Share

Bibirnya Begitu Manis dan Kecil

Grace yang mendapat ketukan pintu saat ia kembali memasang dressnya dengan benar, dia membuka pintu dan terlihat seorang bodyguard Marvel memberikan paperbag padanya.

"Ini pesanan Tuan Muda untuk Anda, Nona."

"Saya Pak Yudi," katanya lagi seraya memperkenalkan diri pada Grace.

Sejenak Grace berpikir bahwa pria bertubuh besar ini tadilah yang menyetir mobil. Grace menganggukkan kepala lalu menerima paperbag itu dan kembali menutup pintu kamar.

Sebelum Marvel keluar dari kamar mandi, Grace dengan tergesa-gesa memakai baju kaos dan celana training yang baru saja dibeli oleh bodyguard Marvel. Tak lupa dia memasukkan dressnya ke paperbag itu dan merapikan rambutnya. Grace mengikat rambut yang panjang dan ia kembali duduk di ranjang.

Hujan belum reda, apakah hujan ini akan reda hingga subuh?

Ting!

1 pesan masuk dari ponsel Grace.

Bunda

[Kamu di mana, Sayang? Jam berapa akan pulang?]

Ibu Grace mengirim pesan pada anak perempuannya karena malam ini sudah menunjukkan pukul 22.12 WIB.

[Sebentar lagi, Bun.]

Send!

Grace membalas pesan ibunya dengan cepat lalu mengangkat kepalanya saat terdengar suara pintu kamar mandi terbuka.

Ia berdiri dengan wajah gelisah. Grace harus meminta tolong pada Marvel untuk mengantarnya pulang, karena jika ia mengandalkan angkutan umum mungkin sudah tak ada dan sulit dicari. Jika taksi, itu akan sangat mahal bayarannya. Walaupun Marvel sudah memberinya uang yang sangat banyak tadi.

"Mm, Om. Bisakah kau mengantarkanku pulang?" tanyanya dengan hati-hati. Takut Marvel akan marah padanya dan menolak permintaannya.

Marvel menganggukkan kepalanya dan sejenak ia terdiam. Melihat penampilan Grace yang terlihat seperti anak muda. Pakaian santai yang ia kenakan benar-benar cocok di tubuhnya yang ramping.

"By the way, terimakasih banyak Om atas bajunya ini. Saya merasa nyaman," ujar Grace yang mengetahui Marvel sedari tadi menatap tubuhnya.

"Iya," ujar Marvel singkat. Ia mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada bodyguardnya agar meninggalkan mobil miliknya di parkiran hotel karena ia akan memakai mobil itu sekarang.

Ping!

[Baik, Tuan Muda.]

Setelah mendapat balasan dari mereka. Marvel segera berjalan menuju pintu utama kamar hotel, ia mengeluarkan kunci kamar hotel dari guci kecil lalu memutar kunci tersebut setelah ia memasukkan kuncinya ke dalam engsel pintu.

Grace mengikuti Marvel dari belakang sembari melihat ponselnya yang sudah menunjukkan ke menit dua puluh.

Sesampainya di parkiran mobil VVIP, orang suruhannya berjalan ke arah Marvel dan memberikan kunci mobil padanya.

"Ayo," ajak Marvel seraya membuka kunci mobil dengan remote control. Marvel duduk di kursi kemudi sementara Grace memilih duduk di kursi belakang.

"Pindah ke depan, Grace. Saya bukan supir kamu," ucap Marvel.

Grace mendesah pelan seraya meniupkan poninya lalu ia berpindah duduk ke depan dan Marvel menjalankan mobilnya.

***

Diperjalanan, Marvel maupun Grace hanya diam membisu. Marvel yang fokus mengemudikan mobilnya, sementara Grace termenung menatap ke arah jendela mobil.

Marvel sesekali menatap Grace yang berdiam diri dan kembali memfokuskan pikirannya pada jalan raya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Marvel memecahkan keheningan diantara mereka.

"Enggak ada," jawab Grace singkat dan mendapat helaan napas dari Marvel.

Sungguh, gadis ini sangat sulit ditaklukkan. Sangat berbeda dari wanita-wanita yang pernah ia temui. Karyawan dan wanita malam baginya sama saja. Tetapi, Grace dia sungguh berbeda.

Ada rasa penasaran di lubuk hati Marvel. Ia ingin sekali masuk ke dalam kehidupan Grace. Tetapi, sepertinya gadis itu lebih memilih menutup dirinya dari siapapun.

Rencana awal, Marvel ingin melihat bagaimana reaksi gadis itu saat berada di bawah kungkungannya. Tapi, malah Marvel yang kena imbasnya.

Dia bernafsu melihat wajah Grace dari dekat. Saat Grace memejamkan matanya di saat dia mencium Grace dan meremas di baju kaosnya saat Marvel tak mengetahui bahwa Grace kehilangan oksigennya.

Mengulang kejadian tadi, membuat miliknya kembali menegang. Marvel menoleh ke arah Grace yang masih di dalam posisi yang sama. Marvel mencengkram erat stir mobilnya hingga muncul urat di pergelangan tangan hingga ke punggung tangannya.

