Beranda / Romansa / Oh...Jandaku tersayang. / 9. Gayung bersambut.

Share

9. Gayung bersambut.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 19:00:59

"Baiklah..Katakan apa yang ingin kau bicarakan."

Seberapa besarpun kemarahan yang di miliki Hartono untuk sang putra, ia tetap harus luluh dan berusaha sebaik mungkin memberikan bantuan, bagaimanapun kegagalan Bagas memperoleh pengampunan dari Angel, juga berarti bahwa keluarga mereka juga akan kehilangan wanita itu selamanya.

...................................

Meninggalkan kedua pria disana, dengan percakapan serius tentang usaha menyelamatkan biduk rumah tangga Bagas, dan beralih di suatu sisi tempat lain.

Di sebuah rumah mewah, berlantai dua dengan gaya klasik, kokoh serta halaman yang luas, seorang wanita cantik dengan penuh kebahagiaan meraih kunci mobil di atas meja.

"Akhirnya kau bersedia menemui ku, lihat apa kali ini kau akan bisa menghindar?." Ucap Vanessa, sembari mengusap lembut perutnya yang rata.

Vanessa Aditama Prawirya, seorang wanita modis, dengan materi kelengkapan yang berjut-jut melekat di tubuhnya, setiap kali ia berdandan.

Baju, tas, sepatu, bahkan mungkin juga dalaman, semuanya adalah barang-barang ekslusif terbaik di brand-nya.

Sosoknya yang tegas, cantik, ramping semakin membuatnya bersinar dengan balutan barang-barang kece bade, yang akan menggetarkan jiwa-jiwa cemburu kaum hawa di sekitarnya.

Maklum, terlahir dengan sendok emas di tangan memang membuatnya semakin percaya diri.

Ingin ini gesek, ingin itu gesek, tak ada yang tak dia dapatkan selama itu tersedia untuk di beli.

Namun, kesempurnaan dan kekuasaan mutlak memang selalu hanya milik sang pencipta. Berbeda dengan keinginannya yang selalu terpenuhi, beberapa bulan yang lalu, ketika ia mengenal sosok Bagas Pambudi, kartu ajaibnya ternyata tak dapat berbuat apapun.

Bahkan, jika sosok pria tersebut adalah pekerja di perusahaan anak cabang milik keluarga Prawira, Vanesa tetap hanya bisa bermimpi, lantaran pria di sana telah memiliki seorang istri.

Di awal ia berpikir untuk menyerah, namun sensasi perasaan mencintai seseorang untuk pertama kalinya, sungguh tiada tandingan.

Rasa cintanya menggebu dan menderu hebat, seperti ombak laut selatan yang tiada bandingan.

Vanesa benar-benar terjerat dengan pesona Bagas yang baik, santun dan mudah bergaul.

Senyumannya yang hangat, mampu melelehkan hati Vanesa yang acuh tak acuh, serta membuatnya kehilangan akal.

Hingga pada akhirnya ia meminta izin sang ayah, untuk di pindahkan ke kantor cabang, di mana Bagas juga bekerja.

Dan dari sinilah, awal mula kejadian itu terjadi.

Vanesa yang tak lagi bisa membendung rasa cintanya untuk Bagas, kembali menyatakan perasaan itu dengan lugas.

Bahkan dengan terang-terangan mengatakan, bahwa ia tak menginginkan status istri ataupun kucuran materi dari sosok Bagas.

Dan lebih hebatnya lagi, Vanessa menjanjikan sebuah kesempatan emas, untuk lebih cepat naik ke tingkat atas dalam pekerjaan.

Bagi wanita tersebut, harta serta materi Bagas, tidaklah sebanding dengan yang ia miliki.

Dan untuk status istri, Vanessa selalu mempunyai pikiran tersendiri dalam benaknya.

Sekarang mungkin menjadi sekedar kekasih itu sudah cukup, yang lain biarlah berjalan di akhir.

Vanessa selalu optimis dalam apapun, bahkan untuk sisi perihal perasaan hati, wanita itu tetap memiliki kepercayaan tinggi.

Seperti seekor kucing yang di cocok hidungnya dengan ikan asin, Bagas menjadi kelimpungan.

Membayangkan pangkat, wanita dan petualangan yang menggiurkan, akhirnya ia goyah serta menyetujui permintaan dari wanita tersebut.

Sekedar bersama, saling memberi perhatian, tambahan belaian keindahan yang menantang, tanpa menuntut waktu dan materi, dan berbonus naik pangkat, siapa yang akan melewatkan kesempatan?.

Jiwa Bagas yang meronta, pada akhirnya di lepas dari belenggu, dan gayung pun bersambut.

Sejak saat itu kisah penjahat biru, yang mencuri pengkhianat abu-abu pun, mulai menggoreskan kisahnya.

Hebatnya Bagas, ia tetap bisa tenang dalam keseharian di rumah, tetap mesra dan peduli untuk sang istri.

Dan dengan hadirnya kisah dirinya dan Vanessa, ia juga lebih giat dalam bekerja.

Sungguh dunia Bagas, di penuhi dengan rona beraneka warna yang indah.

Namun ibarat pepatah mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu ketika ia akan terjatuh juga. Dan sebaik apapun menutup rapat sebuah bangkai, udara akan tetap menyebarkannya.

Tepatnya setelah hampir 7 atau 8 bulanan, hubungannya dengan Vanessa mulai terkuak, dan keindahan hidupnya mulai menunjukkan sisi sebaliknya.

Angel menerima sebuah video dengan durasi beberapa menit, dari sosok yang tidak di kenal.

Dan disana sebuah tampilan sosok sang suami tengah bercumbu bersama Vanessa, menyambangi telepon genggam wanita itu.

"Zeblaaaaaarrrr..."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati. Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, sebab di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke depan. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir, wanita itu berpikir bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah ia memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu beberapa saat tadi, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa sesak menyeruak dalam dada, yang perlahan menghimpit hati Angel, mungkin ini mengacu pada rasa malu, kesal pada diri sendiri, atau mungkin merasa rendah sert

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan. "Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dia merasa kesal melihat orang lain menertawakan sekertaris nya, meskipun dia juga sempat merasa lucu tadi. Tapi itu berbeda jika dia yang mentertawakan makhluk bodoh ini, dan hanya dia yang boleh orang lain tidak. Anggara tidak menyadari semua sikap dan tindakannya saat ini. Maklumlah seorang Anggara kapan akan mempertimbangkan ucapan d

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status