Mata Camellia membulat ketika melihat Hagen berjalan menuju kafe tempatnya berada. Dengan kepala menoleh ke sekitar, gadis itu pun mencari-cari cara untuk keluar dari sana.
Namun, dia tetap tidak menemukan jalan, sehingga gadis itu merasa terjebak begitu mendengar suara lonceng pada pintu kafe mulai berbunyi nyaring, dan sosok Hagen pun sudah berada di ambang pintu dengan pandangan terfokus ke meja yang dia tempati.
Dengan tatapan gelisah, Camellia mengawasi Hagen yang berjalan perlahan ke arahnya.
Kini, dia merasa de javu, karena mengingat sosok sang ibu yang tadinya juga melewati pintu dan jalan yang sama ketika mendekati meja.
Dan saat pria itu tiba, kata pertama yang Blake Hagen ucapkan adalah; “Wanita itu bukan siapa-siapa, aku memberitahu agar kau tidak salah paham.&
Keduanya makan dalam diam. Namun, tidak lama setelahnya, Hagen pun menarik tangan Camellia begitu burger mereka habis sekitar sepuluh menit yang lalu.Dengan tatapan bingung, gadis itu menatap Hagen yang seolah hendak mengajaknya ke suatu tempat.“Lepaskan tanganku lebih dulu, baru aku mengikutimu,” ucap Camellia yang tidak pria itu dengarkan sedikit pun, membuat gadis itu melempar delikan, yang lagi-lagi tidak Hagen tanggapi.“Kau ingin menonton pertunjukan?” tanya pria itu tiba-tiba yang seketika mendiamkan Camellia.Beberapa kali mata gadis itu melirik ke arah Magnolia yang jalanannya sudah terlihat sepi. Tampaknya semua orang telah berada di dalam sana, menambah rasa penasaran gadis itu.Mengetahui a
Camellia memegangi lengan Hagen dengan erat, sedangkan kepalanya berputar melihat ke segala arah. Pada kerumunan orang di sekitar mereka yang hendak masuk ke dalam gedung Magnolia. Ketika seorang pria bertubuh besar hendak menabrak Camellia dari arah belakang, dengan refleks Hagen pun memeluk tubuh feminim itu. Sebuah tatapan mata menyala ia arahkan ke pria setengah mabuk yang mulai menyadari kesalahannya. “Ma-maaf kan aku,” gumam lelaki asing itu sembari berjalan mundur dan menjauh dengan sangat tergesa. Sementara itu, Camellia yang masih berada dalam pelukan Hagen, tampak meremas kemeja pria itu untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang tadi nyaris terjatuh. “Tetaplah di sampingku,” ucap Hagen dengan suara rendah, tepat d
Ketika ciuman mereka terlepas, tubuh Camellia pun sedikit bergetar hingga dia nyaris kehilangan keseimbangan tubuh. Namun dengan cepat Hagen memegangi pinggang Camellia yang terasa pas dalam genggaman untuk menyangga tubuhnya.Susah payah gadis itu memegangi lengan Hagen yang tengah memeluk dari depan.Rona merah yang awalnya hanya berada di pipi gadis itu, kini tampak menjalar hingga ke telinga. Menjadikan Hagen menggigit bibir bagian dalam serta menahan tangannya untuk tetap di tempat.Entah mengapa, dia ingin menyibak rambut panjang Camellia, lalu memainkan sedikit rambutnya yang menyulur itu, kemudian mengagumi sedikit perubahan warna pada kulitnya yang sensitif.Mendapati cara pandang Hagen, dimana manik mata obsidiannya berdilatasi, seketika Camellia membuang wajah. Menyem
Saat memasuki ruangan VVIP, pertama kali Hagen lihat adalah kumpulan pria-pria berjas hitam yang berdiri di sekitar meja bundar dan sebagiannya duduk di sofa.Pria-pria itu melihat secara bersamaan ke arah Blake Hagen yang melangkahkan kaki masuk ke dalam bersama Camellia di sisinya. Seketika mata gadis itu pun membulat begitu menemukan lebih dari dua belas pasang mata menatap ke arahnya.Tanpa sadar, tangan gadis itu yang berada dalam genggaman tangan Hagen pun mengerat.Tubuhnya merapat semakin lekat, hingga nyaris berlindung di balik tubuh besar Blake Hagen yang kini menyembunyikan diri Camellia.Menyadari apa yang gadis itu lakukan, Hagen pun mengelus pelan permukaan tangan feminim itu pelan, mencoba menenangkan kegugupan yang jelas tercetak di wajah rupawan itu.
Terdengar suara dengusan serentak dari para pria dalam ruangan, membuat Camellia sedikit berjengit kaget hingga bahunya terlonjak. Sementara itu, Hagen yang tetap memfokuskan pandang pada Camellia, seolah tuli akan sindiran halus teman-temannya.“Ya, dia bisa mengusir kami, Miss Duncan,” seloroh pria berambut blonde yang bernama Gavin, menimbulkan tawa dari semua pria di sana. “Bukankah begitu, Jax? Mr. Hagen dapat mengusirmu, aku, Rey, dan semua anggota Red Cage dalam ruangan ini!”Pria yang tadi menyambut kedatangan mereka, Rey Fredrick, hanya menoleh sejenak ke arah Gavin.Sementara itu, Jax yang dikenal dengan nama Jaxon Bradwood — si pemilik kursi putih yang nyaris Camellia duduki tadi — tidak merespon sama sekali.Dan si pria berwajah ra
Camellia tampak enggan ketika Hagen membukakan pintu mobil untuknya. Gadis itu menoleh ke sekitar, mencari-cari jalan pulang selain tumpangan yang Hagen tawarkan, namun mengingat uang di dompet tidak akan membawanya sampai ke rumah, Camellia pun menghela napas dan menatap layu ke arah mobil pria itu.“Pulang sendiri bukan solusi yang bagus saat ini. Sudah terlalu pagi, Princess, dan aku tidak bisa membiarkanmu sendiri saja,” kata Hagen yang kembali membukakan pintu mobilnya lebih lebarDengan isyarat kepala, pria itu menyuruh Camellia masuk ke dalam.Cukup lama gadis itu berpikir, sebelum akhirnya peran batin mengalahkan logika.“Aku tidak akan masuk sebelum kau berjanji sesuatu.”Mendapati tatapan
Pagi itu, Camellia mendapatkan jadwal apartemen yang hendak dia bersihkan. Dengan sedikit rasa malas, dia pun bangkit dari ranjang untuk bersiap-siap.Baru saja dia membuka pintu lemari ketika secara tiba-tiba suara ponselnya berdering nyaring.“Morning, Princess,” sapa suara maskulin dari seberang, yang Camellia tanggapi dengan memutar bola mata.Untungnya pria itu tidak dapat melihat apa yang Camellia lakukan, sehingga gadis itu pun memusatkan kembali perhatian pada ponsel di telinga.“Apa lagi kali ini?” tanya Camellia sembari menarik salah satu baju untuk dipakai hari itu. “Aku sudah bilang padamu untuk berhenti mengganggu,” geram gadis itu sembari meletakkan baju-baju dalam genggaman ke atas ranjang.
Camellia membukakan pintu rumahnya, di mana Frank sudah berdiri di depan pintu dengan kedua tangan penuh akan jinjingan bingkisan.Pria itu memasang wajah datar, yang menunjukkan rasa tidak suka sangat kentara telah diberi tugas sangat tidak masuk akal baginya. Namun, loyalitas membungkam mulut pria itu.Dan dengan tatapan pasif, dia menyapa Camellia ala kadarnya saja.“Mr. Hagen memintaku untuk mengantarkan semua ini.”Camellia yang saat itu terpaku akan banyaknya barang-barang bawaan pria itu, hanya bisa mematung di depan pintu. Lama gadis itu termenung dengan mata melirik ke segala bingkisan yang ada.“Dia bilang … acaranya dua hari lagi,” ucap Camellia dengan nada heran.Tampaknya pria itu sudah memprediksi bahwa dia akan menjawab ‘iya’ sehingga dengan sangat percaya diri pria itu mengirim suruhannya mengantarkan semua baju dan perlengkapan ke pesta, jauh sebelum ada kata persetujuan.Men