Di tengah keheningan terowongan yang kini dihiasi oleh bangkai logam dari Pembersih Koridor, Luca berdiri terengah-engah. Kekuatan 200% dari pil hijau itu masih mengalir deras di dalam dirinya, sebuah badai terkendali yang menuntut untuk dilepaskan. Ia menatap inti kristal merah yang berdenyut lemah di tangannya, lalu ke arah koridor gelap tempat teman-temannya melarikan diri.
Prioritasnya jelas. Ia tidak akan membiarkan mereka sendirian lebih lama lagi.
Ia mencoba merasakan jejak energi mereka, tetapi dinding logam tebal menghalangi persepsinya. Namun, inti kristal di tangannya tiba-tiba bergetar. Ternyata, benda itu tidak hanya berfungsi sebagai sumber daya, tetapi juga sebagai sensor yang terhubung dengan sistem di sekitarnya. Sebuah garis cahaya merah samar terpancar dari kristal itu, menunjuk ke arah sebuah dinding, menunjukkan
Pintu baja raksasa di depan mereka terbuka dengan suara geraman logam kuno yang memekakkan telinga, seolah membangunkan sesuatu yang telah tertidur selama ribuan tahun. Kelegaan sesaat yang dirasakan tim karena telah bersatu kembali lenyap seketika, digantikan oleh hawa dingin yang merayap di tulang punggung mereka.Di balik pintu itu bukanlah jalan yang aman.Melainkan sebuah arena melingkar yang sangat besar, begitu luas hingga ujungnya nyaris tak terlihat dalam cahaya remang-remang. Langit-langitnya tinggi, dipenuhi oleh sirkuit-sirkuit darah yang berdenyut dengan cahaya biru pucat. Lantainya terbuat dari lempengan obsidian hitam yang dipoles sempurna, memantulkan cahaya seperti cermin gelap. Tempat ini terasa seperti sebuah katedral yang dibangun untuk memuja kematian.Dan di tengah arena itu, berdiri satu sosok
Di tengah keheningan terowongan yang kini dihiasi oleh bangkai logam dari Pembersih Koridor, Luca berdiri terengah-engah. Kekuatan 200% dari pil hijau itu masih mengalir deras di dalam dirinya, sebuah badai terkendali yang menuntut untuk dilepaskan. Ia menatap inti kristal merah yang berdenyut lemah di tangannya, lalu ke arah koridor gelap tempat teman-temannya melarikan diri.Prioritasnya jelas. Ia tidak akan membiarkan mereka sendirian lebih lama lagi.Ia mencoba merasakan jejak energi mereka, tetapi dinding logam tebal menghalangi persepsinya. Namun, inti kristal di tangannya tiba-tiba bergetar. Ternyata, benda itu tidak hanya berfungsi sebagai sumber daya, tetapi juga sebagai sensor yang terhubung dengan sistem di sekitarnya. Sebuah garis cahaya merah samar terpancar dari kristal itu, menunjuk ke arah sebuah dinding, menunjukkan
Luca perlahan berdiri. Rasa sakitnya telah hilang. Gemetar di tubuhnya telah berhenti. Badai di dalam dirinya yang tadinya liar, kini berada di bawah kendalinya yang mutlak. Matanya bersinar sesaat dengan cahaya perak yang dingin, sebelum kembali normal. Ia merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir di setiap serat ototnya, sebuah perasaan yang memabukkan.Ia menatap Pembersih Koridor yang kini hanya beberapa meter di depannya.Dan untuk pertama kalinya sejak memasuki terowongan ini, ia menyeringai. Sebuah senyum yang dingin, percaya diri, dan sangat berbahaya.Perburuan telah berakhir.Saat Pembersih Koridor itu kembali menerjang dengan jeritan mekanis, siap untuk mencabik-cabik mangsanya yang kini berdiri diam, Luca tidak menghindar.Ia tidak lagi lari.Ia maju.Ia meninju langsung kepala kristal makhluk itu.BOOOOM!Benturan antara tinju yang dilapisi energi elemental dan kristal kuno menciptakan gelombang kejut yang membuat seluruh terowongan bergetar hebat. Udara di sekitar mere
Kegelapan di dalam terowongan kuno itu terasa menyesakkan, seolah dinding-dinding logam yang dingin itu secara aktif menekan paru-paru dan mencuri udara. Satu-satunya suara yang ada adalah gema dari langkah kaki Luca yang panik, detak jantungnya yang menggema di telinganya sendiri, dan derak mekanis yang tak henti-hentinya dari mesin pembunuh yang memburunya di belakang. Setiap belokan, setiap koridor, terasa sama—sebuah labirin tanpa akhir yang dirancang untuk mematahkan semangat mangsanya sebelum menghancurkan tubuhnya.Kssk… KSSSHHHH!Salah satu dari ratusan kaki pisau Pembersih Koridor menggores dinding di sampingnya, menciptakan percikan api yang menyilaukan dan suara melengking yang merobek keheningan. Luca berguling ke depan, merasakan panas dari percikan itu di punggungnya. Jantungnya berdebar kencang, setiap denyutnya adalah sebuah lonceng peringatan. Ia bisa merasakan energinya terkuras habis. Kekuatan lima elemen di dalam dirinya masih kacau, tidak stabil setelah pertarunga
Keputusan telah dibuat. Menunggu lebih lama adalah bunuh diri. Dengan sisa-sisa kekuatan yang mereka miliki, tim yang compang-camping itu bersiap untuk misi paling mustahil dalam hidup mereka: menyusup ke Puncak Cermin Langit.Di bawah panduan peta mental Luca dan analisis Rhyza, mereka berhasil menemukan titik masuk yang mereka cari. Tersembunyi di balik dinding batu yang tertutup lumut tebal di dasar badai salju, terdapat sebuah lubang persegi yang terbuat dari logam aneh yang tidak berkarat. Itu adalah pintu masuk ke saluran pembuangan kuno.“Bersiap,” kata Luca, suaranya pelan namun penuh otoritas. “Mulai dari sini, kita berada di wilayah musuh yang sesungguhnya.”Satu per satu, mereka memasuki kegelapan.
Mereka tidak bisa kembali ke desa Kaum Buangan. Melakukannya hanya akan membawa bahaya ke pintu orang-orang yang telah menolong mereka. Di bawah kepemimpinan Luca yang baru dan ragu-ragu, tim yang tersisa menemukan tempat perlindungan sementara: sebuah gua tersembunyi di balik dinding bebatuan yang ditumbuhi lumut, cukup besar untuk menampung mereka semua, cukup tersembunyi untuk memberikan ilusi keamanan.Di dalam gua yang remang-remang, api unggun kecil yang dinyalakan Fyren menjadi satu-satunya sumber kehangatan. Luca, Rhyza, dan Fyren—tiga orang yang masih berdiri—bekerja tanpa lelah, merawat empat kawan mereka yang masih terbaring tak sadarkan diri. Beban tanggung jawab terasa begitu berat, dan keheningan di antara mereka dipenuhi oleh suara napas yang lemah dan keputusasaan yang tak terucap.Setelah memastikan kondi