Share

Bab 3 : Simulasi

Penulis: FIKRI
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-01 00:31:35

Keesokan harinya, Fyren bangun lebih dulu. Tepatnya, makhluk itu tak pernah tidur. Ia sibuk bersih-bersih ruang pos pengamatan dengan sinar laser kecil yang keluar dari ekornya. Sementara itu, Luca masih duduk di kursi yang sama, matanya terbuka setengah. Ia tak sepenuhnya tidur, tapi lebih seperti meditasi. Tubuh barunya memang butuh waktu untuk beradaptasi, dan ini... adalah cara terbaik yang ia tahu.

"Selamat pagi dunia asing yang penuh misteri!" teriak Fyren sambil meluncur ke langit-langit dan menyalakan semua lampu ruangan.

Luca memicingkan mata. "Kalau kau tidak bisa diam lima menit saja, mungkin dunia ini akan sedikit lebih tenang."

"Maaf!" kata Fyren, meski tidak terdengar menyesal sama sekali. "Tapi aku punya kabar baik! Simulasi Awal sudah aktif!"

Luca berdiri perlahan. Gerakannya masih terasa kaku, tapi sudah jauh lebih stabil dari kemarin.

"Bawa aku ke sana."

Fyren memandu ke sebuah ruangan kecil di ujung lorong. Dinding logam bergaris-garis seperti ruang kapsul, dan di tengahnya terdapat lingkaran dengan cahaya biru berputar lambat.

"Masuk ke dalam. Sistem akan membaca tubuh barumu, lalu memindahkan kesadaranmu ke ruang simulasi."

Luca melangkah masuk. Begitu ia berdiri di tengah lingkaran, dinding berpendar dan suara mekanis terdengar:

"Inisialisasi Simulasi Awal... Menganalisis tubuh pengguna... Menyesuaikan kestabilan energi internal... Menyesuaikan tekanan atmosfer virtual... Harap tenang."

Luca tidak bereaksi, bahkan ketika cahaya mulai menyelimuti tubuhnya dan segalanya berubah jadi putih.

...

Saat ia membuka mata, Luca berdiri di sebuah padang rumput luas. Langitnya cerah, angin bertiup lembut. Tempat ini terasa terlalu damai untuk dunia yang baru saja hancur.

"Aneh," gumamnya. "Kenapa tempat latihannya seperti surga kecil?"

Tiba-tiba, tanah di depannya meledak. Seekor makhluk mirip anjing dengan tanduk merah muncul dari tanah, melolong ganas, dan langsung melompat ke arah Luca.

Luca tak bergerak. Ia menunggu... merasakan gerakan, kecepatan, dan arah tekanan.

Detik berikutnya, ia menunduk sedikit—hanya sedikit. Makhluk itu meleset dan mendarat keras di belakangnya.

"Masih lambat," gumamnya lagi.

Makhluk itu berbalik, hendak menyerang lagi, namun Luca sudah bergerak. Ia meluncur ke depan, tangan kosong menghantam udara, dan menciptakan gelombang energi yang menghancurkan tanah di bawahnya.

Makhluk itu terpental, menghilang jadi serpihan cahaya.

Fyren muncul sebagai hologram kecil. "Waaah! Itu keren! Kau bahkan belum pakai senjata!"

Luca menatap tangannya. Energi dalam tubuh ini... memang kuat. Tapi tak semurni saat di Bumi. Tubuh ini menampung kekuatan besar, tapi tidak bisa mengalirkannya secara efisien.

Ia memejamkan mata, mencoba mengingat. Di Bumi, teknik Gelang Api bisa ia bentuk hanya dengan satu gerakan. Kini, meski kekuatannya tak kalah besar, teknik itu... terasa kabur.

Dan saat itulah, kenangan menyeruak.

Kilatan bayangan: sebuah ruangan penuh cahaya. Sorot mata ayahnya. Suara decak kagum orang-orang. Bocah berambut hitam yang mengangkat pedang dengan satu tangan.

Kilasan itu menghilang secepat datangnya. Luca membuka mata, ekspresinya kembali datar.

"Memori itu masih ada," katanya pelan.

Fyren menatapnya. "Kau ingat sesuatu?"

"Sedikit, Tapi cukup untuk tahu bahwa aku pernah menjadi seseorang yang jauh lebih kuat dari ini."

Fyren tersenyum. "Maka kau bisa mencapainya lagi."

Luca memutar tubuhnya. "Ini hanya simulasi. Aku belum benar-benar tahu kekuatan sebenarnya dari dunia ini."

"Benar juga!" sahut Fyren. "Tapi hey, ada tantangan berikutnya kalau kau mau—level dua dari simulasi ini akan mengeluarkan lawan yang bisa berpikir!"

"Lawan yang bisa berpikir?" Luca menarik napas, lalu mengangguk. "Baik. Ayo mulai."

Simulasi berubah. Langit menggelap sedikit. Di ujung padang rumput, muncul sosok manusia. Atau... hampir manusia. Matanya bersinar merah, tubuhnya berselimut armor biru gelap.

