Home / Fantasi / Omega keeper Of Crystalon / Bab 4 : Jejak Awal di Wilayah Inti Dan Seorang Wanita

Share

Bab 4 : Jejak Awal di Wilayah Inti Dan Seorang Wanita

Author: FIKRI
last update Last Updated: 2025-06-01 00:31:40

Pagi di pos pengamatan itu dibuka dengan... suara dentuman keras.

"KAU MENUMPUK BAHAN KIMIA DENGAN BUMBU KARI?!" teriak Fyren panik sambil menari-nari di udara, ekornya membentuk tanda silang.

Luca berdiri dengan tenang di dapur kecil itu, satu tangan memegang panci, tangan lainnya menahan tutup yang nyaris terlempar karena ledakan kecil dari dalam.

"Aku kira itu semacam penguat rasa," katanya kalem.

"Itu penguat rasa untuk zat antigravitasi, bukan buat sup kentang!" balas Fyren. "Kalau kita meledak karena makan siang, aku akan menghantuimu selamanya, tahu?!"

Luca menatap isi panci yang sekarang... berubah warna menjadi ungu neon. Ia mendorongnya ke sudut.

"Baik. Aku menyerah untuk hari ini." 

Fyren mendesah, kalau robot bisa melakukannya. Ia melayang turun dan meletakkan sesuatu di atas meja.

"Sementara kau mencoba membunuhku dengan masakanmu, aku menemukan ini," katanya sambil menyodorkan selembar hologram biru.

"Peta?"

"Bukan sembarang peta. Ini adalah peta Wilayah Inti. Sebuah kawasan yang dulu jadi pusat kota sebelum kehancuran. Tapi yang menarik, ada satu titik merah yang aktif... dan terhubung dengan sistem pemantau lama."

Luca menatapnya serius. "Artinya seseorang... atau sesuatu... masih hidup di sana."

Fyren mengangguk. "Dan tempat itu mungkin menyimpan jawaban soal kenapa kau bisa muncul di sini, dalam tubuh baru, dengan kekuatan yang belum stabil."

Luca menggenggam pinggiran meja. Tubuhnya masih belum seimbang sepenuhnya, tapi rasa dorongan untuk bergerak sudah mulai menguat.

"Aku akan pergi ke sana."

"Kau butuh waktu delapan jam jalan kaki. Atau..." Fyren menekan tombol, dan lantai ruangan terbuka perlahan, memperlihatkan... sebuah sepeda roda satu berdesain steampunk dengan sayap kecil di sampingnya.

Luca memandangi benda itu.

"...aku jalan kaki saja."

Perjalanan menuju Wilayah Inti tak semudah yang dibayangkan. Luca melewati reruntuhan yang ditumbuhi tanaman aneh, robot pemburu yang mati setengah hidup, dan sesekali... benda mirip burung yang bicara dalam bahasa iklan.

Namun ia tetap diam, berjalan dengan langkah mantap.

Saat matahari sore mulai menyorot dari sisi barat, Luca akhirnya tiba di pinggir Wilayah Inti.

Di sana berdiri sisa-sisa bangunan tinggi yang sebagian terpelintir seperti dilipat paksa. Puing-puing berserakan, dan langit di atasnya memiliki semburat biru yang berbeda—lebih padat, lebih pekat.

Fyren muncul di sebelahnya. "Zona ini memiliki medan gravitasi sendiri. Karena itu dinamai 'Inti'. Dan menurut data, titik merah itu... ada di dalam gedung pusat riset tua itu."

Luca menatap gedung tinggi yang hampir roboh di tengah area. Dindingnya berlubang besar, dan ada semacam kabut tipis di sekitarnya.

Tanpa bicara, ia berjalan mendekat.

Namun, saat kakinya menginjak lantai retak di depan pintu masuk—klik.

Fyren menjerit, "Itu jebaka—!"

Sebuah ranjau mini aktif. Tapi sebelum sempat meledak, Luca menghentakkan kaki. Energi dari tubuhnya membentuk gelombang datar yang menyerap ledakan kecil itu, memadamkannya.

Fyren terpaku.

"...Oke. Aku tarik kata-kataku. Kau mulai terlihat keren."

"Terima kasih."

Luca masuk ke dalam gedung. Di dalamnya, segala sesuatu seolah membeku dalam waktu. Peralatan berkarat, layar mati, dokumen elektronik membeku dalam panel transparan.

Dan di tengahnya... ada sebuah tabung besar, dengan seseorang di dalamnya.

Seorang gadis.

Rambutnya biru pucat, tubuhnya seperti tertidur. Di sekitar tabung, alat-alat menyala perlahan.

Fyren terdiam. "Itu... sistem pembekuan generasi ketujuh. Tapi ini mustahil. Teknologi ini seharusnya—"

"—punah seribu tahun lalu," potong Luca pelan.

