Meskipun harus memandikan sang putra dengan air comberan, ia tidak peduli.
Hanum berpikir itu sah-sah saja, karena Bagas putranya memang telah menyelam dan berenang di dalam comberan tersebut.Sementara itu, mendengar setiap detil pembicaraan ibu dan istrinya dari luar. Wajah Bagas menghitam dengan kemarahan.Dan tentu saja, itu tidak di tujukan untuk kedua orang di balik pintu, melainkan untuk sosok di luar sana.Tangan besarnya yang kokoh mengepal kuat, Bagas mengingat air mata serta kekecewaan di mata Angel beberapa waktu lalu, ketika menerima Vidio dari sosok tak di kenal.Bagas mengakui segalanya adalah kesalahan bodohnya, yang berpikir bahwa ia akan dapat mencuci segalanya, dengan pengakuan dan permintaan maaf.Ia naif sesaat, bahwa semua akan mudah bagi mereka jika mengaku dan memohon pengampunan. Namun, yang tidak ia sadari, bahwa luka itu akan selalu bersama sang istri di sepanjang hidup ini.Bagas mengacak rambut cepak rapi miliknya kasar. Pria tersebut frustasi atas kesedihan Angel yang dalam.Ia berjanji dalam hati, tak akan mengulanginya lagi jika wanita itu memberikan kesempatan kedua untuknya.Sikap sembrono dan meremehkan suatu masalah juga akan di ubahannya, jika bisa akan di hilangkan.Serta akan berusaha keras berubah, dan mungkin akan menjadi sosok kedua seperti ayahnya, yang mencintai istri sepenuh hati.Iya Hartono adalah sosok sempurna bagi keluarga kecil mereka.Pria hebat, dengan kharisma kuat serta sisi lembut seorang suami bagi Hanum.Seorang ayah bijaksana, yang mampu menjaga keutuhan keluarga serta jadi panutan mereka.Bagas beranjak dari tempatnya berdiri sekarang, dan menuju ruang di mana punggung sang ayah menghilang."Thok..Thok..Thok.."Bagas mengetuk pintu kamar yang telah terbuka, di mana di sana sosok Hartono duduk di depan laptop memperhatikan sesuatu."Yah.." Panggilnya.Sosok di dalam ruang itu menoleh, ketika panggilan akrab mengetuk ke dua daun telinga miliknya.Sebenarnya, Handoko telah mengira sejak awal, bahwa Bagas akan menyusul.Namun, ia tidak menyangka itu masih membutuhkan waktu hingga beberapa saat."Dasar bodoh, sudah bodoh lamban lagi." Gerutunya pelan.Mendengar sang Ayah memperoloknya dengan perkataan itu, Bagas tidak tersinggung ataupun marah. Justru ia lebih tenang dengan apa yang akan mereka perbincangkan.Sebab, ia menyadari bahwa ternyata sang ayah telah menebak tindakannya saat ini, bahkan juga sudah menunggunya sejak tadi."Masuklah." Jawab pendek Hartono.Bagas berjalan menuju kursi di samping Hartono, mendudukkan tubuh gagahnya tepat disana."Apa yang ayah lihat?, mengapa begitu serius?." Bagas membuka percakapan.Akan tetapi, Hartono tidak menyahuti pertanyaan Bagas, ia melanjutkan mengetik beberapa bait kalimat, dan menutup laptop setelahnya."Katakan apa yang ingin kau bicarakan denganku sekarang?, jika itu tentang keputusan istrimu jangan harap aku akan membantumu dengan mudah."Hartono mengatakan itu sembari melihat ekspresi sang putra, ia ingin memberikan beberapa tekanan lagi untuk pria bodoh di depannya saat ini."Itupun bukan semata-mata demi dirimu, kami juga tak ingin kehilangan dia, karena tindakan dungu orang lain." Sambung Hartono lagi.Bagas tersenyum kecut, ia tidak lagi menghiraukan kalimat kasar dan menohok dari ayahnya tersebut. Bahkan ia hanya diam setiap kali mendengar, namanya di ubah dengan banyak kata ganti buruk, untuk penyebutan dirinya."Ia..aku tahu" Jawabnya singkat."Tahu?, apa yang kau pahami, bahkan di depan mata di permainkan juga masih buta, sungguh membuatku kesal saja." Sahut Hartono, dengan suara yang agak di pertegas.Bagas benar-benar jatuh kali ini. Ia seolah tidak lagi memiliki kepandaian, yang dulu di banggakan sang ayah. Perlahan Bagas mengangkat kepala, menatap balik manik Hartono dan berucap dengan tenang. "Ia Bagas bodoh, maafkan aku kali ini telah membuat ayah dan ibu cemas."Perkataan itu memang tampak biasa, seperti sebuah permintaan maaf pada umumnya.Akan tetapi, dari sorot wajah di sana, Hartono mampu menangkap kesungguhan yang kuat, seperti sosok yang ia ingat di masa lalu.Sosok diri sendiri, ketika menginginkan sesuatu dan kegigihan untuk mencapai itu semua.Hartono menghela nafas panjang.Iya