Nathan secara Agresif mendekati Letta secara terang-terangan. Letta berusaha menjaga jarak, tetapi Nathan bertindak nekad. Jenna yang tak peduli membuat Nathan semakin leluasa melakukan aksinya. Makin lama, Letta tenggelam pada pengkhianatan ini. Selain menguntungkannya demi pengobatan adiknya, Letta terjebak pada hubungan tidak sehat yang membuatnya dikendalikan.
View More“Nathan, kenapa melihatku seperti itu?” ucap Letta lirih.
Saat ini, Letta tengah terperangkap di kediaman sang sahabat, Jenna. Niatnya, siang ini dia ingin meminjam uang pada Jenna untuk membayar hutang keluarganya pada rentenir. Namun sialnya, begitu sampai di rumah Jenna, wanita itu justru tidak ada di rumah. Padahal, sebelumnya Jenna mengatakan ia ada di rumah. Lebih sial lagi, Letta justru dihadapkan dengan Nathan, suami Jenna, yang kali ini bersikap cukup aneh padanya. Sejak Letta datang, pria itu sudah menatapnya dengan aneh. Bahkan, terlihat seperti ingin memangsa Letta. Padahal, biasanya tidak pernah seperti itu. Pria itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan Letta, dan terus menatapnya dengan aneh. “Nathan, kira-kira Jenna akan pulang pukul berapa?” tanya Letta lagi. Nathan tampak menghela napas ringan, lalu menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu, Letta. Dia pergi sejak pagi dan tidak ada kabar lagi.” Letta terdiam sejenak, lalu berkata, “Begitu ya? Kalau gitu aku pamit saja. Maaf mengganggu waktumu.” Namun, saat Letta baru berbalik dan melangkah, suara Nathan menghentikannya. “Letta, bukankah kamu ingin meminjam uang saat ini juga? Kenapa malah pergi?” tanya Nathan tanpa basa-basi. Letta terkejut mendengarnya. Ia hanya menceritakan itu kepada Jenna mengenai apa yang tengah ia alami. Apa Nathan membaca pesan yang Letta kirim kepada Jenna pagi tadi? “Berapa yang kamu butuhkan?” tanya Nathan lagi. Saat itu juga, Letta kembali berbalik dan menatap Nathan sejenak lalu menundukkan kepalanya. “Tidak perlu, Nathan. Aku akan meminjam dari Jenna saja nanti.” “Letta, Jenna adalah istriku, meminjam uang padanya juga sama saja meminjam padaku, kan?” Nathan menatap Letta cukup lama. Letta kembali terdiam. Secara tidak langsung, yang dikatakan Nathan memang benar, mengingat mereka ada sepasang suami istri. Namun, bagi Letta tetap tidak enak jika meminjam uang pada Nathan. “Kamu benar, tapi tidak usah tidak apa. Aku akan menunggu Jenna atau meminjam pada orang lain saja,” kata Letta akhirnya. “Letta, aku tahu kamu membutuhkannya segera. Siapa yang bisa meminjamimu 80 juta dalam waktu singkat? Aku ragu ada yang bisa melakukannya jika bukan orang dekatmu,” ujar Nathan yang kembali membuat Letta menelan ludah karena lagi-lagi Nathan mengatakan sesuatu yang benar. “Aku akan memberikan uang itu sekarang, Letta. Tapi, aku juga ingin minta tolong satu hal padamu,” kata Nathan lagi, karena Letta tak kunjung bersuara. Letta menatap Nathan dengan penuh selidik. Selama ini, ia hanya mengenal Nathan seadanya, tidak pernah terlibat urusan yang cukup jauh secara pribadi. Namun, kedekatannya dengan Jenna membuat mereka cukup sering bertemu. “Apa itu?” tanya Letta akhirnya. “Tolong buatkan aku makanan. Aku sangat lapar karena sejak pagi belum makan. Jenna tidak membuat