Berlama-lama di dekat Grace membuatnya kehilangan kesadaran dan ... ah, sulit dijelaskan, pikirnya.

Sesampainya di gang, Marvel kembali menanyakan di nomor berapakah rumahnya. Tetapi, Grace meminta untuk menurunkannya di mana mobil itu berada. Tentulah Marvel tak akan memberhentikan mobilnya. Ia juga penasaran dan ingin melihat gadis itu masuk ke dalam rumahnya dengan selamat.

"Di sini aja, Om," pinta Grace.

"Di depan lagi," sambung Grace setelah mendapat gelengan kepala dari Marvel.

20 detik kemudian ...

"Oke, stop."

Marvel menghentikan laju mobilnya. Terdapat sebuah rumah sederhana di samping kanan mobilnya.

Saat Grace membuka pintu mobilnya. Marvel menahan pergelangan tangan gadis itu, otomatis Grace kembali menutup pintu mobil milik Marvel dan menoleh ke arah Marvel.

Marvel tersenyum miring lalu melepas sealtbetnya, mendekatkan dirinya ke arah Grace.

Grace langsung memejamkan matanya saat mengetahui Marvel yang kembali mendekati dirinya.

'Jangan cium aku,' batin Grace.

Sementara Marvel yang melihat Grace menutup matanya saat ia mendekati wajahnya. Marvel tersenyum kecil, tanpa suara dan menikmati wajah Grace yang tengah ketakutan.

'Grace, gadis yang polos tapi pikirannya sangat liar,' batin Marvel seraya menyampingkan beberapa helaian rambut Grace yang terurai di pipinya.

Mata Grace terbuka saat merasakan sentuhan tangan Marvel yang menyentuh kulit wajahnya lalu bergerak ke belakang telinga.

Grace bergidik geli, tubuhnya bergetar menerima sentuhan Marvel. Apalagi jari-jari tangannya yang lembut dan dingin.

"Masuklah ke dalam rumahmu."

Seketika kedua mata Grace terbuka. Marvel tak lagi berada di depan wajahnya. Melainkan kembali duduk di tempat kemudinya dengan tenang, memenga stir mobil dengan tangan kanannya.

Tanpa berkata-kata lagi, Grace segera membuka pintu mobil sambil menyelempanhkan tas kecil miliknya dan membawa paperbag.

Setelah Grace menutup pintu mobil milik Marvel, dia tak segera menyalakan mesin mobil. Melainkan melihat Grace yang berjalan memasuki rumahnya sesekali Grace menoleh ke belakang karena Marvel tak jua pergi dari permukiman rumahnya.

Setelah pintu rumah Grace tertutup rapat, barulah Marvel menghidupkan mesin mobilnya dan menjalankan mobil mewahnya keluar dari kawasan permukiman rumah Grace.

***

Sesampainya di kamar hotel, Marvel meletakkan dompet, ponsel dan kunci mobilnya di nakas. Ia mematikan lampu utama, menyisahkan lampu tidur di atas nakas yang menyala dan tetap menghidupkan lampu kamar mandi, tak lupa untuk membuka pintu kamar mandi tersebut agar tak terlalu gelap.

Marvel merasa gerah di tubuhnya, padahal pendingin ruangan tetap menyala dengan suhu 22 derajat celcius.

Dia menoleh ke bawah dan betapa terkejutnya jika barang miliknya kembali menyesakkan celana yang ia kenakan. 'Adik' kecilnya kembali menegang secara tiba-tiba.

"Tadi kamu juga sudah berdiri, sekarang berdiri lagi? Kau benar-benar menyusahkanku saja. Kau harus tahu, aku bersusah payah untuk menidurimu dengan alami tanpa harus menggunakan tanganku ini," gerutu Marvel seraya membuka baju kaosnya, mengganti celana jeansnya dengan celana pendek, longgar berwarna hitam garis merah.

Marvel berjalan menuju kamar mandi dan kembali berendam air dingin sambil membawa ponselnya.

Di dalam bathup, Marvel men-scroll aplikasi E-Mailnya untuk melihat kerjaan di kantornya. Besok pagi, ia berinisiatif untuk menjemput Grace ke rumahnya untuk mengantarnya ke kampus.

Ping!

Gerland

[Malam, Tuan. Saya hanya ingin melaporkan untuk besok pagi kita ada rapat dengan perusahaan Farma Corp.]

Gerland adalah manager di perkantoran milik Marvel, yang di bawah kekuasaannya.

[Iya.]

Send.

Marvel membalas singkat pesan dari Gerland, managernya. Ah, sepertinya ia ada ide.

Marvel kembali mengambil ponsel di samping bathup yang sempat ia letakkan di sana. Ia membuka aplikasi W******p lalu mencari pesan pertama dari Gerland.

[Saya minta tolong untuk membelikan ponsel yang paling bagus. Pakai uangmu dulu, nanti saya akan menggantinya 3 kali lipat.]

Setelah mengirim pesan tersebut pada Gerland, Marvel kembali meletakkan ponselnya seraya meletakkan kedua pergelangan tangannya ke kepala bath up yang setinggi dadanya.

Ping!