mengakui dalam hati, bagaimanapun Bagas adalah bagian dari dirinya dan sang istri.Jadi sosok sang putra tidak mungkin akan seburuk itu, untuk tidak dapat melihat perbedaan baik dan buruk.Justru, mungkin dengan kejadian kali ini putranya tersebut, akan jauh lebih matang dalam pemikiran. Dan hanya memerlukan kesempatan kedua, serta sedikit arahan."Baiklah..Katakan apa yang ingin kau bicarakan."Meninggalkan kedua pria disana, dengan percakapan serius tentang usaha menyelamatkan biduk rumah tangga Bagas, dan beralih di suatu sisi tempat lain.Di sebuah rumah mewah, berlantai dua dengan gaya klasik, kokoh serta halaman yang luas, seorang wanita cantik dengan penuh kebahagiaan meraih kunci mobil di atas meja."Akhirnya kau bersedia menemui ku, lihat apa kali ini kau akan bisa menghindar?." Ucap Vanessa, sembari mengusap lembut perutnya yang rata.Vanessa Aditama Prawirya, seorang wanita modis, dengan materi kelengkapan yang berjut-jut melekat di tubuhnya, setiap kali ia berdandan.Baju, tas, sepatu, bahkan mungkin juga dalaman, semuanya adalah barang-barang ekslusif terbaik di brand-nya.Sosoknya yang tegas, cantik, ramping semakin membuatnya bersinar dengan balutan barang-barang kece bade, yang akan menggetarkan jiwa-jiwa cemburu kaum hawa di sekitarnya.Maklum, terlahir dengan sendok emas di tangan memang membuatnya semakin percaya diri.Ingin ini gesek, ingin itu gesek, tak a
Di rumah makan Palma.Vanesa yang datang lebih cepat 10 menit, tampak tengah menikmati minuman dingin yang ia pesan.Maklum dengan rasa gerogi yang ia miliki, tenggorokannya seolah jauh lebih cepat kering.Bahkan belum sepuluh menit ia duduk di sana untuk menunggu kedatangan Bagas, minuman dingin yang ia pesan telah tinggal sepertiganya saja."Kau sudah datang." Sapa nya lembut, ketika melihat sosok Bagas mendekat."Mengapa tidak memesan ruangan pribadi?." Tanya balik Bagas dengan datar, sebagai tambahan, rasa kurang puasnya untuk wanita itu.Sebenarnya tadi ketika baru datang, Vanesa hendak memesan ruangan pribadi untuk mereka.Akan tetapi, entah mengapa ia urungkan itu.Vanesa tidak tersinggung dengan perkataan Bagas barusan, ia hanya tersenyum kecil dan menjawab."Baik...kita pindah."Setelah memanggil pelayan rumah makan, dan memintanya mengatur ruangan khusus di sana, keduanya dengan dipandu pelayan tadi, menuju ruangan khusus rumah makan tersebut."Ingin memesan apa?, apa aku yang
"Mengapa kau lakukan itu?, apa tujuanmu?."Suara Bagas terdengar dalam, serta penuh penekanan.Vanesa terkejut sejenak, namun dengan cepat berusaha menghilangkan perasaan takut yang mulai hadir di hati, dan kembali berkata. "Apa lagi?, aku cemburu melihatmu begitu perhatian kepadanya."Vanesa mengakui itu tanpa menutupi sama sekali."Aku pikir semua akan baik-baik saja, selama kau memberiku sedikit perhatian, tapi Aku ingin lebih, aku menginginkan yang sama seperti dirinya."Mendengar perkataan itu, Bagas melebarkan mata tak percaya, ada kemarahan semakin membesar dalam hatinya.Kemarahan untuk sosok di depannya, dan kemarahan untuk diri sendiri. Ia menyesal telah bermain api dan telah tergoda, untuk datang ke sangkar madu Vanesa."Bukankah di awal kau tidak menyebutkannya, mengapa sekarang jadi seperti ini?." Bagas."Iya..Aku tahu semua memang salahku. Tapi kenyataannya, aku semakin menginginkanmu." Vanesa.Wajah itu berusaha dengan kuat menjadi tetap tenang, sehingga yang tersampaika
"Mari kita akhiri semuanya sampai di sini, aku tak bisa melihatnya menangis lagi." Lanjut Bagas, sembari hendak berdiri dan beranjak pergi dari sana.Semakin lama ia di sana, semakin mungkin untuk lebih membenci wanita itu.Vanesa yang melihat gelagat Bagas, segera meraih tangan itu dan kembali berkata. " Lalu...lalu bagaimana dengan aku?, aku juga bersedih dan menangis, apa itu tidak berarti untukmu?."Tangan Vanesa memegang kuat pergelangan tangan Bagas, ia tak ingin pria itu beranjak pergi."Jangan membuat segalanya semakin sulit, sejak awal semuanya salah, kita berdua yang salah, dan..." Suara Bagas terjeda sejenak, seolah ia tengah membawa beban berat yang sulit ia tanggung."Dia belum memaafkan ku." Tambahnya lirih.Mendengar perkataan tersebut, Vanesa merasa lucu dalam sekejap. Di sini dirinya seperti pengemis memintanya untuk tinggal, sementara Bagas bersikukuh untuk segera pulang, dan mengemis pengampunan dari istrinya.Apakah ia yang seorang Vanesa Prawirya kalah dengan sosok