makanan untukku,” jelas Nathan dengan apa adanya. Letta mengernyitkan dahinya. Selama ini ia tahu bahwa Jenna memang sangat sibuk dan sering meninggalkan rumah. Bahkan, terkadang sahabatnya itu juga meminta bantuan padanya untuk mengurus keperluan rumahnya, seperti menitip membeli beberapa bahan makanan, memasak sedikit untuk Nathan, dan menitip untuk mengantar pakaian kotor ke laundry. “Kenapa kamu tidak pesan online, Nathan? Ini sudah hampir jam makan siang,” ujar Letta sedikit heran. Tidak mungkin Nathan tidak punya uang atau kuota internet untuk memesan makanan secara online karena ia adalah seorang CEO. “Kamu tahu kan aku tidak suka makanan yang dipesan online, kebanyakan hanya makanan cepat saji, tidak banyak pilihan untuk makanan rumahan,” jawab Nathan dengan santai. Letta menghela napas. “Aku akan membuat makanan untukmu, tapi kamu tidak perlu memberiku uang itu, tidak apa.” Namun, Nathan menggeleng dan berkata, “Aku tahu kamu sangat butuh uang itu saat ini juga. Kalau kamu tidak nyaman, anggap saja uang itu dari Jenna.” Letta melirik jam dinding sekilas. Saat ini telah hampir pukul 12 siang, sedangkan rentenir itu mengatakan akan mendatanginya sekitar pukul 3 sore. Memang tidak ada banyak waktu lagi. Letta menundukkan kepalanya, ia semakin merasa bimbang. Namun, rasanya memang ia tidak memiliki pilihan lain. “Baiklah. Nanti, aku akan menyicilnya setiap bulan. Terima kasih, Nathan,” kata Letta akhirnya. “Kamu ingin makan apa?” “Apa saja.” Nathan tersenyum, tetapi senyuman itu justru terasa aneh di mata Letta. ** Ketika Letta sibuk menyiapkan makanan untuk Nathan, pria itu justru tidak melepas pandangannya dari sosok Letta. Selama pernikahannya dengan Jenna, Nathan hampir tidak pernah dilayani sebagai suami dengan baik. Jenna selalu sibuk dengan pekerjaannya di butik, melebihi kesibukan Nathan yang merupakan seorang CEO. Bahkan, untuk urusan ranjang pun terkadang Nathan harus memohon pada Jenna. Hal itu benar-benar membuat Nathan merasa frustasi. Sebagai seorang pria, jelas Nathan ingin ia dilayani dengan baik sebagai seorang suami. Terlebih, ia juga telah memberi segalanya untuk Jenna. Nathan menghela napas berat, lalu melangkah lebih dekat ke arah Letta yang masih sibuk memasak. “Letta, aku sudah mentransfer uang itu ke rekeningmu,” kata Nathan sambil menunjukkan bukti pemindahan dana dari ponselnya. Letta buru-buru menoleh. Ia tidak menduga jika Nathan akan langsung mengirim uang itu. Ia menatap Nathan dengan sedikit berkaca-kaca. “Terima kasih, Nathan. Kamu dan Jenna memang sangat baik.” Nathan hanya mengangguk, lalu melangkah untuk mengambil segelas air minum. “Tunggu sebentar lagi, makanannya akan segera matang. Aku membuat sup ayam, karena di kulkas hanya ada bahan-bahan yang pas untuk membuat sup ayam,” kata Letta lagi, lalu kembali fokus pada masakannya. Di sela itu, Letta juga mulai menata piring dan mangkuk di mini bar yang ada di dapur rumah itu. Namun, yang tidak Letta sadari adalah sejak tadi tatapan Nathan tidak pernah lepas darinya. Setelah menaruh gelasnya di tempat cuci piring, Nathan berdiri di samping mini bar itu sambil terus menatap Letta. Sudut bibirnya terangkat membuat senyum tipis, pikirannya melayang jauh. “Letta, kenapa tidak