Letta yang melihat hari mulai sore, menyadari bahwa sudah seharusnya ia membawakan berkas ini ke perusahaan Nathan untuk dievaluasi oleh tim Nathan. Akhirnya, Letta pulang terlebih dahulu, berganti pakaian, kemudian berangkat.Kali ini, Letta memakai baju yang lebih longgar. Di dalam taksi, Letta menjawab panggilan dari Nathan dengan hati-hati.“Ada apa?” tanya Letta dengan nada yang sedikit manja.(“Kamu sedang apa sekarang? Apa sudah ke perusahaan?”)“Iya, aku jalan ke sana sekarang. Tadi mamamu datang ke rumah. Sepertinya ada yang dicari,” ucap Letta.(“Mama? Dia tidak marah padamu?”) tanya Nathan, khawatir.“Tidak. Hanya saja, dia bertingkah sedikit aneh. Syukurnya waktu pulang dia tidak bilang apa-apa,” balas Letta.Nathan terdengar menghela napas panjang di seberang sana. Seolah dia merasa senang bahwa tidak terjadi hal buruk pada Letta saat menghadapi mamanya.(“Kamu tidak memakai pakaian yang aku suka, kan, Darling?”) tanya Nathan.“Haha, of course not, Love. Kamu tahu kalau b
Mama Nathan, Neira, mencoba mencaritahu bagaimana sang anak bisa menyalurkan hasratnya. Ia tahu betul bahwa Nathan punya salah satu kelainan yang membuat Neira akhirnya mengizinkan Nathan menikah.Pasti ada sesuatu yang membuat Nathan bisa tak menyentuh Jenna lagi. Ada pelarian yang tidak Neira tahu sebagai orang tua Nathan.Tempat pertama yang ia kunjungi adalah rumah Nathan itu sendiri. Baru berdiri di halamannya saja, Neira sudah bisa tahu kalau ada orang di dalam rumahnya.‘Jenna tak mungkin bisa pulang. Pasti wanita yang pernah kulihat ada di dalam lagi,’ batinnya.Dengan cepat, ia melangkah masuk ke dalam sana, mencari siapa yang tengah berada di dalam. Baru saja masuk, Neira melihat sosok wanita itu lagi. Kali ini dia membawa kain pel beserta lap kotor di bahunya, dan ember kotor berisikan air yang sudah sedikit keruh.Letta yang melihat kedatangan mama Nathan jelas kaget. Ia tidak tahu kalau akan ada orang yang datang hari ini. Ia kira, hari ini akan sepi.“Ta- Tante!” Letta t
Jenna membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa pusing dan bahkan ia kesakitan hanya dengan membuka matanya. Ia merasakan tubuhnya berbaring pada tempat yang empuk. Tetapi, rasanya langsung menyentuh kulit tubuhnya. Setelah beberapa saat mencoba mengumpulkan nyawa, Jenna dibuat terkejut saat melihat tubuhnya hanya tersisa dalaman semata. Ia spontan bangun dan melihat ke sekitar. Tak ada siapapun di sana, tetapi, ruangan ini asing. ‘Apa ini?! Di mana aku?!’ batin Jenna sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Ia merasa malu karena sebagian besar tubuhnya terekspos begitu saja. Turun dari ranjang dan menyentuh lantai, Jenna mencari ke sembarang arah pakaiannya yang tak ada. Ruangan yang hanya ada kasur itu membuat Jenna semakin kebingungan. ‘Aku hanya minum setegak minuman, tapi kenapa aku pingsan?! Siapa pria itu?!’ Jenna merasa tak terima. CKLEKK. Pintu yang terbuka di belakang spontan membuat Jenna langsung menoleh ke belakang. Betapa terkejut dirinya saat melihat sang mam
Baru saja melangkah cukup jauh hendak mencari tempat untuk membeli kopi, sebuah tangan mendadak memegangnya dari belakang, sontak membuat Letta langsung menoleh.Betapa terkejutnya Letta saat melihat sosok Jenna. Sang sahabat yang biasanya selalu tampil cantik dan mencoba terlihat menarik, kini terlihat seperti orang yang sudah kelimpungan untuk sekedar mengurusi dirinya sendiri.“Jenna?!” Letta terbelalak melihatnya.“LE- Letta!” seru Jenna.Pertemuan tak terduga itu membuat Letta memilih mengajak Jenna untuk mampir ke tempat terdekat dari tempat mereka berdua saat ini. Hanya sekedar memesan makanan, Jenna terlihat begitu rakus sekali melahap setiap makanan yang ada di meja.“Ummm, Jenna, kamu bisa makan pelan-pelan. Nanti kamu bisa pesan lagi kok,” Letta mencoba mengajaknya bicara dengan santai.Jenna yang daritadi terus melahap setiap makanan yang ada di atas meja itu melirik. Dia terlihat kelaparan sekali.“Boleh?” tanya Jenna.Letta menganggukkan kepala.“Apa… kamu bisa membayar
Melihat raut wajah Nathan yang memelas melihat ke arahnya membuat Letta sempat tergelitik sejenak. Ia tidak percaya bahwa Nathan bisa mengatakan hal tersebut kepadanya.“Astaga, tidak. Haha, siapa juga yang mau denganku, Nathan,” Letta menertawakan.“Ya pasti ada! Kamu ini cantik, Letta. Apalagi, tubuhmu itu terlalu menggoda untuk tak didekati,” balas Nathan sambil memujinya.Wajah Letta mendadak memerah setelah mendapatkan pujian mendadak dari Nathan. Ia tidak tahu kenapa mendadak saja perasaannya tak bisa ia kendalikan.Dengan segera, Letta mendapati sinyal Nathan yang sengaja mendatanginya. Malam yang panas membuat Nathan tak usai untuk terus menikmati tubuh Letta. Sebelum pergi jauh dalam kurun waktu yang tidak diketahui, paling tidak Nathan ingin terus membayangkan rasa tubuh yang ia rasa sekarang.“Apa ada yang ingin kamu coba, sebelum kita tak bertemu dalam jangka waktu yang cukup lama?” tanya Nathan, yang
Letta buru-buru menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tidak karuan. Ia sangat senang mendengar kabar bahwa adiknya telah sadar. Kakinya melangkah dengan segera, mencari kamar baru adiknya ditempatkan.Ketika sampai di pintu kamar, ia melihat adiknya sudah terduduk memandangi jendela melihat keluar dunia yang terang. Air matanya tak tertahankan, perasaan senangnya tak terbendung, Letta begitu senang.“Kyla..” panggil Letta dengan suara yang gemetar.Kyla yang tado melihat ke arah jendela kini berbalik memandangi Letta yang baru saja tiba. Adiknya tersenyum dengan lebar meski wajahnya masih sedikit pucat.“Kak?” ucapnya.Letta berlari menghampiri Kyla, segera memeluknya dengan erat. Ia menangis bahagia. Penantiannya yang tak pernah ia duga kini sudah ia dapatkan. Tak sia-sia bagaimana selama ini Letta memperjuangkan keselamatan Kyla meski kemungkinannya hidup hanya sedikit.Membalas pelukannya, Kyla juga sama