Ilmuan yang berpetualang di berbagai macam dunia dengan para makhluk aneh dan seorang Dewi. Berbagai petualangan seru mereka lewati di berbagai dunia lain seperti dunia paralel, masa sekarang, masa depan, masa lalu, dunia fantasi, dunia imajinasi, dunia mimpi, dunia iblis, dunia para dewa dan dunia lainnya. ****** Zora tiba-tiba menggenggam erat tangan Hans yang tengah duduk termenung dengan tatapan kosong, "Hans, kau tak perlu cemas ataupun takut ... di dunia manapun kita berada, aku akan selalu bersamamu. Walau aku telah kehilangan tangan kiriku, mata kiriku, dan mungkin segala yang ada pada diriku, aku akan tetap selalu melindungimu!" *** Saat mesin waktu berhasil berfungsi, sebuah bola misterius tiba-tiba muncul dari dalam portal. Bola itu lalu diambil dan dipegang oleh Robert Hans, anehnya bola itu justru memancarkan cahaya. Tekanan cahayanya menghancurkan seluruh laboratorium, membuat Robert Hans jatuh pingsan. Zora satu-satunya ilmuan yang selamat kala itu langsung datang menyelamatkan Hans. Dengan perjuangan berat Zora menggendong Hans dan berusaha keluar dari laboratorium, namun tak ada jalan keluar, Zora terpaksa masuk ke dalam mesin waktu yang berfungsi tanpa ter-setting. Dalam dunia mesin waktu Zora bertemu seorang Dewi Penjaga Waktu. Dewi itu memberi petunjuk agar jika ingin kembali ke dunia asal harus mencari beberapa kepingan air mata Aldebran yang nantinya disatukan dan menjadi sebuah kunci. Setiap kepingan itu tersebar di seluruh dunia yang berbeda.
Lihat lebih banyakWalau dengan tubuh penuh luka bercucuran darah, Miranda tak pernah berhenti melepaskan tangannya, memeluk seorang anak berusia dua belas tahun yang tergeletak pingsan di pangkuannya, Robert Hans.
Puluhan pasukan cyborg bersenjata lengkap mulai mengepung dan menodongkan senjata rifle ke arah mereka berdua.
“Miranda! Mengapa kau malah melindungi anak itu? Anak itu telah membunuh suamimu!” teriak salah satu cyborg.
“Apa kalian tidak sadar? Kalian mau membunuh seorang anak kecil? Kalian orang WG sungguh biadab sekali!” sanggah Miranda, perempuan berambut perak, berjas lab dan mengenakan kacamata.
Seorang perempuan berseragam militer tiba-tiba berjalan masuk ke tengah kerumunan pasukan cyborg.
“Kami tidak akan membunuh anak itu, Miranda. Serahkan saja Robert Hans kembali pada WG, anak itu akan menjadi aset yang berharga bagi kami!” sahut perempuan tersebut.
Miranda merogoh saku jas labnya, lalu diambillah sebuah remote kontrol, dan diarahkannya kepada perempuan tersebut.
“Jika kalian nekat ingin mengambil anak ini dariku, seluruh bidikan laser yang terpasang di setiap dinding di ruangan ini akan aktif dan menyerang kalian! Aku juga tak akan ragu menekan tombol penghancur ruangan ini!” ancam Miranda serius, “Memang anak ini telah menghilangkan nyawa suamiku, tapi itu dilakukannya tanpa dia sengaja! Dan, aku tak akan membiarkan WG memanfaatkan anak ini hanya untuk melanjutkan mesin waktu ciptaannya!”
Dhuar!
Sebuah tembakan dilancarkan oleh perempuan tersebut, tepat mengenai punggung Miranda.
“Aku peringatkan kau! Walau kau ilmuan WG, jika kau berani melawan perintah atasanmu, maka tak akan ada tempat bagimu lagi di dunia ini!” ancam perempuan tersebut dengan angkuhnya.
Huek!