kamu saja yang menikah denganku, ya?” ucap Nathan tiba-tiba. Letta langsung menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengatur piring. Ia menatap Nathan dengan kebingungan juga keterkejutan. “Apa maksudmu?” Tatapan mereka bertemu cukup lama. Bukannya menjawab, Nathan justru tanpa sadar mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Letta. Namun, saat itu juga Letta langsung menarik tangannya. “Nathan, kamu ini kenapa? Istrimu adalah sahabatku, kamu jangan seperti itu,” ucap Letta dengan tegas.Letta yang melihat hari mulai sore, menyadari bahwa sudah seharusnya ia membawakan berkas ini ke perusahaan Nathan untuk dievaluasi oleh tim Nathan. Akhirnya, Letta pulang terlebih dahulu, berganti pakaian, kemudian berangkat.Kali ini, Letta memakai baju yang lebih longgar. Di dalam taksi, Letta menjawab panggilan dari Nathan dengan hati-hati.“Ada apa?” tanya Letta dengan nada yang sedikit manja.(“Kamu sedang apa sekarang? Apa sudah ke perusahaan?”)“Iya, aku jalan ke sana sekarang. Tadi mamamu datang ke rumah. Sepertinya ada yang dicari,” ucap Letta.(“Mama? Dia tidak marah padamu?”) tanya Nathan, khawatir.“Tidak. Hanya saja, dia bertingkah sedikit aneh. Syukurnya waktu pulang dia tidak bilang apa-apa,” balas Letta.Nathan terdengar menghela napas panjang di seberang sana. Seolah dia merasa senang bahwa tidak terjadi hal buruk pada Letta saat menghadapi mamanya.(“Kamu tidak memakai pakaian yang aku suka, kan, Darling?”) tanya Nathan.“Haha, of course not, Love. Kamu tahu kalau b
Mama Nathan, Neira, mencoba mencaritahu bagaimana sang anak bisa menyalurkan hasratnya. Ia tahu betul bahwa Nathan punya salah satu kelainan yang membuat Neira akhirnya mengizinkan Nathan menikah.Pasti ada sesuatu yang membuat Nathan bisa tak menyentuh Jenna lagi. Ada pelarian yang tidak Neira tahu sebagai orang tua Nathan.Tempat pertama yang ia kunjungi adalah rumah Nathan itu sendiri. Baru berdiri di halamannya saja, Neira sudah bisa tahu kalau ada orang di dalam rumahnya.‘Jenna tak mungkin bisa pulang. Pasti wanita yang pernah kulihat ada di dalam lagi,’ batinnya.Dengan cepat, ia melangkah masuk ke dalam sana, mencari siapa yang tengah berada di dalam. Baru saja masuk, Neira melihat sosok wanita itu lagi. Kali ini dia membawa kain pel beserta lap kotor di bahunya, dan ember kotor berisikan air yang sudah sedikit keruh.Letta yang melihat kedatangan mama Nathan jelas kaget. Ia tidak tahu kalau akan ada orang yang datang hari ini. Ia kira, hari ini akan sepi.“Ta- Tante!” Letta t
Jenna membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa pusing dan bahkan ia kesakitan hanya dengan membuka matanya. Ia merasakan tubuhnya berbaring pada tempat yang empuk. Tetapi, rasanya langsung menyentuh kulit tubuhnya. Setelah beberapa saat mencoba mengumpulkan nyawa, Jenna dibuat terkejut saat melihat tubuhnya hanya tersisa dalaman semata. Ia spontan bangun dan melihat ke sekitar. Tak ada siapapun di sana, tetapi, ruangan ini asing. ‘Apa ini?! Di mana aku?!’ batin Jenna sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Ia merasa malu karena sebagian besar tubuhnya terekspos begitu saja. Turun dari ranjang dan menyentuh lantai, Jenna mencari ke sembarang arah pakaiannya yang tak ada. Ruangan yang hanya ada kasur itu membuat Jenna semakin kebingungan. ‘Aku hanya minum setegak minuman, tapi kenapa aku pingsan?! Siapa pria itu?!’ Jenna merasa tak terima. CKLEKK. Pintu yang terbuka di belakang spontan membuat Jenna langsung menoleh ke belakang. Betapa terkejut dirinya saat melihat sang mam