Gerland

[Baik, Tuan.]

Marvel menoleh dan melihat pesan dari Gerland tanpa mengambil ponselnya. Ia menyinggungkan senyum di garis bibirnya hingga ia terlihat tampan.

Entahlah, sepertinya Marvel sudah menyukai gadis di bawah umur itu. Bahkan sangat. Marvel ingin sekali memilikinya, bahkan jika itu akan berakibat fatal baginya.

"Grace, gadis polos, lugu dan masih suci itu. Bisa membuat jantungku berdebar dan bahkan milikku saja menegang. Aku hanya mencium bibirnya saja, membuatku langsung terangsang dan aku menginginkan lebih jika saja dia tadi tak menghentikan aksiku. Padahal tadi aku hanya ingin mengerjainya, tapi malah aku yang kena imbasnya."

"Bibirnya begitu manis dan kecil. Aku bahkan tak puas jika hanya melumatnya, tapi aku juga ingin memakan bibir mungil itu. By the way, tubuh mungilnya itu benar-benar charming. Aku menyukai garis wajahnya, matanya yang indah mengkilat, kulitnya yang putih bersih merona, kulit tubuhnya yang halus dan aroma tubuhnya yang harum lembut." Marvel bergumam sembari menikmati aroma cytrus di bathup pemandiannya.

Marvel kembali membayangkan kejadi beberapa jam lalu saat ia melihat gadis itu pertama kali di bar dan berakhir di ranjang kamar hotelnya.

Sungguh mendebarkan dan Marvel ingin mengulang kejadian tadi. Jika saja Grace tidak sekolah, mungkin saja Marvel akan mengajaknya untuk bermalam bersamanya dan akan membawanya ke villa.

Ah, miliknya kembali berdiri saat pikirannya kembali ke Grace. Marvel memejamkan matanya sejenak. Sudah 30 menit ia berendam dan miliknya masih belum tidur juga.

Marvel memijit pelipisnya, kepalanya kembali pusing. Untuk pertama kalinya Marvel menahan hasratnya dengan berendam air dingin di dalam bathup selama ini. Biasanya jika ia berhasrat dengan birahi biologisnya, ia pasti akan memanggil untuk menghangatkan ranjangnya dan akan menerima bayaran jika ia puas.

Tapi, entah kenapa Marvel tak lagi memanggil para jalang-jalang itu untuk datang padanya. Memberikan tubuh mereka padanya, dan sekarang ia memilih untuk berendam. Mungkin saja ia terpanah dengan pesona Grace, jadi ia menahan hasratnya agar ia bisa menyalurkan pada Grace seorang.

***

Grace yang tengah berbaring di ranjang kecilnya, kembali melayangkan pikirannya pada kejadian di kamar hotel.

Ah, Grace sekarang benar-benar menggilai Marvel. Pria itu benar-benar tampan, kulitnya yang putih pucat, rambit hitam legamnya, wangi tubuhnya sangat harum, sentuhan bibir dan tangan Marvel hingga sekarang masih terasa di pipi, dan bibirnya.

Grace memegangi bibirnya yang tadi disentuh Marvel, benar-benar lembut bibir milik Marvel. Bibirnya yang berwarna merah alami, basah dan berisi itu.

Grace menggigit bibir bawahnya, pikirannya sangat kotor setelah bertemu dengan Marvel malam ini. Apalagi saat Marvel menatap matanya. Mata itu benar-benar hitam dan tajam. Menusuk hingga ke sanubarinya.

Mata itu membuatnya seketika gugup, apalagi ketika mata Marvel beralih ke bawah, menatap bibir dan dadanya.

"Ah, sudah jangan berpikir seperti itu."

Grace mengacak-acak rambutnya. Ia berkeringat, mengingat kejadian tadi. Ia merasa ingin lagi dan lagi. Grace merasa bahwa waktu seharusnya berpihak padanya dan Grace bisa merasakan lebih lama lagi. Hingga ia merasa puas dan muak dengan bibir Marvel. Tapi, ia rasa tidak. Melihat Grace yang sangat menawan dan tampan itu.

Ceklek!

Pintu kamar Grace terbuka dan muncul wanita paruh baya yang menggunakan baju tidur berbahan katun berwarna biru putih.

"Bunda."

Grace terbangun dari berbaringnya. Rinrada melihat penampilan aneh Grace. Dari mana ia mendapatkan baju kaos lengan panjang dan celana training itu?

"Kamu pulang? Kapan? Itu baju siapa?"

Grace tergagap, ia harus menjawab pertayaan Rinrada dari mana dulu?

"Hm, iya Bun. Tadi, aku udah pulang. Ini baju teman, tadi bajuku basah karena kena tumpahan jus alpukat. Jadi, dia membelikan untukku."

Rinrada menganggukkan kepalanya, ia percaya.

"Jangan lupa bayar utangmu, ya. Cuci muka, gosok gigi, cuci tangan sama kaki, baru pergi ke atas tempat tidur."

Rinrada menutup pintu kamar milik Grace. Sementara Grace kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia mengambil selimut tipis bergambar Doraemon, memperbaiki posisi tidurnya dan menutup mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status