Miranda muntah darah, tubuhnya kesakitan menahan luka serius di punggungnya.
“Cepat serahkan anak itu Miranda!!” bentak perempuan berseragam militer tersebut sembari menodongkan pistol ke arah Miranda.
“WG sungguh serakah … tak hanya telah merampas putri kesayanganku, kalian bahkan memaksa seorang anak kecil hanya untuk memenuhi ambisi kalian yang tidak berguna!” ucap Miranda dengan terbata-bata, “WG benar-benar licik!”
“Diam kau!!” bentak Emma, perempuan berseragam militer tersebut dengan penuh amarah.
Dhuar!
Tembakan kedua dilancarkannya tepat mengenai kaki Miranda.
“Miranda Ozora!! Kali ini aku tak akan segan lagi untuk membunuhmu!!” teriak Emma lantang.
Zab!
Tiba-tiba satu unit cyborg tumbang terkena serangan laser dari dinding menembus dadanya.
Zab!
Zab!
Zab!
Serangan laser susulan secara beruntun, dengan sekejap serangannya telah menumbangkan seluruh pasukan cyborg yang mengepungnya.
Tatapan mata Emma tampak serius. Dia tampak sangat ketakutan bercampur panik saat seluruh pasukan cyborg-nya tergeletak berjatuhan.
“Kurang ajar kau, Miranda!!!” teriak Emma lantang.
Dhuar!
Tembakan ketiga mengarah tepat mengenai dada Miranda.
Huek!
Miranda kembali muntah darah sembari menahan rasa sakit yang luar biasa.
Emma lalu mengarahkan pistolnya tepat di pelipis kepala Miranda.
Tanpa sedikit pun rasa takut, Miranda justru tersenyum sembari memandang wajah Robert Hans.
“Robert Hans, aku harap kau akan menjadi ilmuan yang berguna di masa depan. Aku harap kau juga bisa berteman baik dengan putriku, Zora … uhuk! Uhukk!” pesan Miranda kepada Robert Hans, “Kau masih muda, dan jalanmu masih panjang, kejarlah impianmu, kembangkan keahlianmu, dan jangan pernah kau kembali ke WG untuk melanjutkan mesin waktu yang berbahaya itu.”
Klik!
Miranda lalu menekan tombol merah pada remote-nya, alarm peringatan berbunyi.
Seluruh ruangan berguncang dahsyat.
“Keluarlah Mike!! Bawa Robert Hans keluar dari sini!!” teriak Miranda lantang.
“Tak akan kubiarkan!!” sahut Emma.
Sebuah robot tikus raksasa tiba-tiba keluar dari dalam tanah, ia menerobos dengan melubangi lantai menggunakan mulut bornya.
Dengan sigap Miranda meletakkan tubuh Hans, lalu menerkam tubuh Emma dan menjatuhkannya ke lantai.
“Lepaskan aku Miranda!!” teriak Emma.
“Tidak! Kau akan mati di sini bersamaku!”
Dhuuar!
Emma menembak perut Miranda, sementara robot tikus tersebut berhasil membawa Robert Hans kabur dengan menaikkannya ke atas punggung robot.
Seluruh dinding dan atap bangunan mulai runtuh menimpa seisi ruangan.
“Lepaskan aku!! Tak akan kubiarkan kau lolos, Robert Hans!!” teriak Emma.
Miranda dengan sigap mengunci tangan Emma, mencegah Emma menembak robot yang membawa Robert Hans.
“Pergilah, Hans! Jangan pernah kembali ke WG! Aku sangat-sangat menyayangimu!” teriak Miranda lirih, air matanya mengalir membasahi pipi putihnya.
Bangunan tersebut telah hancur, rata dengan tanah dan mengubur mereka berdua.
**
Seorang perempuan misterius dengan wajah tertutup tudung jubah hitam mendekat ke arah Hans yang duduk tersandar di bawah pepohonan di tengah hutan. Tampak di dekat Hans sebuah bangkai dari robot tikus yang telah menyelamatkannya.
