Atas keyakinan yang diberikan Kania kepadanya, Kejora pun akhirnya berinisiatif merespon ajakan Andromeda untuk bertemu.
Andromeda sendiri begitu bersemangat saat Kejora mau meresponnya. Kejora rupanya bukan wanita neko-neko yang akan jual mahal kepadanya.
Atas saran dari Kania, Kejora mengajak bertemu di salah satu klub dekat pantai. Dia dengan bersusah payah mengajak Kania ke mall hanya ingin membeli dress untuk bertemu Andromeda.
“Kamu ketemu Mike cuek bebek, sekarang ribut mau beli dress karena mau ketemu Andromeda, aku bingung Mike lebih cakep tapi kamu malah kepincutnya sama pria lokal. Matamu kayaknya eror deh,” omel Kania yang menunggui Kejora. Wanita itu tengah memilih-milih dress.
“Ayolah ... aku udah bosan sama muka-muka Eropa,” kilahnya dengan diplomatis.
Alasan yang sangat tepat sampai-sampai Kania menyetujuinya. “Iya juga sih, hidupmu 22 tahun di Belanda ya pasti bosen liat bule, coba kalau aku. Tumbuh di tempat lokal ya ngebet banget pengen gandeng bule. Tapi kebetulan dapetnya Mas Adam, keturunan Arab-Aceh, untung ganteng,” tuturnya.
“Bagus mana? Merah atau hitam? Terus yang ini terlalu seksi tidak? Kalau ini?” Kejora menjejerkan empat gaun pilihannya.
Kania memutar bola matanya jengah. “Kamu nggak mungkin pake dress panjang ke Klub dong!”
Oke, ada benarnya juga Kania. Kejora mengeliminasi satu gaun.
“Yang merah bagus kok, coba gih.”
Kejora keluar dengan perasaan tak nyaman. “Kayaknya aku gak pilih ini deh,” ucapnya.
“Cantik kok.”
“Tapi ... punggungku kelihatan.”
Kania memutar bola matanya kembali. “Ya udah gih coba yang lainnya.” Dia mengibas-kibaskan tangannya, mengusir Kejora dengan tak sabaran.
Sreeekkk ....
Gorden ruang ganti terbuka, Kejora berdiri dengan canggung kembali.
“Kamu kenapa lagi?” tanya Kania melihat gelagat sahabatnya itu.
“Dadanya kerendahan nggak?”
Kania melihat tangan Kejora menutupi kain di dadanya. Setengah dari gundukan di dadanya tak terhalang dress.
“Cantik! Itu nggak masalah kali. Di Bali mau kamu telanjang juga nggak masalah, nggak akan diarak sama orang kampung!” gerutu Kania merasa gemas dengan tingkah gadis lokal yang lama tinggal di Eropa. Sifatnya malah lebih polos dari pada wanita lokal yang tinggal di Asia.
“Jadi yang mana?” Kejora bertanya kesekian kalinya.
“Duh, kamu nih ya! Ya udah pede aja, kalau mau buat Andromeda kesemsem jangan nanggung!” omel Kania.
“O—oke deh ....”
***
Kejora terburu-buru mengambil handuknya, lantas melesat ke kamar mandi. Ternyata dua jam lagi dia akan bertemu Andromeda.
Dia merasa khawatir kalau Andromeda ilfeel padanya.
Dug! Dug! Dug!
Kania menggedor pintu kamar mandi tak sabaran.
“Duh! Kamu kok lama amat sih Jora?! Cepetan dong! udah setengah jam kamu mandi! Kemarin-kemarin kamu mandi Cuma 10 menit!” omel Kania.
Rasa mulas mengalahkan rasa sabarnya saat ini.
“Sebentar!” teriak Kejora dengan terburu-buru mengeringkan tubuhnya.
Dia mengenakan bra tempel seperti saran Kania, karena gaun hitamnya berpotongan dada yang rendah. Ukuran buah dadanya benar-benar tak kecil, dia merasa tak percaya diri karena ukuran dadanya sendiri.
Kejora mencoba memakai dress-nya yang memiliki tali penghubung di bahu. Dia memutar-mutar tubuhnya di depan cermin, mengangkat sedikit bagian bawah gaunnya. Seolah-olah dia peri di negeri dongeng.
“Udah cantik kok, kenapa juga kamu muter-muter, buat puyeng tau nggak sih?!” omel Kania kesekian kalinya.
Kejora kembali membetulkan dandanan di wajahnya, rambutnya tercepol agak berantakan.
Di mata Kania, sebagai perempuan mengakui kecantikan gadis Nusantara yang begitu terlihat alami dengan make up tipisnya. Kejora memang tak suka jika harus memakai make up tebal.
“Udah sana buruan!” Kania memaksa Kejora keluar dari kamar hotel segera, dia tak sabaran melihat kejora terus-terusan menonton pantulan bayangan di cermin.
“Iya, iya sebentar! Aku ambil tas dulu! Dah ...,” pamit Kejora sambil menutup pintu.
Dia bergegas menuju tempat taksi online yang dipesannya tadi.
