Home / Thriller / Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat / Bab 2 Ambisi Setelah Putus asa

Share

Bab 2 Ambisi Setelah Putus asa

Author: BabyKucing
last update Last Updated: 2024-01-26 14:42:47

Firasat buruknya berubah nyata saat dirinya tiba di sebuah ruangan autopsi. Pupil matanya bergetar melihat jasad yang diyakini adalah kakaknya terbujur kaku dengan kondisi tak lagi utuh.

"Kakak...." panggil Suga dengan suara berbisik di samping jasad yang tak berbentuk itu.

Suga yang dikenal tangguh, bahkan saat ayah dan ibunya bercerai dan meninggalkan dirinya seorang diri kini terlihat begitu rapuh. Air matanya yang tak pernah keluar kini justru saling berebut untuk tumpah.

"Nak, kamu bisa mengambil jasad kakakmu untuk dikremasi sore ini. Untuk sekarang, silakan isi data identitas yang menyatakan memang bahwa jasad ini memang kakakmu," ucap seorang dokter forensik yang mendampingi Suga memasuki ruang autopsi.

Suga untuk terakhir kalinya memandang wajah pucat kakaknya sebelum pergi. Saat melewati pintu ruang autopsi Suga sempat melihat, beberapa orang yang datang dengan mata sembab dan begitu kacau.

"Mereka keluarga korban yang juga sempat membuat laporan orang hilang. Sama sepertimu, anggota keluarganya menjadi korban dari kasus pembunuhan yang sama," ucap dokter forensik sambil berjalan di samping Suga.

"Apa pelakunya sudah ditemukan?" tanya Suga.

Dokter itu menggelengkan kepalanya diiringi helaan nafas berat. "Belum. Pelakunya untuk saat ini masih buron. Tapi, percayalah. Pihak kepolisian akan mengerahkan segala upayanya untuk mengusut tuntas kasus ini," ucap dokter itu dengan di ikuti tepukan hangat pada bahu Suga.

"Kami pasti akan mengabarimu kabar baik di masa depan. Dan, maaf jasad kakakmu kembali dengan tidak utuh."

Suga menatap langit yang mendung dengan wajah datar tanpa ekspresi. Namun, siapapun pasti tau bagaimana kacaunya pemuda itu ketika melihat matanya yang merah. Saat sedang duduk melamun, Suga melihat seorang pria berjalan melewatinya. Ia kenal pria itu, salah satu detektif terkenal, detektif Zen.

Suga berlari mengejar detektif Zen. "Pak, tunggu sebentar!" seru Suga.

"Anda detektif yang menangani kasus pembunuhan di rusun kumuh itu. Apa saya boleh menanyakan sesuatu?" tanya Suga dengan sorot mata yang lelah.

Detektif Zen mengerutkan keningnya. "Maaf, tapi Anda siapa?" tanya Detektif Zen.

"Saya Suga, adik dari salah satu korban pada kasus itu," ucap Suga. "Apa saya boleh tau siapa pelakunya?"

Detektif Zen menghela nafas panjang, ia menatap Suga dengan pandangan miris. "Nak, untuk saat ini aku belum bisa memberitahumu siapa pelakunya. Pelaku masih buron dan meskipun tertangkap nanti kami juga tidak bisa memberitahumu begitu saja. Namun, kami akan berusaha untuk menangkap dan memberinya hukuman yang setimpal."

"Tapi-"

"Pak, dokter forensik sudah menunggu untuk laporan autopsi dari para korban," ucap seorang pria yang tadi datang bersama detektif Zen.

Suga tak mendapatkan jawaban yang di inginkannya, dan pertanyaannya pun terpotong. Detektif Zen pergi dengan terburu-buru, menyisakan Suga yang memandang punggung pria itu dengan putus asa.

Tak peduli pada hujan yang mulai mengguyur, Suga diam tak bergeming. Tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan handphone-nya, layar handphone menyala dan menampilkan gambar dirinya bersama kakaknya yang tersenyum dan saling merangkul.

Suga tertawa sumbang. "Tak ada yang mau memberitahuku. Mereka sangat lambat, apa aku saja yang mencari keadilan untukmu, Kakak!" ujar Suga dengan suara serak dan sorot mata tajam.

...

10 tahun kemudian.

"Selamat! Selamat untuk diri kita sendiri !" Pekik dan sorak-sorai dari sekumpulan muda-mudi yang melemparkan topi wisudanya ke langit.

"Selamat Suga! Kamu akhirnya lulus!" ucap seorang pria sambil memeluk dan menepuk punggung Suga dengan hangat.

Hari ini adalah hari di mana Suga akhirnya mendapatkan sertifikasi kelulusannya, setelah hampir 5 tahun berjuang keras di kelas Kriminologi.

"Terima kasih Kak Jonie, kakak sudah menyempatkan datang." Ucap Suga terharu.

"Tentu saja, aku harus datang. Kamu adalah adik junior ku di kampus, dan mungkin akan menjadi adik junior ku juga di departemen khusus nanti." Ucap pria yang bernama Jonie itu sambil tertawa keras.

Benar ini memang impiannya. Setelah tragedi itu Suga telah bertekad dan rela membuang segalanya demi tujuan yang akan ia tuju setelah lulus kuliah. Departemen khusus di mana ia bisa menguak dan mencari keadilan untuk kakaknya.

"Ngomong-ngomong kapan kamu akan mengikuti tes masuknya." Tanya Jonie.

"Secepatnya."

Jonie mengangguk puas. "Baguslah. Kebetulan divisiku mendapat sebuah kasus yang cukup rumit, kuharap kamu bisa segera bergabung denganku."

"Tentu. Tunggu saja kedatanganku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat    21. Awal yang Baru

    Setelah beberapa saat, Kanaya berhenti menangis dan memisahkan dirinya dari Theo. Ia memandang Theo dengan mata yang masih basah. "Kakak... kenapa kamu datang?" tanya Kanaya dengan suara yang lembut. Theo merasa sedikit gugup, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Kakak ingin melihatmu, Kanaya," jawab Theo. "Kakak ingin membantumu pulih." Kanaya memandang Theo dengan mata yang penuh keraguan. "Apakah kakak bisa membantuku?" tanya Kanaya. Theo mengangguk dengan percaya diri. "Kakak bisa, Kanaya," jawab Theo. "Kakak akan membantumu pulih dan melupakan masa lalumu." Kanaya memandang Theo dengan mata yang penuh harapan. "Terima kasih, kakak," gumam Kanaya. Theo tersenyum dan memeluk Kanaya lagi. "Kakak akan selalu ada untukmu, Kanaya," jawab Theo. Saat itu, Suga memasuki kamar dan memandang Theo dan Kanaya dengan senyum. "Bagaimana kabar, Kanaya?" tanya Suga. Kanaya memandang Suga dengan mata yang penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Suga-san," jawab Kanay

  • Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat    20. Dibalik Jeruji Besi

    Saat Suga dan rekan Detektif lainnya selalu di sibukkan oleh berbagai kasus,waktu terus berlalu dengan cepat. Delapan tahun telah berlalu sejak Theo dipenjara. Ia telah mengalami banyak hal di balik jeruji besi, dari pertarungan dengan narapidana lain hingga pertobatan dan perubahan diri. Theo telah menjadi orang yang berbeda dari yang dulu. Ia telah memikirkan kesalahannya dan memutuskan untuk mengubah hidupnya. Ia telah mengikuti program rehabilitasi dan telah belajar banyak hal baru. Tapi meskipun ia telah berubah, Theo masih merasa bahwa ia memiliki hutang budi kepada Suga. Ia masih ingat janji yang Suga buat kepadanya, dan ia berharap bahwa Suga masih menungguinya. Suatu hari, Theo dipanggil oleh petugas penjara untuk menerima tamu. Ia tidak tahu siapa tamu itu, tapi ia berharap bahwa itu adalah Suga... Apakah tamu itu benar-benar Suga? Apakah Theo akan dapat memenuhi janjinya kepada Suga? Semua itu masih menjadi misteri... Theo berjalan menuju ruang tamu, hatinya ber

  • Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat    19. Keraguan dan Keyakinan

    Suga langsung merasa bahwa ada sesuatu yang tidak biasa tentang kasus ini. Pembunuh berantai satu dekade lalu tidak meninggalkan pesan seperti itu. "Apa yang membuat pembunuh ini berbeda dari pembunuh berantai satu dekade lalu?" tanya Suga kepada Detektif Jonie. Detektif Jonie menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Detektif Jonie. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Suga mengangguk setuju. "Saya akan memeriksa profil psikologis pembunuh berantai satu dekade lalu dan membandingkannya dengan profil psikologis pembunuh ini," kata Suga. Setelah beberapa saat, Suga menemukan sesuatu yang mencolok. "Pembunuh berantai satu dekade lalu memiliki motif yang jelas, yaitu untuk mencapai keseimbangan," kata Suga. "Tapi pembunuh ini memiliki motif yang tidak jelas. Ia meninggalkan pesan yang berbeda dari pembunuh berantai satu dekade lalu." Detektif Jonie mengangguk dengan serius. "Saya pikir kita harus mencari tahu apa yang membuat pembunuh ini berbeda dari pembunuh beranta

  • Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat    18. Pola Pembunuh

    Setelah 2 hari lalu mendapat pecuil petunjuk aneh dari orang misterius dalam telpon, dan juga teror yang mendadak di alami oleh Detektif Jonie. Kini pria itu kembali bekerja bersama rekan timnya lain. Saat ini Detektif Jonie terus memeriksa data para korban, mencari pola atau kesamaan yang dapat membantu mengungkap identitas pembunuh. Suga, yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba berbicara. "Detektif, saya pikir saya tahu apa yang sedang terjadi," kata Suga. Detektif Jonie menoleh ke Suga dengan rasa penasaran. "Apa yang Anda maksud?" tanya Detektif Jonie. Suga mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Saya pikir pembunuh ini sedang mencoba mengirimkan pesan," kata Suga. "Pesan yang terkait dengan anggota tubuh yang hilang." Detektif Jonie merasa bahwa Suga mungkin benar. "Apa yang Anda pikir pesan itu?" tanya Detektif Jonie. Suga menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Suga. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Detektif Jonie mengangguk setuju. "Baik, kit

  • Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat    17. Bisnis Gelap

    Detektif Jonie dan polisi itu mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Mereka berdua mempersiapkan diri untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi. Tiba-tiba, seorang bayangan muncul di tangga. Bayangan itu terlihat seperti seorang wanita dengan rambut panjang dan gaun hitam. "Siapa Anda?" tanya Detektif Jonie, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa takut. Bayangan itu tidak menjawab. Ia terus berjalan menuju Detektif Jonie dan polisi itu. Detektif Jonie dapat merasakan adrenalin yang meningkat dalam tubuhnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya... Tiba-tiba, bayangan itu berhenti di depan Detektif Jonie. Ia menatap Detektif Jonie dengan mata yang kosong. "Selamat datang, Detektif Jonie," kata bayangan itu dengan suara yang pelan. "Saya telah menunggu Anda." Pertemuan misterius dengan seorang pria aneh, pada awalnya Detektif Jonie merasa skeptis. Akan tetapi, saat ia mulai membuka suara. Entah itu sebuah fakta atau bukan, itu cukup membuat Detektif itu tercen

  • Obsesi Gila Si Pembuat Boneka Mayat    16. Apartemen Kosong dan Rumah Kaca

    Detektif Jonie memandang pria itu dengan curiga. Ia tidak tahu apa motif pria itu untuk membantu. "Apa yang Anda maksud dengan 'Luna sedang dalam bahaya'?" tanya Detektif Jonie. Pria itu mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Luna telah menerima ancaman dari seseorang yang tidak dikenal," kata pria itu. "Dan saya pikir ancaman itu terkait dengan kasus orang hilang yang sedang Anda selidiki." Detektif Jonie langsung meminta pria itu untuk memberikan lebih banyak informasi tentang ancaman itu. Saat pria itu sedang menjelaskan, polisi yang sedang mencari alamat rumah Luna datang menghampiri Detektif Jonie. "Detektif, kami telah menemukan alamat rumah Luna," kata polisi itu. "Apa itu?" tanya Detektif Jonie. "Alamat rumah Luna adalah di sebuah apartemen di kota," jawab polisi itu. "Tapi, ada sesuatu yang aneh. Apartemen itu telah dikosongkan." Detektif Jonie langsung meminta polisi untuk menyelidiki apartemen itu lebih lanjut. Detektif Jonie dan polisi yang men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status