Share

Bab 2 Ambisi Setelah Putus asa

Firasat buruknya berubah nyata saat dirinya tiba di sebuah ruangan autopsi. Pupil matanya bergetar melihat jasad yang diyakini adalah kakaknya terbujur kaku dengan kondisi tak lagi utuh.

"Kakak...." panggil Suga dengan suara berbisik di samping jasad yang tak berbentuk itu.

Suga yang dikenal tangguh, bahkan saat ayah dan ibunya bercerai dan meninggalkan dirinya seorang diri kini terlihat begitu rapuh. Air matanya yang tak pernah keluar kini justru saling berebut untuk tumpah.

"Nak, kamu bisa mengambil jasad kakakmu untuk dikremasi sore ini. Untuk sekarang, silakan isi data identitas yang menyatakan memang bahwa jasad ini memang kakakmu," ucap seorang dokter forensik yang mendampingi Suga memasuki ruang autopsi.

Suga untuk terakhir kalinya memandang wajah pucat kakaknya sebelum pergi. Saat melewati pintu ruang autopsi Suga sempat melihat, beberapa orang yang datang dengan mata sembab dan begitu kacau.

"Mereka keluarga korban yang juga sempat membuat laporan orang hilang. Sama sepertimu, anggota keluarganya menjadi korban dari kasus pembunuhan yang sama," ucap dokter forensik sambil berjalan di samping Suga.

"Apa pelakunya sudah ditemukan?" tanya Suga.

Dokter itu menggelengkan kepalanya diiringi helaan nafas berat. "Belum. Pelakunya untuk saat ini masih buron. Tapi, percayalah. Pihak kepolisian akan mengerahkan segala upayanya untuk mengusut tuntas kasus ini," ucap dokter itu dengan di ikuti tepukan hangat pada bahu Suga.

"Kami pasti akan mengabarimu kabar baik di masa depan. Dan, maaf jasad kakakmu kembali dengan tidak utuh."

Suga menatap langit yang mendung dengan wajah datar tanpa ekspresi. Namun, siapapun pasti tau bagaimana kacaunya pemuda itu ketika melihat matanya yang merah. Saat sedang duduk melamun, Suga melihat seorang pria berjalan melewatinya. Ia kenal pria itu, salah satu detektif terkenal, detektif Zen.

Suga berlari mengejar detektif Zen. "Pak, tunggu sebentar!" seru Suga.

"Anda detektif yang menangani kasus pembunuhan di rusun kumuh itu. Apa saya boleh menanyakan sesuatu?" tanya Suga dengan sorot mata yang lelah.

Detektif Zen mengerutkan keningnya. "Maaf, tapi Anda siapa?" tanya Detektif Zen.

"Saya Suga, adik dari salah satu korban pada kasus itu," ucap Suga. "Apa saya boleh tau siapa pelakunya?"

Detektif Zen menghela nafas panjang, ia menatap Suga dengan pandangan miris. "Nak, untuk saat ini aku belum bisa memberitahumu siapa pelakunya. Pelaku masih buron dan meskipun tertangkap nanti kami juga tidak bisa memberitahumu begitu saja. Namun, kami akan berusaha untuk menangkap dan memberinya hukuman yang setimpal."

"Tapi-"

"Pak, dokter forensik sudah menunggu untuk laporan autopsi dari para korban," ucap seorang pria yang tadi datang bersama detektif Zen.

Suga tak mendapatkan jawaban yang di inginkannya, dan pertanyaannya pun terpotong. Detektif Zen pergi dengan terburu-buru, menyisakan Suga yang memandang punggung pria itu dengan putus asa.

Tak peduli pada hujan yang mulai mengguyur, Suga diam tak bergeming. Tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan handphone-nya, layar handphone menyala dan menampilkan gambar dirinya bersama kakaknya yang tersenyum dan saling merangkul.

Suga tertawa sumbang. "Tak ada yang mau memberitahuku. Mereka sangat lambat, apa aku saja yang mencari keadilan untukmu, Kakak!" ujar Suga dengan suara serak dan sorot mata tajam.

...

10 tahun kemudian.

"Selamat! Selamat untuk diri kita sendiri !" Pekik dan sorak-sorai dari sekumpulan muda-mudi yang melemparkan topi wisudanya ke langit.

"Selamat Suga! Kamu akhirnya lulus!" ucap seorang pria sambil memeluk dan menepuk punggung Suga dengan hangat.

Hari ini adalah hari di mana Suga akhirnya mendapatkan sertifikasi kelulusannya, setelah hampir 5 tahun berjuang keras di kelas Kriminologi.

"Terima kasih Kak Jonie, kakak sudah menyempatkan datang." Ucap Suga terharu.

"Tentu saja, aku harus datang. Kamu adalah adik junior ku di kampus, dan mungkin akan menjadi adik junior ku juga di departemen khusus nanti." Ucap pria yang bernama Jonie itu sambil tertawa keras.

Benar ini memang impiannya. Setelah tragedi itu Suga telah bertekad dan rela membuang segalanya demi tujuan yang akan ia tuju setelah lulus kuliah. Departemen khusus di mana ia bisa menguak dan mencari keadilan untuk kakaknya.

"Ngomong-ngomong kapan kamu akan mengikuti tes masuknya." Tanya Jonie.

"Secepatnya."

Jonie mengangguk puas. "Baguslah. Kebetulan divisiku mendapat sebuah kasus yang cukup rumit, kuharap kamu bisa segera bergabung denganku."

"Tentu. Tunggu saja kedatanganku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status