Perempuan misterius tersebut akhirnya menjadi ibu angkat Hans. Dialah yang telah merawat Robert Hans seorang diri di sebuah gubuk kecil di tengah hutan. Dia pula yang telah mengajarinya cara berburu, meracik tanaman obat, dan melatih kemampuan bela diri.
Di tengah kesibukan Hans meracik obat, ibu angkatnya tiba-tiba datang menghampirinya.
“Nak, Ibu pikir sebaiknya kau pergi ke kota untuk belajar dan mengasah keahlianmu di sana. Ibu harus kembali melanjutkan perjalanan panjang Ibu untuk mencari seseorang.”
“Mencari siapa, Bu? Biar aku temani!” usul Hans.
“Tidak boleh!” bentak ibu angkat Hans, “Nak, Ibu akan berkata terus terang padamu. Saat Ibu pertama kali menemukanmu, kau tergeletak pingsan di tengah hutan, terdapat selebaran kertas berisi pesan yang terselip di saku jasmu.”
“Pesan? Pesan apa, Bu?” tanya Hans penasaran.
“Pesan dari Miranda, agar menyuruhmu pergi ke Kota Lorensia dan mengelola lembaga penelitian Miranda di sana, Mira-Tech.”
“Miranda … sepertinya aku pernah mendengar nama itu.” ucap Hans sembari mengingat-ingat, “Mengapa Ibu tidak memberitahuku pesan ini dari dulu?”
“Tentunya, Ibu harus merawatmu dan membekalimu banyak hal!” jawab sang ibu, “Mungkin saat ini kau masih kehilangan ingatanmu, tapi suatu saat kau akan kembali mengingatnya.”
Hans termenung, wajahnya tampak sedih karena dia belum siap jika harus berpisah dengan ibu angkatnya.
Sang ibu lalu mendekat dan memeluk Hans. Selang beberapa saat, ibu angkatnya membalikkan badan dan mengucap salam perpisahan.
“Di pesan itu juga tertulis, kau harus menjauhi orang WG-Tech. Nak, ini adalah percakapan terakhir kita. Sekarang pergilah, Nak! Jika suatu saat kau bertemu kembali dengan Ibu, aku harap kau tidak melupakan Ibu … Ibu menyayangimu.” pamit ibu angkat Hans.
Dengan mengenakan jubah hitam, ibu angkat Hans melangkahkan kaki dan berjalan semakin jauh, sementara Hans masih tampak terpukul atas kepergiannya.
**
Lima belas tahun berlalu, Hans kini telah genap berusia tiga puluh satu tahun. Dia menjadi pemimpin Mira-Tech, dan lembaga penelitian tersebut kini telah berkembang pesat.
Segala hasil eksperimen Hans, maupun data penelitian rahasia Hans, tak ada seorang ilmuan pun yang mengetahui letak keberadaannya kecuali seorang asistennya, Dhea Kumala Anggraini.
Hanya Dhea yang pernah diajaknya berkeliling menuju sacred room, sebuah ruangan rahasia yang terletak di lantai bawah lembaga penelitian Mira-Tech. Sacred room merupakan tempat tersembunyi segala hasil eksperimen Hans sekaligus tempat penyimpanan data penelitian rahasianya.
Suatu ketika, di tengah perjalanan, Hans kala itu mengantarkan Dhea pulang dengan mobilnya. Hans melihat dari kaca mobilnya beramai-ramai mobil hitam berlogo Im-Tech melaju kencang berlawanan arah dengan mobil Hans.
Dhea yang duduk di sebelah Hans turut melihat dan melaporkannya kepada Hans.
“Tuan, bukankah itu rombongan mobil Im-Tech?” tunjuk Dhea.
Hans tampak cemas, firasatnya tak keruan, namun ia tetap mengalihkan perhatian dan tancap gas.
“Aku harap tidak terjadi apa-apa.” gumam Hans was-was.
* * *
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen