“Sudah tenang? Sekarang duduk di sini, dengarkan aku bicara.” Bayu memegang pundak istrinya dan mendudukkan Eliana di bangku panjang yang ada di taman itu.
Bayu berjongkok di depan istrinya yang terduduk di bangku panjang. Dia berlutut, kemudian memandang lekat wajah istrinya yang muram. Sedangkan Eliana berudah membuang wajahnya ke manapun karena dia tidak ingin melihat wajah suaminya. Dia sangat kesal memandnag wajah itu. Wajah yang selalu mengalah dengan siapa pun yang menghujatnya.
“Sayang, kau lihat? Semua orang memperhatikanmu dan menontonmu berantem sama wanita itu. Aku tidak ingin istriku yang sangat cantik ini, menjadi konsumsi publik. Aku tahu kamu marah. Tapi, tidak harus meluapkan ‘kan? Ada waktunya suatu saat, mereka yang harus malu karena mengetahui siapa suamimu ini. Tapi bukan sekarang.” Bayu dengan telaten menyurutkan emosi sang istri.
“Aku tidak rela, Mas. Aku tidak ikhlas. Dia menghina kita. Di tempat umum di depan banyak orang. Dia memeperalukan kita.” Bayu bengkit, kemudian memeluk tubuh istrinya yang mulai gemetar karena menahan tangis dan emosi.
“Aku minta maaf. Tapi, cukup kau yang tahu siapa suamimu ini. Persetan dengan orang lain mau menghinaku. Oke? Kau sudah tenang sekarang? Jika sudah, kita pulang.” Bayu melepaskan pelukkannya, kemudian menghapus air mata istrinya dan mengibaskan anakan rambut yang menutupi pipinya. Bayu mencium keningnya,kemudian menggenggam tangannya dan mengajaknya berjalan ke arah tempat parkir sepeda. Mereka tidak jadi joging karena kejadian ini.
Mereka mengayuh kembali sepeda, kemudian pulang. Tidak ada acara membeli jajan di pedagang kaki lima,karena memang sudah sangat hamcur mood Eliana.
“Kalian sudah pulang? Mandi, setelah itu sarapan bareng.” Mamanya menyuruh. Eliana hanya mengangguk saja, kemudian berlari ke atas melewati tangga. Sedangkan Bayu baru sampai dan mendekati mertuanya itu.
“Kenapa?” tanya mama mertua Bayu.
“Apanya, Ma?” Bayu pura-pura tidak tahu.
“Istrimu kenapa?” ulang mama mertuanya.
“Oh, biasa. Salah paham. Tadi ketemu pelanggan yang lumayan genit. Dia marah,” terang Bayu.
“Oh, makanya, ngapain, sih pakai nyamar-nyamar segala. Jadi perkara ‘kan? Ya sudah, kamu mandi habis itu, papamu mau di antar ke hotel katanya. Dia pingin naik ojek, sudah lama tidak naik ojek.” Bayu tersenyum kemudian mengangguk. Di tengoknya pak Agung sedang membaca koran di teras. Maka dari itu, Bayu segera naik ke atas, menuju kamarnya. Terdengar gemericik air bertanda istrinya sedang mandi. Bayu menunggunya sambil membuka laptopnya. Menyelesaikan sedikit urusan, terkait dengan salah satu drivernya, Toni.
Eliana sudah selesai, dengan mengenakan handuk kimononya, dan rambut yang terbungkus. Bayu melihatnya, kemudian meninggalkan laptopnya dalam keadaan menyala. Dia menyapa istrinya, yang sepertinya masih marah. Itu terlihat dari aura wajahnya yang gelap dan bibirnya yang manyun.
“Hai, Cantik! Kalau manyun begitu, jadi tambah cantik. Rasanya pingin mencium,” goda Bayu sambil mencekal lengan istrinya. akan tetapi, Eliana memberontak. Dia berusaha lepas dari cekalan suaminya. Tentu saja, kemenangan ada pada pihak Bayu. Sekuat tenaga apapun, Eliana tetap takhuk dalam pelukan Bayu.
“Ih, aku benci sama kamu!” Eiana sudah tenang di pelukan Bayu.
“Kalau di sini, boleh meluapkan emosi. Apalagi, diluapkan dengan bercinta. Itu, ranjang sudah menunggu dinaiki.” Bayu kembali menggodanya. Eliana tersipu malu. Dia tertawa dan mencubit pinggang Bayu, sehingga Bayu pura-pura merasa sakit dan mengaduh.
“Mandi,ih! Bau tahu?” Eliana memencet lubang hidungnya, karena pura-pura merasa bau. Bayu melepaskan pelukannya, kemudian mencium kening istrinya dan masuk ke kamar mandi. Sementara gemericik air terdengar, Eliana menyiapkan baju untuk suaminya. Bayu terbiasa memakai kaos oblong, dan celana jeans kalau sedang membawa ojol. Setelah baju suaminya siap, Eliana ganti baju sendiri dan membubuhkan sedikit bedak di wajahnya, kemudian keluar kamar. Mamanya sudah selesai menata meja. Dia menyusul papanya yang berada di teras.
“Pa,” sapa Eliana. Agung melipat kembali korannya, kemudian menoleh ke arah putrinya. Lelaki paruh baya itu mengangkat cangkir kopinya, kemudian menyeruput kopi tersebut. Terasa sangat nikmat.
“Suamimu sudah mandi?” tanya Agung. Sambil menengok ke arah Eliana yang baru saja duduk di kursi rotan sebelah.
“Mungkin belum belum selesai. Aku turun, dia baru mandi.” Eliana dengan singkat menjelaskannya. Agung mengangguk saja. Setelah itu, mereka berbincang-bincang, sampai terdengar panggilan dari mamanya.
Kemudian, mereka beranjak memenuhi panggilan mamanya. Di sana sudah ada Bayu. Melihat istrinya yang baru datang, Bayu bangkit kemudian menarikkan kursi untuk istrinya yang berada di sebelahnya. Eliana tersenyum, kemudian mengucapkan terima kasih. Bayu hanya mengangguk saja, kemudian duduk kembali di kursinya.
Mereka sarapan sambil sesekali berbincang. Bayu berbincang bisnis dengan mertuanya, sedangkan Eliana berbincang dengan ibunya tentang barang-barang brended yang sedang hit saat ini. Mendengar pembicaraan kedua wanita itu,
mereka para pria menggeleng-gelengkan kepalanya.Selesai makan, Eliana dan ibunya membereskan meja, sedangkan Agung membereskan berkas di kamarnya. Auntuk Bayu, mengambil jaket kebesarannya, kemudian mengenakannya dan pergi ke garasi. Seperti biasa, dia memanskan motor terlebih dahulu. Motor bebek yang baisa di gunakan untuk menjemput penumpang.
“Kenapa pakai motor itu? Pake motor yang besar kenapa, Mas?” tanya Eliana yang baru muncul dari pintu.
“Papa mintanya seperti biasa saja, Sayang. Itu, papa datang. Coba tanya?” Bayu masih memegang gas kendali, untuk memanasi motor yang baru saja dia starter.
“Ada apa? Ada apa, Sayang?” tanya Agung sang papa.
“Ini, masa mas Bayu pakai motor butut itu mau nganterin papa?” keluh Eliana.
“Saya yang nyuruh. Pingin nostalgia pakai ojek, saat dahulu kala, papa miskin.” Agung mengacak rambut anaknya lembut. Dia kemudian mendekati Bayu dan meminta helm untuk dikenakan. Bayu memberikannya, kemudian mempersilakan mertuanya itu untuk naik di belakang. Eliana mencium punggung tangan kedua pria yang dicintainya itu, kemudian melambaikan tangan melepas kepergiannya. Sedangkan mamanya Eliana tidak mengantarkan kepergian kedua pria itu, karena sedang sibuh membantu asisten rumah tangga mencuci piring.
Eliana masuk ke dalam rumah, kemudian mendekati mamanya. “Sudah pergi, papa dan suamimu?” tanya mamanya Eliana.
“Sudah, Ma. Ada yang perlu saya bantu?” tawar Eliana.
“Ah, sudah hampir selesai. Kamu sibuk atau tidak hari ini?” tanya mamanya.
“Enggak! Mau kemana, Ma?” tanya Eliana.
“Kita shoping.” Eliana tersenyum mendengar ajakan mamanya.
Sementara itu, Bayu dan juga Agung berada di jalan. Mereka melakukan perjalanan ke kantor dengan sesekali sambil mengobrol. Kemacetan Jakarta memang masih parah, walau sudah dilakukan PPKM oleh otoritas setempat. Rupanya, karena bunyi perut yang kelaparan, mereka sering mengabaikannya. Buktinya, kemacetan masih juga tinggi tingkatannya di kota itu.
Mereka sudah sampai di hotel Grand Palapa. Hotel milik Agung, yang di kelola Eliana dan juga Bayu. Namun, status presiden direktur masih tetap di pegang oleh Agung. Bukannya tidak percaya, tapi Bayu sendiri yang memintanya. Karena dia tahu, nama besar mertuanya itu sudah tidak di ragukan lagi.
Bayu menurunkan mertuanya itu tepat di lobi. “Kamu tunggu saja. Aku tidak akan lama.” Mertuanya menyruh menunggu. Bayu menuruti titah mertuanya saja. Dia memarkirkan motornya diantara mobil-mobil, karena memang tidak ada parkir motor di hotel itu. Adanya di belakang, itu juga milik karyawan.
Namun, setelah menurunkan mertuanya dia di cegat oleh satpam.“Kamu lagi, kamu lagi. Memang bandel, ya? Ojek online tidak boleh masuk ke hotel ini. Mengerti tidak?! Satpam itu sedikit membentak.
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata