamarnya. Alis Karina saling bertaut. Laki-laki itu tidak pernah menolak pelukannya. Kenapa sekarang dia begitu?Karina tidak ingin ambil pusing. Dia melanjutkan langkah kaki menuju dapur. Ia memotong beberapa buah lalu menyuapi satu per satu ke dalam mulutnya. Belakang ini nafsu makan Karina meledak-ledak. Ia selalu ingin makan yang manis-manis dan itu membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.Kaki Karina melangkah menuju wastafel utnik mencuci tangan, rasanya sedikit lengket dan tidak nyaman. “Kyaa!” Karina berteriak karena terkejut. Joshua sengaja mengangkat tubuh Karina dan mendudukannya di atas meja. Ia tersenyum manis melihat reaksi Kasina yang sangat menggemaskan. “Sedang apa, sayangku?” ta
“Lepaskan aku!” Karina meronta saat tubuhnya didorong ke dinding oleh Joshua. Kedua tangan Karina dicengkram kuat oleh Joshua. “Dengarkan aku, Karina.” Suara Joshua memelan, ia terlihat sangat ketakutan saat melihat raut wajah benci yang Karina tujukan padanya. “Brengsek! Kau laki-laki brengsek, lepaskan aku!” Karina berteriak di depan wajah Joshua sangat keras. Air mata mengalir deras di pipinya. Tangannya gemetar bukan main.“Karina!” Joshua membentak dengan suara yang lantang. Otomatis Karina mematung melihat wajah mengerikan itu. Ia seperti melihat sosok Joshua Rionard Carrington yang dulu. Rahang Joshua mengeras bukan main. Ia memandang bengis Karina. “Ku bilang, dengarkan aku!” tegasnya. Tangan Karina gemetar hebat. Air matanya semakin deras membasahi pipi. Ia kecewa, sangat kecewa dengan apa yang Joshua lakukan padanya. Semua yang ia katakan selama ini ternyata hanya lah sampah. Selama ini Karina mencintai sampah bukannya manusia. Sedetik kemudian Joshua tersadar. “Maafkan
“Maafkan saya, Tuan.” Maid itu memohon sambil bersujud di kaki Joshua. Suaranya gemetar hebat, tangannya tidak berhenti mengusap meminta ampun pada sang majikan. Joshua memijat dahinya pening. Wajahnya pucat pasi, sakit kepala menderanya tanpa ampun. “Seharusnya kau laporkan padaku apa yang terjadi. Kenapa saat dia pergi dari tempat ini tidak ada yang tau?!” Suara Joshua menggelegar di seluruh ruangan. Ia murka dengan kecerobohan para pelayannya. “Kau dipecat. Jangan tunjukkan lagi mukamu di hadapanku!” Kaki Joshua melangkah pergi meninggalkan sang maid yang masih bersujud di lantai. Beberapa temannya langsung menghampiri dan memeluk maid tersebut. Masih untung Joshua tidak menarik pelatuk pistolnya. “Cari dia sampai dapat! Aku tidak peduli bagaimana pun kondisinya.” Perintahnya pada DK. Ia terlihat sangat marah sekarang. “Baik, pak.” Kaki Joshua kembali melangkah menuju kamar sang wanita. Ia melihat kamar itu kosong sekarang. Perasaannya hancur karena Karina pergi begitu saja m
5 bulan kemudian…Sudah lima bulan berlalu sejak Karina memilih pergi dan tinggal di sebuah desa tempat ia menghabiskan masa kecilnya. Wanita itu terlihat hidup apa adanya, ia bahagia tinggal di rumah sederhana peninggalan kedua orangtuanya. Setiap bulan, Karina rutin pergi ke dokter untuk memeriksakan kandungannya yang sudah menginjak umur enam bulan lebih satu minggu. Karina sangat bahagia saat tahu jenis kelamin anaknya, ia semakin tidak sabar untuk menantikan kelahiran bayi cantik ini. “Terima kasih, saya akan datang lagi.” Karina membungkuk singkat kepada dokter kandungannya.“Hati-hati di jalan, sampai jumpa.” Dokter kandungan itu sangat ramah.Karina keluar dari dalam klinik dan melihat ke arah langit sejenak. Udara sore yang dingin langsung menyapa. “Ugh, dingin.” Karina mengeratkan coat-nya saat melangkah keluar dari klinik kandungan. Ia berjalan santai menuju rumahnya yang jaraknya tidak terlalu jauh. Karina biasa jalan kaki, itu lebih sehat.Cuaca sudah mulai dingin mema