“Ada hal-hal yang bisa dilakukan sendiri, tapi memilih untuk dilakukan pasangannya. Bukankah itu romantic yang kamu maksud?” Akursenyum, ih memang dia sangat romantic. Aku menyukainya, tapi mengapa masih ragu untuk ke pernikahan. Rasanya rakut dan cemas. Ini enak banget, membuat aku menguap panjang. memejamkan mata sepertinya tidak masalah. Sambil menunggu dia mengeringkan rambut. Ma, aku merindukanmu. Sekarang, ada yang menggandikanmu megeringkan rambut. Setelah itu, tidak tahu apa yang terjadi. Aku sudah berkelana ke alam mimpi.
***Meyyis***
POV SHASHA
Hari libur ini, perencanaan jatuh pada pergi ke rumah mama. Sepert halnya menantu yang berkunjung ke rumah mertua, Davin sangat repot. Dia berbelanja sangat banyak, sehingga bagasi penuh.
“Untuk apa semua itu? Mama hanya tinggal sendiri dengan suster.” Davin hanya senyum menjawab tanyaku. Jujur sedikit sebal. Terkadang dia mem
“Tapi, Ma. Setiap kali menyinggung pernikahan, aku akan berkeringat hebat.” Mama hanya mengangguk.“Itu penyakit, konsultasi ke dokter. Mau mama temani?” Aku menggeleng.***Meyyis***POV DAVINHari libur ini, tidak ada dalam rencana. Tapi, kali ini akan aku pergunakan untuk dekat dengan mama mertua. Jika dekat dengannya, siapa tahu Shasha luluh mau menikah secepatnya. Aku akan menyembuhkan traumanya dan mengatakan bahwa pernikahan itu nyata dan menyanangkan. Untuk pertama kali berkunjung, tentu harus memabawa banyak hadiah. Seorang ibu, sepertinya bahan makanan saja. Aku mengajak Shasha berbelanja. Tumben, wanitaku itu menurut tanpa protes.“Untuk apa semua itu? Mama hanya tinggal sendiri dengan suster.” Aku hanya senyum menjawab tanyanya. Dia kelihatan sebal, tapi tambah manis kalau begitu. Aku jadi sangat suka menggodanya. Kami
“Shasha betul, Tante. Dia sudah hafal untuk merawatku, hingga ingin segera meresmikan.” Keringat mulai membanjiri tubuhnya. Persis saat aku melamarnya dulu. Ada apa ini? Baiklah, sepertinya memang dia butuh psikiater. Tidak, sebentar lagi pasti akan gemetar.“Sebentar aku ke toilet.” Dia beranjak. Aku telah membuat kesalahan. Tapi, setidaknya mengerti ketidaknormalannya. Selepas dari sini, aku akan memaksanya untuk ketemu dengan psikiater.***Meyyis***POV DAVIN“Tan, aku akan bawa Shasha ke psikiater. Apakah tante mengijinkan?” Tante Rara memejamkan mata. Aku tahu, berat bagi seorang ibu menerima kenyataan anaknya tidak baik-baik saja.“Iya, silakan. Nak Davin, pernikahan aku dan papanya tidak berjalan dengan baik. Aku tidak menyangka jika Mas Aji akan meninggalkan kami dengan cara begitu. Semua ini pukulan yang sangat telak untukn
“Semoga perkataan mama terwujut. Ada banyak hal, yang membuat dia belum bersedia menikah denganku.” Memikirkan hal itu, aku sangat sedih. Bukan hanya bersedih karena dia tidak mau menikah denganku, terlebih karena alasannya. Betapa luka yang dirasakan Shasha sangat dalam, sehingga sampai menimbulkan rasa trauma yang tidak dapat dijangkau oleh akalnya. Ternyata, tidak dapat dia menyembuhkan dirinya sendiri. Sudah puluhan tahun sejak saat itu, tapi tidak juga dapat terlupakan.***Meyyis***POV ShashaMalam menjelang. Aku harus bangkit, karena esok hari juga harus bekerja. Mungkin, malam ini akan tinggal di rumah mama saja. Aku kangen memeluknya saat tidur. Tentu, harus pamit dengan Davin. Dia akan menungguku kalau tidak diberi tahu.“Aku mau nginap di rumah mama, bolehkan?” Aku menemuinya di teras.“Tentu saja boleh. Besok aku jemput kalau begitu. Suda
“Dia sudah lebih rapi.” Tersusun bagus dan rapi. Baju dan stelan, setelah itu … bagian dalaman. Pagi-pagi, melihat dalaman miliknya, otakku sudah traveling ke mana-mana.“Hus, hus, hus … gila! Hanya lihat beginian saja, Sudah membuat aku on. Memang tidak bisa lebih lama lagi. Semoga, terapinya segera akan berhasil. Sha, jangan hukum aku.”***Meyyis***POV SHASHAPagi menjelang, aku sudah bangun untuk membersihkan diri. Mama juga sudah bangun membuatkan sarapan untukku. Wanita itu, walau kesehatannya sudah memburuk, tapi bandel saja tidak mau istirahat. Kali ini, membuatkanku bubur mutiara. Sungguh repot, tapi dia terlihat sangat bahagia. Tidak lama, suara mobil datang dan berhenti tepat di depan rumah. Senyumku mengembang, semoga mama tidak menyadari.“Ma, aku lihat dulu.” Kakiku melangkah keluar. Davin sudah rapi dengan ste
