Cindy membuka matanya perlahan dengan demam yang sudah turun. Ia sedikit menyampingkan tubuhnya seperti baru saja menggeliat dari tidur.
“Apa ini?” Cindy menaikkan tangannya saat melihat ada katup infus yang terpasang di tangannya. Semakin lama Cindy sadar semakin ia menyadari jika dirinya ada di ruang rahasia Sebastian Arson. Cindy makin kaget saat melihat sebuah lengan melingkar di pinggangnya. Ternyata Sebastian ikut tidur di ranjang yang sama dengan kemeja terbuka di bagian depan.
Dengan sisa tenaga, Cindy menolak tangan Sebastian yang masih tidur. Gara-gara gerakan tersebut, Sebastian bangun. Dia langsung menarik Cindy pada pinggangnya sampai Cindy kaget. Sebastian kembali memeluk Cindy dengan sebelah lengan yang sama.
“Bagaimana ... apa yang terjadi?” ucap Cindy mendesah pelan. Ia kaget dan takut melihat Sebastian yang tiba-tiba tidur dengannya.
“Kamu sudah bangun, kan? Sekarang cium aku karena aku sudah jagain kamu seh
“Kamu mau ke mana?” Sebastian menegur Cindy yang berusaha membuka pintu kamar.“Saya harus pulang, Pak. Sudah jam berapa sekarang?” Cindy balik bertanya.“Sudah malam. Ayo tidur!” Sebastian menarik tangan Cindy yang tidak mengenakan infus kembali ke tempat tidur. Cindy agak sedikit terkesiap sekaligus merasakan perih di tangannya.“Pak, uh!” Sebastian tidak berhenti sama sekali. Ia memaksa Cindy duduk di pinggir ranjang lalu memeriksa sekilas infusnya yang tertarik.“Aku sudah bilang kan, kalau besok kamu gak sembuh. Kamu akan menerima hukuman dariku.” Cindy mengernyit kebingungan. Ia dipaksa oleh Sebastian untuk tidur kembali meski masih mengenakan pakaian yang sama. Padahal Cindy ingin pulang.“Pak, saya harus pulang!”“Buat apa? Apa kamu gak bisa tidur di sini saja? Kamu mau membantah perintahku lagi!” Sebastian makin menghardik Cindy yang masih pusing. Ia
Betapa leganya Cindy saat ia berhasil keluar dari Moulson Corporation dan sekarang berada di pinggir jalan berusaha menyetop taksi. Segera Cindy mengulurkan tangan untuk menyetop beberapa mobil yang melintas tapi tidak ada yang berhenti. Cindy pun kembali berjalan lebih jauh sampai merasa aman lalu merogoh ponselnya.Sialnya, ponsel itu malah mati kehabisan baterai. Cindy meringis kesal dan kembali cemas. Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah masuk perusahaan tersebut memastikan tidak ada yang mengikutinya.“Aduh, ke mana sih taksinya? Mana gak bisa pesan taksi online lagi!” gerutu Cindy merutuki keadaannya. Ia kembali melihat ke arah jalan dan tiba-tiba sebuah mobil berhenti di dekatnya. Cindy sempat menengok tapi membuang pandangannya lagi pada jalan berusaha mencari taksi.“Cindy!” Cindy terhenyak dan menoleh ke kiri ke arah mobil yang berhenti tadi.“Naomi?” Cindy menyebut lalu berbalik berjalan cepat ke arah Naomi y
Sudah dua hari Melvin tidak berani datang ke kantornya. Ia jadi diburu utang oleh beberapa orang. Memang tak sebanyak yang ia peroleh dari Sebastian, tapi tetap saja mereka adalah rentenir yang biasa menyewa kelompok preman terkenal di Jakarta. Setelah Cindy pergi tiga hari lalu, Melvin nyaris mengunci rumahnya. Ia hanya memesan makanan lewat jasa online karena sudah tidak ada lagi pembantu di rumah. Para pengantar makanan pun hanya menyangkutkan pesanan makanan di pagar.Hidup Melvin seperti dikejar hantu sekarang. Ia stres dan bisa terkena depresi jika terlalu lama begini. Akhirnya tak tahan lagi, Melvin meminta bantuan orang tuanya. Tidak mudah meyakinkan mereka terlebih karena kedua orang tua Melvin tak menyukai Cindy sebagai menantu.“Tolonglah, Pa. Aku benar-benar butuh bantuan Papa sekarang. Papa bisa kan jual mobil klasik itu dulu. nanti aku beneran ganti deh kalau semuanya kembali normal,” ujar Melvin memelas pada ayahnya melalui sambungan telepon.
“Kita uda lama gak ketemu ya? Aku sempat ke rumah kamu, tapi rumah itu ternyata sudah dijual,” ujar Naomi memulai perbincangannya dengan Cindy. Cindy tersenyum lalu mengangguk.“Iya, suamiku yang menjual.” Cindy sedikit menunduk kala menyebutkan hal tersebut. Kening Naomi mengernyit saat mendengar. Ia meraba tangan Cindy lalu menggenggamnya. Cindy pun menaikkan pandangannya dan tersenyum getir. Memang ada masalah yang terjadi pada Cindy.“Apa kamu mau menceritakan apa yang terjadi, Cin? Kamu keliatan pucat seperti sedang sakit. Apa kamu sedang sakit?” tanya Naomi pada Cindy dengan suara yang lembut.“Aku baru saja sembuh sakit, Nao. Tapi ... apa aku boleh menginap di sini sementara waktu?” tanya Cindy lagi. Ia tengah mencari tempat yang bisa ia percayai. Mungkin Naomi-lah orangnya.“Tentu boleh, cuma ya, harap maklum ya. Kamarku kecil.” Naomi sedikit meringis. Cindy tersenyum lalu menggeleng.
“Lacak ponselnya!” perintah Sebastian pada Elfrant yang duduk di sebelahnya. Elfrant mengangguk dan masih sibuk mencari melalui ponsel. Titiknya belum berubah dan masih tertinggal di kantor Moulson. Itu berarti ponsel Cindy sudah mati.Elfrant menarik napas panjang dan menoleh pada Sebastian yang tampak sangat resah. Sebastian mengepalkan tangan mengetuk-ngetukkan ujungnya pada ujung bibirnya.“Mungkin dia pulang ke tempat orang tuanya,” celetuk Elfrant. Sebastian mendengus lalu menoleh.“Bukannya rumahnya sudah dijual?” Elfrant mengangguk dan kembali sibuk melacak ponsel Cindy.“Dia belum menyalakan ponselnya. Apa dia tahu kalau ponselnya disadap?” Elfrant kembali menyeletuk. Sebastian makin mendengus resah dan cemas. Jika Cindy kembali hilang, maka ia bisa makin mengamuk.“Ah, brengsek!” gerutu Sebastian begitu kesal. Ia tidak peduli dengan kebakaran yang menimpa rumah Melvin dan Cindy.
“Cindy! Cindy!”Sayup-sayup Cindy mendengar suara dari seseorang. Ia mengernyit lalu membuka matanya perlahan. Yang semula kabur lalu makin terang dan Cindy pun tersentak kaget. Ia bangun dan langsung duduk.“Oh, Tuhan! Kebakaran! Kebakaran!”Cindy terengah dan kedua bahunya langsung dipegang oleh Naomi. Naomi bernapas lega saat melihat Cindy sudah sadar setelah dibawa ke salah satu klinik.“Akhirnya kamu sadar. Aku takut banget, aku pikir kamu gak napas lagi.” Naomi berujar dengan raut kecemasan dan kemudian langsung memeluk Cindy. Cindy masih bingung terperangah. Ia diam saja seperti orang kebingungan saat dipeluk dan dilepaskan oleh Naomi.“Apa yang terjadi? Kenapa aku di sini? Bukannya kita ....”“Iya. Kamu pingsan di jalan. Aku aja sampe kaget saat liat kamu tiba-tiba jatuh. Untung gak sampe kelindes mobil,” sahut Naomi dengan mata berkaca-kaca.“Harusnya aku gak b
Sebastian Arson tidak peduli dengan kehebohan kebakaran yang sedang menjadi berita utama hari ini. Sebuah rumah mewah milik seorang pengusaha kaya sudah terbakar habis. Polisi sudah turun tangan dan Melvin akan dimintai keterangan. Namun, Sebastian tidak mencemaskan itu sama sekali. “Dia masih hidup. Sekarang di rumah sakit dengan patah kaki. Rupanya dia melompat dari balkon lantai atas.” Lefrant memberikan laporannya pada Sebastian yang sudah kembali ke ruangannya semula. Ia baru saja memeriksa ruang rahasia yang ditinggalkan oleh Cindy begitu saja. Sebastian ingin mencari jejak Cindy jika wanita itu mungkin bisa ditemukan. “Aku gak peduli kalau dia mau mati atau hidup. Apa Cindy sudah ketemu?” hardik Sebastian dengan kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya. “Gak. Aku belum bisa melacak sinyal ponselnya. Masih mati.” “Ah, sialan!” Sebastian terus mondar-mandir mencoba berpikir lebih cepat tentang apa yang harus ia lakukan sekarang. Jika Cindy tidak bisa ditemukan dan malah berhas
Melvin malah membentak Cindy serta menimpakan seluruh kesalahan pada istrinya tersebut. Cindy terperangah dan kebingungan mendengar tudingan seperti itu. Ia memang kabur dari Moulson, tapi bukankah seharusnya Melvin membelanya? “Mas, kenapa kamu malah menyalahkan aku?” sahut Cindy masih dengan suara lebih rendah. Rasa sedih dan pilu langsung menyergap hatinya. Suami yang sangat ia cintai malah menjual dan mengandaikan tubuhnya demi melunasi utang. Dan kini ia ikut disalahkan karena menyelamatkan diri. “Ya jelas dong, kamu yang salah. Ngapain kamu kabur?” hardik Melvin melotot pada Cindy. “Mas, dia menyekap aku selama tiga hari. Kamu gak nyariin aku apa?” sahut Cindy masih membela diri. “Dia bukan menyekap kamu. Gak mungkin dia melakukan itu, untuk apa? Dia ingin kamu menyelesaikan pekerjaan sampai selesai. Kok kamu gitu saja gak ngerti sih? Kamu kan tahu kalau pekerjaan yang belum selesai itu harus diselesaikan meski sampai lembur!” Melvin kem