Fyren memberi keterangan, "Itu adalah rekaan dari pengguna sebelumnya yang menjadi korup. Ia bernama Evan. Dulu... dia adalah pelindung dunia ini. Tapi sistem tak mampu lagi menampung egonya."

Luca menatap musuh itu tanpa ekspresi. "Menarik."

Mereka saling diam selama beberapa detik.

Lalu Evan menyerang duluan.

Pertarungan itu cepat, penuh benturan energi. Luca menghindar, menangkis, dan sesekali menyerang balik. Tapi ia masih mencoba—bukan untuk menang, melainkan untuk memahami.

Untuk mengingat.

Dan di tengah benturan terakhir, ketika tangan Luca menyentuh bahu lawannya dan meledakkan energi di titik tekanan... ia tersenyum kecil.

"Tubuh ini... mulai menyesuaikan."

Serangan Beruntun dilancarkan lagi sesaat luca menoleh.

“Sepertinya bahan simulasi seperti ini akan sedikit merepotkan mulai sekarang” Luca menunduk dengan cepat segera menggunakan betis untuk mengantamkan serangan fisik ke Evan.

Pertukaran serangan cukup lama terjadi di dalam simulasi tersebut, luca dengan serius menggerakan setengah dari pergelangan tangannya dan titik merah mulai mencuat serta dengan kilat mengancurkan Evan.

Evan menghilang dalam cahaya.

Simulasi berakhir.

Luca kembali ke pos pengamatan. Fyren mengikutinya dengan gembira.

"Kau hebat! Tapi... sedikit muram. Bisa kau coba tersenyum tanpa membunuh atmosfer ruangan?"

Luca tidak menjawab.

Fyren menghela napas palsu. "Baiklah. Tapi setidaknya... kau mulai cocok dengan dunia ini."

Luca menatap langit dari jendela pos pengamatan. Angin masih membawa debu reruntuhan, tapi juga... harapan samar.

"Die wêreld van Nuan Omega... aku belum tahu kenapa aku di sini. Tapi kalau tubuh ini bisa jadi lebih kuat, maka... aku akan mencari jawabannya."

FIKRI

Kadang-kadang, hidup menempatkan kita di dunia yang asing, dalam tubuh yang belum kita kenali, dengan kekuatan yang belum bisa kita kendalikan. Tapi bukan berarti kita harus mengerti semuanya sekaligus. Seperti Luca, mungkin kita hanya perlu satu langkah pertama—dan keberanian untuk menghadapinya. Sampai jumpa di bab selanjutnya. Siapkan dirimu, karena dunia ini baru mulai bicara.

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 182 : Upacara Pembukaan Pertandingan Seribu Awan Langit

    Tiga hari berlalu dalam ketegangan yang sunyi. Bagi Tim Nuhawan, hari-hari terakhir sebelum pertandingan bukanlah waktu untuk bersantai atau pamer kekuatan di arena latihan umum. Sebaliknya, mereka mengunci diri di kamar penginapan mereka. Tiga hari itu dihabiskan untuk berlatih dalam diam, mempelajari data yang telah mereka kumpulkan dengan susah payah, dan mengamati pergerakan rival-rival mereka dari balik bayang-bayang jendela.Setiap hari, kota terapung Aethel menjadi semakin ramai, semakin tegang. Udara dipenuhi oleh dengungan energi dari para pejuang terkuat dua benua yang menyelesaikan persiapan terakhir mereka. Atmosfernya begitu padat hingga nyaris bisa dirasakan, sebuah janji akan pertarungan legendaris yang akan datang.Lalu, fajar di hari ketujuh pun tiba.Tim Nuhawan berdiri di gerbang belakang Koloseum Awan Langit. Pemandangan di hadapan mereka begitu megah hingga membuat napas tercekat. Ini bukanlah sebuah arena biasa. Ini adalah sebuah mahakarya arsitektur, sebuah kolos

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 181 : Pilihan Yang Sangat Menentukan

    Malam di Aethel terasa dingin saat Luca menyelinap kembali ke Penginapan "Bintang Jatuh". Kristal peredam darah dari Selvine terasa berat di sakunya, sebuah pengingat akan beban baru yang kini ia pikul. Pikirannya tidak lagi dipenuhi oleh strategi untuk turnamen atau rencana untuk menemukan teman-temannya. Kini, pikirannya dipenuhi oleh satu hal: bayangan dari senyum dingin Instruktur Zerel d’Veynn.Ia tiba di depan pintu kamar tim mereka. Dari dalam, ia bisa mendengar suara yang familiar: perdebatan sengit antara Zane dan Nyxel, kemungkinan besar tentang siapa yang berhak mendapatkan potongan terakhir dari kue madu yang mereka beli di pasar. Biasanya, Luca hanya akan menghela napas dan masuk. Tapi malam ini, sesuatu di dalam dirinya telah berubah.Ia membuka pintu.Seketika, semua suara di dalam ruangan berhenti.Zane, yang tangannya sudah terulur untuk merebut kue dari piring Nyxel, membeku di tempat. Nyxel, yang sudah siap melepaskan pekikan protes, menelan kembali kata-katanya. Ba