“Ah, iya. Maafkan saya, Tante. Lain kali akan datang lagi. Jangan lupa masak yang enak, ya? Sang permaisuri sudah pasang tanduk.” Mereka tertawa lagi, membuatku mencibikkan bibir. Kami berjalan beriringan menuju ke mobil. Tidak seperti biasa, dia mengganti pengharum mobil? Ini wangi jeruk kesukaanku, yang Davin tidak suka. Kenapa? Aku bangkit dan bermaksud akan mengganti pengharum ruangan.“Jangan diganti, aku mulai menyukainya.” Aku mngerutkan kening. Ada apa dengannya? Biasanya juga tidak suka. Tapi biarlah, setidaknya aku bisa duduk tenang dan relaksasi.***Meyyis***POV SHASHAKami sudah sampai di kantor. Keningku berkerut, melihat Elsa ada di sana. Mau apa dia? Tapi bodo amat, biarkan saja dia mau ngamuk juga tidak akan kupedulikan. Langkah kakiku terus menapaki ubin yang berjejer rapi. “Oh, memang ibu dan anak sama saja. Seleramu tinggi juga. Setelah pengacara tidak kesamp
“Kamu yakin tidak ada apa-apa? Davin pasti memiliki rasa padamu. Kalau tidak, mana mungkin?” Aku hanya tersenyum. Dia memang benar, tapi bukan sekarng harus diketahui public hubunganku. Kalau Rani sudah tahu, dia pasti akan keceplosan dan seluruh kantor pasti akan tahu. Belum saatnya mereka tahu. Lagi pula, aku tidak bisa memberi kepastian pada hubungan ini. Tidak menutup kemungkinan jika orang tuanya akan menyuruhnya menikah dengan orang lain, jika ternyata aku tidak mampu menjadi Nyonya Davin.“Yah, malah melamun. Dengar, ye? Kalau besok lagi dia berbuat begitu? Jangan tanga, aku akan meremas rambutnya.” Masih saja, Rani belum move on dari kejadian pagi tadi.***Meyyis***POV DAVIN.Kenapa belum sampai? Aku tanya sendiri dalam hatiku. Langkah kaki menuju ke lobi menyusulnya. Tapi … tunggu! Bukankah itu Elsa? Apa yang dilakukannya? Dia pasti mengganggu Sh
“Sukses. Hanya saja, aku tidak yakin papa mama menerima dari latar belakang dia.” Tanganku menepuk pundaknya untuk memberikan semangat. Aku yakin papa akan mengerti, demikian juga dengan mama. Bukankah mereka berdua memang selalu mendukung apa pun yang kami lakukan?***Meyyis***POV DAVIN“Kamu sendiri, bagaimana dengan Shasha?” tanya Devan. Aku menggeser tubuh sehingga bisa dekat dengannya. Kami saling berdekatan memandang jauh kea rah senja yang mulai tertutup dengan awan hitam sehingga menggelap.“Masih sama, besok mau aku jebak untuk ketemu dengan dokter. Dia sakit, Van. Harus dibawa ke ahlinya. Bicara tentang pernikahan akan membuat dia bereaksi hebat, bahkan sampai pingsan. Sepertinya, perceraikan orang tuanya mmebuat syock.” Devan tampak mengerti. Tangannya hangat menyentuh pundakku. Aku tersenyum memberikan tanda bahwa aku baik-baik saja. walau telah
“Kamu tidak nginep?” Aku menggeleng mendengar pertanyaan dari mama.“Shasha sendirian di rumah, Ma. Kasihan.” Mama menganguk mendengar alasanku. Akhirnya, aku berjalan menuju ke arah mobil untuk pulang ke rumah.***Meyyis***POV ShashaAku sampai di rumah, tapi Davin tidak ada. Kemana dia? kenapa jadi posesif? Tidak seharusnya aku kepo urusannya. Bairkan saja, lebih baik mengurus baju-bajunya. Sepertinya tukang loundri sudah menyelesaikan pekerjaannya. Baiklah, lepaskan baju, berganti dengan gaun santai.Aku bersenandug lirih sambil mendorong troli pakaian. Sudah sampai di kamar Davin. Pakaian yang dilipat kuletakkan di lemari kecil, termasuk pakaian dalam. sedangkan jas dan kemeja di lemari besar digantung. Timbul hasrat untuk berdendang sambil sedikit bergoyang.“Sudah selesai?” Terdengar sebuah suara. Kaget, hingga hampi