Ia menyentuh permukaan tabung.

Gadis itu membuka mata.

Luca menatap mata gadis itu yang terbuka perlahan. Mereka berwarna keperakan—bukan abu-abu biasa, melainkan seperti kaca yang merefleksikan langit. Pandangannya kosong, tapi tubuhnya mulai bergerak pelan, seolah menyadari keberadaan Luca.

Fyren melayang gugup di atas bahu Luca. "Kita... harusnya kabur. Maksudku, entah dia alien, eksperimen gagal, atau monster level kota!"

Tapi Luca tetap diam. Hanya satu alisnya yang terangkat sedikit, cukup sebagai reaksi.

Tabung pembeku itu berbunyi beep, dan kaca pelindungnya bergeser perlahan, mengeluarkan embusan udara dingin. Gadis itu terduduk, satu tangan menyentuh pelipis.

"A-aku...," suaranya lirih, serak. "...masih hidup?"

Luca menatapnya tanpa ekspresi. "Itu tergantung. Siapa kau?"

Gadis itu tampak kebingungan. Ia menatap sekeliling, lalu ke tubuhnya sendiri. Ia mengenakan pakaian putih lusuh, seperti seragam laboratorium yang kebesaran. Di dadanya, ada sebuah emblem buram—tertulis: UNIT N-O....

Sisa hurufnya hilang.

"Aku tidak tahu..." katanya akhirnya. "Aku bahkan... tak tahu namaku."

Fyren menyeringai kecil. "Wah, klasik. Gadis misterius, tabung eksperimen, hilang ingatan. Ini kayak novel tua."

Luca mengabaikan komentar itu. Ia jongkok di depan gadis itu, menatap lurus ke arah matanya. "Kau tahu di mana ini?"

Gadis itu menggeleng.

"Kau tahu apa pun tentang tempat ini?"

Gelengan lagi.

"...Apa kau bisa jalan?"

Gadis itu menatap kaki telanjangnya, lalu mencoba berdiri. Lututnya gemetar, tapi dengan cepat Luca menopangnya—dengan refleks sehalus seorang penjaga istana.

"Tidak usah sok kuat," katanya. "Tubuhmu baru keluar dari pembekuan. Kau bisa pingsan hanya karena nafas terlalu dalam."

Gadis itu tersenyum tipis. "Kau... baik juga."

"Aku hanya tak ingin membawamu sambil digendong. Berat."

Fyren melayang dan mencolek bahu Luca. "Jujur, aku ragu itu alasanmu."

“Bagaimanapun,” kata Aeri sambil menatap Luca, “aku telah ditolong olehmu, jadi maaf jika itu merepotkanmu.”

FIKRI

Yah... niatnya cuma mau nyari jawaban hidup, eh malah nemu cewek misterius dari tabung es. Dunia Nuansa Omega emang gak pernah kehabisan kejutan ya? Luca udah mulai terlihat kayak MC anime yang keren tapi sebenernya dalam hati bingung mau ngapain. Dan cewek ini? Belum tahu nama, belum tahu tujuan... tapi senyumnya manis, jadi kayaknya boleh dibawa pulang (eh—maksudnya diselamatkan). Kira-kira gadis ini siapa ya? Raksasa? Malaikat? Atau cuma manusia biasa yang nasibnya kurang beruntung karena ketemu Luca duluan? Yuk, lanjut bab selanjutnya. Soalnya... makin ke depan, ceritanya makin rame. Percaya deh.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 66 : Bunga Air Mata Kristal

    Fajar di desa Kaum Buangan terasa berbeda. Cahayanya yang pucat seolah membawa beban dari nasib tujuh orang yang terbaring di antara hidup dan mati. Di dalam pondok penyembuhan, Selvine berdiri, tekadnya telah mengeras menjadi baja. Ia mengenakan pakaian latihan yang lebih praktis, rambutnya diikat erat, dan di pinggangnya terselip sebuah belati perak tipis.Tetua Elara memberinya sebuah kantung kulit yang diawetkan secara khusus. “Bunga itu akan layu jika terkena udara biasa terlalu lama. Masukkan segera setelah kau memetiknya,” katanya, matanya yang bijaksana menatap Selvine dengan campuran kekaguman dan kekhawatiran. “Hati-hati, anak muda. Kematian sebuah entitas besar akan selalu menarik perhatian mereka yang lapar.”Selvine mengangguk. Ia menatap teman-temannya yang terbaring tak berdaya untuk terakhir ka

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 65 : Tekad Selvine

    Keheningan yang mengikuti badai adalah jenis keheningan yang paling menakutkan. Di dalam kawah yang baru terbentuk, di bawah lubang di langit yang perlahan mulai menutup, Selvine adalah yang pertama kali membuka mata. Kepalanya terasa seperti akan pecah, dan setiap sel di tubuhnya menjerit karena kelelahan.Ia memaksa dirinya untuk duduk. Pemandangan di sekelilingnya adalah sebuah lukisan keputusasaan.Di dekatnya, terbaring teman-teman dari Tim Kunci. Trint dan Fyren tak sadarkan diri, tubuh mereka penuh luka goresan dan memar. Di sampingnya, Aeri terbaring pucat seperti mayat, sisa-sisa energi kehidupannya nyaris tak terasa setelah melakukan ritual nekatnya.Lalu, pandangan Selvine beralih ke anggota timnya yang lain, Tim Umpan. Hatinya mencelos.

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 64 : Keadaan Setelah Badai

    Waktu seolah berhenti di dalam kawah kehancuran itu. Di bawah lubang di langit yang menatap turun seperti mata dewa yang kosong, Luca berdiri sebagai pusat dari badai. Ia telah memojokkan mereka. Pertarungan ini sudah berakhir.Kedua Penghukum elit terkapar di tanah, armor mereka hancur, senjata mereka tak lebih dari serpihan logam. Mereka menatap sosok di hadapan mereka dengan horor murni, menyadari bahwa mereka tidak sedang menghadapi seorang murid, melainkan sebuah bencana alam yang memiliki wujud manusia.Luca berjalan perlahan mendekati mereka. Setiap langkahnya membuat tanah bergetar, bukan karena berat, tetapi karena kepadatan energi yang ia pancarkan. Badai lima elemen—api, es, angin, tanah, dan petir—berputar ganas di sekelilingnya, sebuah simfoni kehancuran yang siap dilepaskan.

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 63 : Lima Elemen Dewa

    Di tengah kawah yang baru terbentuk, di bawah lubang di langit yang memperlihatkan bintang-bintang asing yang dingin, Luca berdiri perlahan. Keheningan yang mengikuti ledakan energi itu lebih menakutkan daripada suara apa pun. Tubuhnya tidak lagi memancarkan aura elemen yang terpisah. Kini, ia diselimuti oleh badai energi lima warna yang berputar liar, sebuah neraka pelangi yang mentah, kacau, dan tak terkendali. Api, air, angin, tanah, dan petir tidak lagi menjadi alat, tetapi bagian dari dirinya, mengalir keluar dari pori-pori kulitnya seperti napas sebuah bintang yang baru lahir.Matanya, yang tadinya penuh dengan keraguan dan kehangatan, kini adalah dua lubang kosong yang bersinar dengan cahaya putih keperakan yang murni dan menakutkan. Tidak ada kesadaran di sana. Tidak ada Luca. Hanya ada insting murni. Sebuah kekuatan alam yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya.Sang Pemecah dan Sang Penenun, dua Penghukum elit dari Selatan, berhasil menstabilkan diri me

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 62 : Perjuangan Tim Kunci Dan Lahirnya Keajaiban

    Pertarungan itu bahkan tidak bisa disebut pertarungan. Itu adalah pembantaian.Tim Kunci, yang kelelahan dan tidak memiliki kekuatan tempur utama, dihancurkan oleh efisiensi brutal dari dua Penghukum elit.“Trint, Fyren, ganggu gerakan mereka!” teriak Selvine, mengambil komando dalam keputusasaan. Ia berdiri paling depan, darah murninya menyala seperti suar pucat, menjadi perisai terakhir bagi Aeri yang masih panik mencoba menyembuhkan teman-teman mereka yang terkapar.Trint mencoba. Ia menggunakan Null Pulse pada Sang Pemecah, tetapi kekuatan fisik murni dari pedang raksasa itu tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, hanya sedikit diperlambat. Dengan satu ayunan horizontal yang malas, Sang Pemecah menciptakan gelombang kejut yang melemparkan Trint hingga menabrak dinding batu dengan keras. Ia jatuh, tak sadarkan diri.

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 61 : Perjuangan Tim Kunci (1)

    Di tengah jalur tersembunyi yang sunyi, Tim Kunci bergerak seperti empat bayangan yang menyatu dengan kegelapan. Di bawah panduan Trint, setiap langkah mereka terukur, setiap napas terkendali. Misi mereka adalah keheningan, dan sejauh ini, mereka berhasil.Namun, di tengah keheningan itu, sebuah jeritan tanpa suara meledak di dalam jiwa Aeri.Ia berhenti begitu tiba-tiba hingga Fyren, yang berjalan di belakangnya, nyaris menabraknya. Aeri mencengkeram dadanya, matanya membelalak ngeri. Di dalam hatinya, ia merasakan sesuatu yang lebih buruk dari serangan fisik mana pun. Ikatan Vital—benang emas yang menghubungkan esensi hidupnya dengan Luca—yang biasanya terasa hangat dan stabil, kini meredup dengan cepat. Benang itu menjadi dingin, rapuh, dan seolah akan putus kapan saja.Rasa sakit dan kepanikan yang l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status