Baru saja melangkah cukup jauh hendak mencari tempat untuk membeli kopi, sebuah tangan mendadak memegangnya dari belakang, sontak membuat Letta langsung menoleh.Betapa terkejutnya Letta saat melihat sosok Jenna. Sang sahabat yang biasanya selalu tampil cantik dan mencoba terlihat menarik, kini terlihat seperti orang yang sudah kelimpungan untuk sekedar mengurusi dirinya sendiri.“Jenna?!” Letta terbelalak melihatnya.“LE- Letta!” seru Jenna.Pertemuan tak terduga itu membuat Letta memilih mengajak Jenna untuk mampir ke tempat terdekat dari tempat mereka berdua saat ini. Hanya sekedar memesan makanan, Jenna terlihat begitu rakus sekali melahap setiap makanan yang ada di meja.“Ummm, Jenna, kamu bisa makan pelan-pelan. Nanti kamu bisa pesan lagi kok,” Letta mencoba mengajaknya bicara dengan santai.Jenna yang daritadi terus melahap setiap makanan yang ada di atas meja itu melirik. Dia terlihat kelaparan sekali.“Boleh?” tanya Jenna.Letta menganggukkan kepala.“Apa… kamu bisa membayar
Melihat raut wajah Nathan yang memelas melihat ke arahnya membuat Letta sempat tergelitik sejenak. Ia tidak percaya bahwa Nathan bisa mengatakan hal tersebut kepadanya.“Astaga, tidak. Haha, siapa juga yang mau denganku, Nathan,” Letta menertawakan.“Ya pasti ada! Kamu ini cantik, Letta. Apalagi, tubuhmu itu terlalu menggoda untuk tak didekati,” balas Nathan sambil memujinya.Wajah Letta mendadak memerah setelah mendapatkan pujian mendadak dari Nathan. Ia tidak tahu kenapa mendadak saja perasaannya tak bisa ia kendalikan.Dengan segera, Letta mendapati sinyal Nathan yang sengaja mendatanginya. Malam yang panas membuat Nathan tak usai untuk terus menikmati tubuh Letta. Sebelum pergi jauh dalam kurun waktu yang tidak diketahui, paling tidak Nathan ingin terus membayangkan rasa tubuh yang ia rasa sekarang.“Apa ada yang ingin kamu coba, sebelum kita tak bertemu dalam jangka waktu yang cukup lama?” tanya Nathan, yang
Letta buru-buru menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tidak karuan. Ia sangat senang mendengar kabar bahwa adiknya telah sadar. Kakinya melangkah dengan segera, mencari kamar baru adiknya ditempatkan.Ketika sampai di pintu kamar, ia melihat adiknya sudah terduduk memandangi jendela melihat keluar dunia yang terang. Air matanya tak tertahankan, perasaan senangnya tak terbendung, Letta begitu senang.“Kyla..” panggil Letta dengan suara yang gemetar.Kyla yang tado melihat ke arah jendela kini berbalik memandangi Letta yang baru saja tiba. Adiknya tersenyum dengan lebar meski wajahnya masih sedikit pucat.“Kak?” ucapnya.Letta berlari menghampiri Kyla, segera memeluknya dengan erat. Ia menangis bahagia. Penantiannya yang tak pernah ia duga kini sudah ia dapatkan. Tak sia-sia bagaimana selama ini Letta memperjuangkan keselamatan Kyla meski kemungkinannya hidup hanya sedikit.Membalas pelukannya, Kyla juga sama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments