"Ke bandara" "Sekarang""???" Angel mengernyitkan kening sejenak, melirik jam pada pojok ponsel dan sedetik kemudian segera melempar benda kecil itu, pada tempat duduk di samping."Aaaahhhh.....Dasaaaaaarr...." Makinya keras untuk sosok pemberi pesan, sembari menyalakan mobil segera melesat pergi.Angel tak menyadari, dengan masuknya pesan dari sosok yang tak lain adalah Anggara, pikiran "nano-nano"nya beberapa saat lalu telah menghilang dan di gantikan dengan rasa kesal yang kuat.Namun anehnya dengan gerutu kekesalan yang ada, seolah sebuah semangat dan pompaan tenaga baru hadir menyelimuti dirinya, meskipun terkaver dengan rasa jengkel bahkan mungkin keterpaksaan.Angel benar-benar lupa tentang masalahnya saat ini, bahkan dia juga tak mengetahui ada sesosok tubuh berdiri mematung, memandangnya lekat dari depan pintu utama gedung KUA.Ya...Bagas berdiri di sana hendak mendatangi wanita itu, namun ketika mendengar suar
Hari-hari Angel setelah perceraian, ternyata berlalu lebih tenang dari yang di bayangkan.Rutinitasnya hampir berkutat pada satu titik yang sama. Tiba di tempat kerja tepat waktu, sesekali berkomunikasi dengan karyawan lain, menjalankan setiap tugas dengan sebaik mungkin, memesan makan siang atau menemani sang parlente makan siang atau makan malam, dan tentu saja yang paling penting masih harus terus menambahkan tingkatan kesabaran di depan sang bos.Dengan kesibukan yang sebagian besar menyita pikiran serta waktu, tanpa di sadari justru membuatnya jauh lebih cepat bisa "move on" dari kesedihan hidupnya.Jika saja orang tidak mengenal atau mengerti tentang polemik yang tengah di hadapi, mereka akan berpikir bahwa kehidupan pribadi Angel baik-baik saja.Bagaimana mungkin Angel sempat untuk mengingat kegagalannya, sekedar untuk merasa lega saja hampir tidak memiliki waktu. Kesabaran menjalankan tugas satu belum sempat di cash, perintah tidak relevan yang membutuhkan kesabaran serta per
"Haah...akhirnya aku bisa menikmati hidupku." Gumam Angel dalam hati dengan binar mata cerah, sembari berjalan mendekat kearah Anggara."Mohon di tentukan pak." Ucapnya ringan sembari menyodorkan ponsel, yang telah menampilkan beberapa foto wanita cantik."Ini Rania 19 tahun mahasiswi di kota ini, cantik, putih, tinggi 169cm. Kalau yang ini Daisy 20 tahun, putih, indo cina 168cn, mahasiswi juga, dan yang ini..." Angel terus menggeser layar ponsel serta memberikan penjelasan tentang profil foto yang di lihat, tanpa menyadari kelainan ekspresi wajah Anggara, yang kini sudah bisa di bilang hampir menempel kepadanya. "Evangeline." Jawab Anggara dengan suara sedikit dalam, ketika Angel selesai menyebut nama salah satu profil foto pada layar.Iya...Evangeline, janda cantik satu anak berpose jauh lebih berani dari yang lainnya, wajahnya cantik, dengan kulit kuning Langsat mampu membuat pria manapun bertekuk lutut."Hah?." Jawab Angel reflek seraya menoleh kearah Anggara. Tentu saja wanita i
"Njel...Apa kau percaya jika ku katakan aku tertarik kepadamu?."Angel terdiam sejenak, menatap wajah di depannya dengan sedikit raut terkejut. "Apa yang kudengar barusan?." Kurang lebih demikian makna dari diamnya.Tetapi ketika mengingat siapa Anggara, dan bagaimana kebiasaannya berhubungan dengan wanita, Angel kembali tenang dan bersikap wajar. Wanita itu mengangguk serta kembali menampilkan senyum kecil, sebelum menjawab dengan ringan. "Ya pak." Sekarang, giliran Anggara yang terdiam dan menatap serius wajah Angel dengan sorot mata tak percaya, bahkan secara reflek pria itu mengulangi perkataannya kembali. "Kubilang aku tertarik kepadamu, apa kau percaya?."Ada rasa ragu dalam baris kalimat kali ini, seperti rasa enggan, heran, dan mungkin sedikit campuran rasa "aneh" yang tak di mengerti sebabnya. Namun kapan seorang Anggara akan menjaga perkataan dan tindakan.Pria tersebut justru menatap sosok cantik di depannya lebih cermat. Sedetik kemudian, gejolak rasa ingin tahu serta se
Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan
"Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan.Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?." saja yang keluar dari bibirnya, selebihnya terkunci rapat dalam pikiran.Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat.Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung meneguknya habis, memutar-mutar gelas pelan dan kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena statusku ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan."Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi.Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di pahami oleh or
"Jika ini adalah mimpi, maka bangunkan aku tuhan...sungguh terlalu menyakitkan melihatnya menggandeng wanita lain, dengan senyuman yang terpasang indah."Seorang wanita berdiri mematung di ujung jalan yang berlawanan, dengan 2 orang yang tengah terfokus untuk calon anggota baru dalam keluarga.Wanita yang tak lain adalah Angeline Winata itu, kini seolah tertimpa langit yang telah menaunginya selama ini.Meski langit dunianya yang memang tak lagi biru, setelah kabar ia peroleh dari sahabatnya beberapa hari yang lalu, tentang kecurangan sang suami.Akan tetapi, ia masih berusaha mewarnai dunia kecilnya dengan kecerahan kata maaf.Namun, ketika menyaksikan kisah dari suaminya bersama sosok wanita lain secara langsung, keduanya adalah hal yang benar-benar berbeda.Pekatnya mendung langit sore itu, bukanlah suatu ketakutan lagi untuk rasa dingin akibat curah hujan.Karena hatinya saat ini, jauh lebih dingin dari itu semuanya.Kepercayaan yang tinggal
Dasar g*la, cari jembatan dan melompat saja, jangan merepotkan orang lain." Makinya, sebelum menutup kaca dan melajukan mobil.Namun belum jauh mobil itu berjalan, dari balik kaca spion Handoko melihat tubuh di belakang mobil tersebut, jatuh tersungkur tergeletak di aspal jalanan.Dengan reflek ia menginjak rem mobil yang ia kendarai.Merasa mobilnya berhenti, pria di kursi belakang kembali berkata. "Ada apa lagi?.""Tuan sepertinya wanita itu pingsan." Jawab Handoko dengan sedikit kebingungan terpancar di wajah.Entah itu karena ia merasa iba untuk sosok disana, atau jiwa sosialnya yang kini tengah terbangun, yang jelas Handoko sedikit memiliki keengganan untuk melajukan mobil hitam, dengan nomor hoky terpasang di depan dan belakang."Lalu?.""Apa kau pikir kita harus membantunya?""Apa kau kira aku memiliki waktu untuk di buang sia-sia?, cepat jalankan mobil waktuku hampir habis."Dengan hati sedikit tak tenang, Handoko kembali menginjak pe