*Kembali ke cerita*Di dalam salah satu kamar rawat inap rumah sakit, Angel tergolek lemas di atas ranjang.Matanya yang tampak sayu, seolah enggan menatap apapun yang berada di sekelilingnya, terutama untuk sosok yang kini duduk dengan wajah memancarkan kecemasan untuk dirinya.Bagas sampai disana, setelah pihak rumah sakit atau lebih tepatnya Handoko mengatasnamakan dirinya sebagai pihak rumah sakit, dan memberi kabar tentang hal yang menimpa wanita tersebut.Handoko mendapat nomor Bagas, dari ponsel Angel, yang mensepesialkan kontak miliknya dengan id kontak "Husband" di sana.Namun, keistimewaan nama itu tidak lagi dapat menjamin, kehangatan di antara mereka ke depan.Pasalnya, meski wanita itu telah siuman ia masih bungkam untuk suaminya tersebut."Cekleek." Pintu ruangan di buka dari arah luar.Hanum dan Hartono segera menyeruak masuk, dan mendekat kearah ranjang.Hanum sudah tak tahan dengan air mata yang mulai merembes, terlebih melihat keadaan dan ekspresi sang menantu, yang s
"Apa yang kupikirkan Bu?, Apa aku salah, bahwa ibu dan ayah telah mengetahui segalanya?, Apa aku salah bahwa kalian semua berbohong kepadaku?."Angel terisak dengan rasa sakit yang tampak nyata, bahkan kepedihan itu jelas tergambar dari setiap gerak tubuhnya saat ini."Aku selalu percaya kepada kalian. Bahkan setelah mas Bagas mengkhianati pernikahan kami, aku masih berusaha memenuhi kewajiban ku sebagai putri kalian. Ibu aku hancur sekarang, aku tidak bisa lagi seperti ini, aku hancur ibu..."Tangis Angel semakin pecah, selain Bagas kedua sosok disana berusaha untuk menenangkan wanita tersebut.Hingga seorang pria masuk kedalam ruangan itu, dengan seorang wanita yang tadi pagi memeriksanya.Melihat kehadiran Dokter Bagus dan perawat di sana, Bagas tersadar dan mendekat."Dokter tolong, bantu dia..." Ucapnya cepat."Saya mengerti, tolong beri sedikit ruang agar pasien dapat lebih tenang dan beristirahat."Ucap Dokter Bagus, sembari memberikan suntikan untuk Angel......................
"Tin...tin...tin..."Angel melihat dari kaca spion dengan reflek.Sebuah mobil beewarna hitam, telah menunggu giliran untuk melalui jalur itu. Dengan cepat, ia memarkir mobil pada tempat kosong di depannya, dan secara tak langsung telah memutuskan untuk mensejajarkan mobil antik miliknya, dengan dua jenis mobil lainnya yang sama."Cocok, mungkin lain kali harus lebih cepat. Toh pilihanmu juga tetap sama, berbaris dengan yang sejenis." Sebuah suara sindiran terlontar dari dalam mobil hitam, yang kebetulan juga hendak memarkir benda tersebut.Mendengar hal itu, Angel merasa aneh untuk sosok pria di balik kemudi."Apa salahnya jika kami berkumpul bersama, lagi pula ini juga karena bantuanmu yang kurang sabar." Gerutu Angel, ketika keluar dari dalam mobil.Wanita itu mengatakan semuanya untuk diri sendiri, ia tak berniat untuk membagi perkataan barusan dengan orang lain.Namun yang tidak ia ketahui, bahwa di dalam mobil merah terang yang kebetulan bersebelahan dengan mobil uniknya, seora
Setelah dari parkiran, Angel tak lagi menengok handphonenya lagi. Maklum ia masih belum terbiasa dengan lingkungan kerja sekarang, atau memahami cara kerja dan situasi grup baru tersebut.Meski Ia mendengar banyak notifikasi masuk, Angel masih enggan untuk ikut nimbrung di sana.Oleh karenanya, wanita tersebut memutuskan untuk sementara mematikan nada dering benda tersebut, dan fokus dalam urusan yang lebih penting.Hal itu juga dapat menghindari kesan buruk untuk dirinya, sebagai pekerja baru di depan semua relasi kerja, menghela nafas sejenak, memasukkan Handphonenya kedalam tas, serta mengeluarkan sebuah amplop persegi panjang, sebelum berjalan menuju ruang HRD.Namun, karena ia telah di beri tahu bahwa ia harus secara langsung datang ke kantor Presdir, Wanita itu tak membuang waktu lama untuk berada di ruangan tersebut.Ia harus segera datang ke kantor pimpinan saat itu juga, sekaligus menyerahkan surat keterangan dari Dokter rumah sakit.