Home / Romansa / Oh...Jandaku tersayang. / 7. Ikan asin dan kucing.

Share

7. Ikan asin dan kucing.

Author: TT.nuya
last update Last Updated: 2022-03-27 19:00:22

"Sial...sial...ternyata ini benar ulahnya. Sial...sial.."

Rahang Bagas mengeras, telapak tangan itu rapat mengepal menahan kemarahan yang besar atas kebenaran yang baru ia sadari.

Dengan cepat, Bagas meraih ponsel dari dalam saku celana, menempelkan sidik jari jempol kanan miliknya pada layar ponsel.

Ia membuka deretan kontak disana, setelah menemukan apa yang di cari, jarinya bergerak membuka kembali pemblokiran pada sebuah nama kontak yang tertera di layar.

"Tut...Tut...Tut..."

Nada ponsel menyambungkan ke suatu alamat IP seseorang.

"Ceklek...Hallo..ap..."

Sebuah suara renyah terdengar dari dalam ponsel.

Namun, seolah suara itu tidak pernah berpengaruh apapun, langsung terjeda dengan suara dari Bagas.

"Satu jam lagi temui aku di restoran Palma, jangan terlambat."

Bagas bangkit dari duduk, ia berjalan mendekati ruang di mana sang ibu membawa Angel masuk beberapa saat lalu.

Langkah Bagas sedikit tertahan, ketika melihat Hartono ayahnya hanya berdiri mematung di depan pintu ruangan yang tertutup.

Melihat kedatangan dirinya, Hartono menunjukan kemarahan yang jauh lebih besar dari sebelumnya, Bagas hanya bisa mendesah pelan.

'Ada apa lagi ini?, bukankah ia telah menerima banyak kemarahan sejak kemarin, apa yang membuat kemarahan sang ayah kembali berkobar?.'

Bagaimanapun berusaha di pungkiri, sedikit banyak pria itu sudah dapat menduga alasan di balik sikap sang ayah.

Dengan langkah yang sedikit berat, Bagas berjalan mendekat kesana, namun menyadari kedatanganya Hartono segera pergi dengan tatapan buruk, sebelum ia sempat bertanya.

Bagas kembali mendesah pelan, pria itu berdiri di depan pintu ruangan di mana istri dan sang ibu berada di baliknya.

Ia hendak mengetuk dan masuk ke dalam, menemui dua wanita penting dalam hidupnya tersebut.

Namun, belum sempat ia nyentuh pintu Kamar, sebuah suara lirih dengan isak tangis di dengarnya dari dalam.

Dan Bagas tahu suara itu milik siapa.

"Apa ibu akan memaafkan, jika ayah melakukan hal yang sama?." Suara Angel terdengar Sendu dengan iringan isak tangis.

"Tidak!." Jawab Hanum tegas, bagaimanapun Hanum tak bisa berbohong untuk perihal ini, meskipun ia ingin Angel memaafkan Bagas, dia tetap tidak bisa mentolerir jika sang suami berhianat.

"Dan ayahmu tak akan melakukan kesalahan itu, Bagas yang bodoh." Tambah Hanum, dengan ketegasan.

"Lalu mengapa ibu berharap aku memaafkannya?, aku juga wanita seperti ibu." Suara Angel masih dengan isak tangis.

"Karena kau bisa, kau hebat sayang. Mungkin karena ini Tuhan menjadikan kalian satu, lihatlah bahkan kebodohannya telah pada batas yang sulit di mengerti. Jelas-jelas di bodohi, tapi masih berpikir dia satu-satunya yang bersalah."

Hanum berusaha menjelaskan, meski harus merendahkan sang putra sebagai sosok yang bodoh, Hanum tidak ambil pusing.

Yang terpenting, Angel tidak memiliki ide untuk membuang putranya, dan terlebih lagi putranya itu memang sedang bodoh saat ini.

"Sayang...menurutmu apakah wanita itu polos?."

"Atau begini saja, anggap "si ikan asin"(Vanesa) itu polos dan tidak bersalah, semuanya adalah kesalahan kucing(suamimu). Tapi apa kau pernah berpikir, bagaimana Vidio itu sampai di tanganmu?, dan bagaimana bisa ada tayangan yang begitu detil, jika yang merekam itu orang lain?"

Suara dari dalam kamar terjeda sejenak, sementara di luar ruangan sesosok tubuh semakin intens memasang pendengaran.

"Bagas memang bodoh, tapi apa kau pikir dia sebodoh itu, sampai harus mengambil bukti untuk kesalahan sendiri?."

Hanum masih berusaha menjelaskan tentang detil bukti penghianatan Bagas, apapun tentang titik fokus permasalahan keduanya, dan dengan kemampuan Hanum, serta pemahamannya tentang kepribadian Angel, meskipun tidak 100% yakin akan berhasil mengubah keputusan menantunya itu, Hanum masih percaya bahwa semua perkataannya akan memiliki bobot tersendiri.

Ia tahu dengan benar bahwa menantu tercintanya itu sangat peduli tentang perasaan dan penilaian mereka (Hanum dan Hartono), atau paling tidak Angel akan melemah di depan orang yang lebih tua.

Hanum memang memiliki motif dan tujuan tersendiri dengan menjelekkan Bagas, namun semuanya bukan dengan niat buruk, setidaknya itulah yang dia pikirkan.

Hanum merasa selama keduanya masih bisa dipersatukan, jangankan sekedar mengatakan Bagas bodoh, meskipun harus memandikan sang putra dengan 7 air comberan pasti akan ia lakukan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati. Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, sebab di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke depan. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir, wanita itu berpikir bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah ia memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu beberapa saat tadi, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa sesak menyeruak dalam dada, yang perlahan menghimpit hati Angel, mungkin ini mengacu pada rasa malu, kesal pada diri sendiri, atau mungkin merasa rendah sert

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan. "Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dia merasa kesal melihat orang lain menertawakan sekertaris nya, meskipun dia juga sempat merasa lucu tadi. Tapi itu berbeda jika dia yang mentertawakan makhluk bodoh ini, dan hanya dia yang boleh orang lain tidak. Anggara tidak menyadari semua sikap dan tindakannya saat ini. Maklumlah seorang Anggara kapan akan mempertimbangkan ucapan d

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status