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 180 : Keputusan Serta Pilihan Hati Yang Kejam

    Perjalanan kembali dari Air Terjun Giok adalah sebuah penyiksaan yang sunyi. Setiap bayangan terasa seperti musuh, setiap bisikan angin terdengar seperti peringatan. Peringatan Selvine—“Kau adalah aset yang melarikan diri”—menggema di benak Luca, lebih dingin dan lebih tajam daripada es mana pun yang pernah ia ciptakan.Saat ia menyelinap kembali ke Penginapan "Bintang Jatuh", tempat yang beberapa jam lalu terasa seperti surga yang ramai, kini terasa seperti sarang hiu. Keramaian lobi tidak lagi terdengar seperti kebisingan biasa; setiap tawa, setiap tatapan dari para peserta lain, terasa seperti potensi ancaman. Ia kini melihat setiap peserta dari Benua Merah bukan hanya sebagai rival, tetapi sebagai kemungkinan mata-mata Akademi, anjing pelacak yang dikirim untuk membawanya kembali ke kandang.Ia tidak langsung kembali ke kamarnya. Didorong oleh kebutuhan yang mengerikan untuk melihat kebenaran dengan matanya sendiri, ia bersembunyi di bayang-bayang sebuah pilar besar di lobi, matan

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 179 : Pertemuan Dan Peringatan Oleh Teman Lama

    Malam di Aethel turun dengan keagungan yang sunyi. Tiga bulan—satu perak besar dan dua adiknya yang berwarna biru dan hijau—memancarkan cahaya magis ke atas menara-menara putih gading kota terapung, menciptakan pemandangan yang seolah berasal dari negeri dongeng. Namun, bagi Luca, keindahan itu terasa hampa, hanya menjadi latar bagi kegelisahan yang menggerogoti hatinya.Dengan jubah berkerudung yang menyembunyikan rambut putihnya yang mencolok, ia menyelinap keluar dari Penginapan "Bintang Jatuh". Ia bergerak seperti hantu melalui jalanan Aethel yang remang-remang, menghindari patroli penjaga dan tawa riuh dari para peserta lain yang sedang menikmati malam terakhir mereka sebelum persiapan turnamen dimulai. Setiap langkahnya penuh kewaspadaan, setiap bayangan adalah potensi musuh.Ia mengikuti instruksi dari pesan Selvine, menuju sebuah taman tersembunyi di distrik timur kota, sebuah area yang dikenal karena ketenangannya. Setelah melewati serangkaian jembatan kristal yang melintasi

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 178 : Kontak Pertama dengan sekutu lama

    Malam pertama di Aethel turun dengan keagungan yang menekan. Setelah dewan perang mereka yang singkat namun padat, tim dari Pulau Nuhawan tidak bisa beristirahat. Beban dari dua ancaman besar—Jenderal Kael yang misterius dan Faksi Petir Hitam yang brutal—terasa seperti batu raksasa yang menekan pundak mereka.Keesokan paginya, mereka memulai misi intelijen mereka. Zane, dengan antusiasme yang terkendali, pergi ke arena latihan. Lian menghilang ke dalam bayang-bayang distrik bangsawan. Dan Nyxel mencari menara tertinggi untuk "mendengarkan" kota.Luca, di sisi lain, mengambil tugas yang paling membosankan namun paling penting: memahami lingkungan barunya. Ia menghabiskan paginya di lobi utama Penginapan "Bintang Jatuh", duduk sendirian di meja sudut yang gelap, hanya memesan segelas air dingin. Dari sini, ia bisa mengamati semuanya.Ia melihat para ksatria dari Kerajaan Baja yang tertawa terbahak-bahak, setiap gerakannya memancarkan arogansi kekuatan fisik. Ia melihat para penyihir elf

  • Omega keeper Of Crystalon    Bab 177 : Dewan Perang Di Bintang Jatuh

    Malam pertama di Aethel turun dengan keagungan yang menekan. Dari jendela kamar penginapan mereka yang sederhana, menara-menara putih gading kota terapung itu tampak seperti tulang-belulang dewa yang menusuk langit malam yang dipenuhi bintang-bintang asing. Namun, di dalam kamar yang sempit itu, tidak ada kekaguman. Yang ada hanyalah ketegangan yang pekat.Mereka berempat berkumpul di sekitar meja kayu kecil. Zane, yang biasanya selalu gelisah, kini duduk diam, lengannya yang berotot terlipat di dada, ekspresinya serius. Nyxel tidak lagi bersenandung; ia hanya menatap kosong ke permukaan meja. Dan Lian, ia berdiri di dekat jendela, punggungnya yang lurus memancarkan aura dingin yang lebih pekat dari biasanya.Mereka semua telah memproses hari pertama mereka. Skala kekuatan yang mereka lihat di pelabuhan, nama-nama legendaris di Papan Penantang, dan peringkat mereka sendiri yang berada di paling bawah dengan deskripsi "Tidak Dikenal". Semua itu adalah sebuah tamparan keras yang membang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status