Kejora panik melihat tiga puluh menit lagi waktunya dia bertemu dengan Andromeda. Pria dari aplikasi dating.
“Terima kasih ya Mas, kembaliannya untuk Mas saja,” ujar Kejora buru-buru keluar dari mobil.
Dia membetulkan sedikit bagian bawah gaunnya yang kusut akibat dia duduki sepanjang perjalanan. Lagi-lagi dia membetulkan rambutnya.
Kejora mendadak kehilangan rasa percaya dirinya.
Drrrt ... drrt ....
Getaran ponsel di dalam tasnya membuat Kejora panik. Dia segera menggeser ikon hijau di layar ponselnya dan menempelkannya di telinga kanan.
“Ha—halo,” cicitnya mendadak kehilangan suaranya saat ini.
“Kamu sudah sampai?”
Deg!
Kejora terbelalak melihat id penelepon. Andromeda?!
“Ah, ya! A—aku baru saja tiba,” ucapnya kembali.
“Aku menunggumu di dalam ya?”
Kejora spontan mengangguk saat panggilannya terputus.
Jantungnya benar-benar terpompa kencang, rasa mulas muncul di perutnya. Bahkan kakinya melemas karena memikirkan suara berat milik Andromeda tadi.
“Ya Tuhan ... ini gila sekali,” resahnya sambil menepuk-nepuk pipinya sendiri. “Sadar Jora, sadarlah!”
Senyumannya bahkan spontan terkembang memikirkan sosok Andromeda yang dia ingat saat rapat.
Kejora setengah mengernyit saat memasuki klub malam itu. Dia sudah melewati tahap pemeriksaan identitas. Setidaknya dia memang sudah dewasa, jadi dipastikan dia diizinkan masuk ke tempat dimana orang bersenang-senang.
Hentakan musik yang menggila menyapa indera pendengarannya saat ini. Dia sedikit terkejut, karena jarang baginya mengunjungi klub malam, apalagi sejak di Indonesia, bisa terhitung jari. Itupun hanya memesan ruangan VIP.
Banyak pengunjung hilir mudik dengan pakaian yang lebih seksi darinya. Memang benar-benar gudangnya untuk mencari teman pengahangat ranjang. Dia melihat DJ yang asik memainkan jokey musik di atas panggung. Banyak kerumunan orang tengah bergoyang, melompat mengikuti alunan musik yang keras.
Lampu-lampu gemerlap bergantian menyorot sembarang arah. Bahkan matanya berusaha untuk beradapatasi dengan pencahayaan di ruang besar ini.
Kejora duduk di kursi tinggi, dimana meja panjang bar melintang membatasi antara konsumen dan bartender yang menyiapkan minumannya.
“Mau pesan apa nona cantik?” tanya bartender yang rupanya seorang pria.
Kejora tersenyum, “pesan tequilla saja,” pintanya.
Andromeda sendiri tengah mencari-cari keberadaan Kejora. Wanita yang memenuhi pikirannya saat ini. Dia tak bisa membayangkan secantik apa gadis itu, namun rasanya tak sabar ingin menyapanya.
[Aku memakai baju berwarna hitam, duduk di bar,]
Begitu pesan singkat yang dikirimkan oleh Kejora.
Akan kesulitan untuknya mendengar suara Kejora di dalam klub yang ramai ini.
Malam sudah mulai larut. Namun, klub malam itu kian meramai. Beberapa wanita hottest sedang melakukan tugasnya dan juga wanita striptease yang asik meliuk-liuk pada sebuah tiang yang berada di tengah klub, seolah menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di dalam klub. Musik disko mengalun keras hanyut bersama hawa panas yang menyeruak keluar.
Rasa tequilla yang dipesan ini tidak terlalu pekat. Rasanya sedikit lembut dan sesekali lidah Near merasakan cita rasa blackberry, pulm dan strawberry. Kejora masih menikmati minumannya sedikit demi sedikit.
Puk! Puk!
“Kejora?”
DEG!
Larasduduk termangu menopang dagu pada kosen jendela kamarnya. Wajahnya yang pucat itu basah karena percikan hujan. Larasmengulurkan tangan, tetesan air hujan berkumpul di telapak tangannya. Berjatuhan ketika ia mencoba menggenggamnya.Ia menatap ke seberang jalan. Matanya menangkap sesosok laki-laki yang berlari menerobos hujan. Menuju jendela kamar tempat ia duduk. Langkahnya begitu cepat karena tungkainya yang panjang. Hanya perlu waktu sebentar saja dan sekarang ia sudah berdiri di hadapan Hanna.Larasberdiri dari duduknya, dengan dua alis yang saling bertaut ia menatap lekat wajah laki-laki yang berada di hadapannya. Senyum seindah bulan sabit tergambar di wajah si laki-laki, lalu tangan dinginnya membelai pipi Larasyang basah.“Hai Han,” sapa si laki-laki di tengah derasnya hujan.“Ilham …,” balas Laraslirih, hampir tak terdengar.Ilham, laki-laki itu merengkuh kedua tangan kecil Lara
“Mom, kapan kita akan bertemu dengan Iriana lagi?” Anak laki-laki berumur 9 tahun terus saja bertanya soal bertemu dengan Iriana, membuat Kejora tersenyum.“Inginnya kapan?” Kejora mengelus lembut rambut milik putranya itu. Rambut coklat yang menuruni gen darinya dan juga rambut yang selalu dielu-elukan oleh neneknya.“Barta inginnya bertemu besok!” seru anak itu sambil sesekali memeluk leher milik ibunya.“Ya, besok kita akan terbang ke Indonesia, mengunjungi Iriana, ok?”“Hu’um!” Barta menganggukkan kepalanya bersemangat, membayangkan wajah gadis kecil yang ditemuinya 3 tahun lalu itu dan merindukannya.“Memangnya kenapa ingin bertemu dengan Iriana? Dia menangis saat kamu mengejarnya tuh,”timpal Mike yang baru saja pulang dari kantornya.Dia mengecup lembut kening Kejora lantas duduk di samping istrinya. Kejora sendiri tersenyum saja, seperti biasan
Mikesedang membantu Kejoramengeringkan rambutnya setelah tidur semalaman efek dirinya yang membuat Kejorakelelahan karena ulahnya. Bahkan senyumannya pun tersungging jelas tanpa surut barang sedetikpun.Kejoraikut tertular senyuman itu. Dia memotret posenya dengan perut besar dan dibelakangnya Mikesedang berkonsentrasi mengeringkan rambutnya menggunakan handuk, dia paling anti dengan hairdryer, penyebab dirinya mengeringkan rambutnya dengan handuk terus menerus.Dia memotretnya melalui pantulan cermin, aestetik! Dengan lancar dirinya mengunggah di media sosial miliknya. Hitungan menit saja sudah banyak like yang didapatkan bersamaan dengan kolom komentar yang mulai ramai itu. Dia terkikik geli membacanya.“Kok ketawanya sendiri sih?” protes Mikesambil mengalungkan lengannya memeluk leher Kejora. Dia selalu senang menghirup aroma yang menguar dari tubuh istrinya itu, bagai candu yang mampu
“Kenapa ada susu hamil?” Kejora yang tengah memeriksa laci dapur pun melihat dua kotak susu. Dia ingat sedari kemarin Mike selalu memberinya susu hamil.“Kita periksa kandungan bukan?”Kembali Kejora bersuara, wajahnya datar dan nada bicaranya dingin bukan main, merasa kalau Mike memiliki sesuatu yang disembunyikan.Mike yang baru saja pulang dari bekerja pun meringis bingung. Dia tak menyangka Kejora akan segera mengetahuinya. Dia terlalu bodoh sampai-sampai dia sendiri malah ketahuan. Susu hamil! Gara-gara susu itu dia mulai ….“Sayang, itu ….”“Apa kamu berpikir aku akan menggugurkannya sama seperti saat itu? Kau gila jika aku berpikir begitu Mike!” seru Kejora sambil melemparkan sekotak susu mengenai tubuh suaminya.Miketertegun mendengar jawaban Kejora. Dia begitu merasa tertohok karena pertanyaan Kejoradengan mata sayunya yang memandan
Dua bulan pernikahan memang sudah menjadi suatu kebiasaan baru bagi Kejora. Wanita itu sudah terbiasa dengan kehadiran Mike di sampingnya dan pasti memeluknya juga. Lengan kekar Mike selalu berakhir melingkar di perutnya.Apalagi saat dirinya berbalik dan mendapati tubuh Mike yang setengah telanjang menjadi pemandangan pertama yang dijumpai oleh matanya.Namun, memandangi wajah pulas Mike berlarut-larut malah memancing mual sampai Kejora berlari menuju wastafel. Mike yang mendengarnya membuka mata seiring suara berisik yang timbul oleh Kejora saat ini.Hoek! Hoek!Kejora berkali-kali memuntahkan isi perutnya.Melihat Kejora yang pucat semakin membuat khawatir Mike. “Are you ok?” tanyanya sambil memapah Kejora.Kejora menggeleng pelan.***Kejoramasih duduk melamun sendirian. Dia yang terlalu polos hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja saat ini. Benar-benar bukan hal biasa baginya
Benar-benar terasa indah jika seperti ini dengan kencan dan senyum yang ditawarkan. Kejoramemegang tangan besar Mikesepanjang perjalanan menuju tempat pulang. Berkendara di malam hari setelah berkencan memang menyenangkan.Hatinya sangat terasa bahagia hanya karena bisa berduaan dengan Mikesaat ini. Malam yang sepi dengan hujan deras menghias jalanan sampai-sampai jalanan di malam hari yang biasanya tak pernah sepi kini lengang termakan derasnya hujan.Mikemasih berfokus menyetir membawa mobilnya, namun entah kenapa dia mengingat suatu hal yang paling ingin dilakukannya saat ini. Mencumbu Kejorasampai mencapai klimaksnya.“Sayang,” panggil Mikedengan mata yang masih memandang ke depan.“Heum?” Kejoramenunggu kelanjutan perkataan Mike.“Kita ke hotel saja yuk? Rasanya kita tak pernah berbulan madu…,” bisiknya lirih.Kejoratercenung men