"Dim, aku buatkan teh manis, mau?"
Duduk di meja makan panjang di dapur, Dimitri mengangguk asal pada Maudi yang bertanya. Sepenuhnya, tatapan pria berkaus abu-abu itu tertuju pada perempuan di depan kompor, yang tengah membuatkan menu makan malam baru.
Tadinya, semangkuk gulai tahu dan tempe sudah disiapkan Sera. Namun, ia meminta dibuatkan nasi goreng untuk disantap malam nanti. Bukan bosan atau tidak suka, Dimitri hanya ingin sedikit menyusahkan pengasuhnya.
Hari itu, tepatnya sore tadi, Dante datang ke salah satu toko roti yang memang sedang Dimitri kontrol. Tak biasanya berkunjung, si adik malah membeli barang dari sana. Dua pack roti tawar dan empat botol selai rasa srikaya.
Awalnya tak peduli, pada akhirnya Dimitri kesal setelah mengetahui untuk siapa makanan itu dibelikan. Untuk Sera, karena katanya, perempuan itu sangat menyukai rasa selai srikaya yang toko Dimitri jual.
Dimitri tidak suka hal itu. Fakta bahwa
Dimitri berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Berulang kali pria itu melirik arloji yang masih bertengger di lengan. Kemeja kerjanya saja belum diganti, demi menanti seseorang.Raut sedikit gugup mampir di parasnya yang semakin matang. Pepatah makin tua makin menjadi, cocok pria 41 tahun itu sandang.Ini hari Selasa. Dimitri pulang bekerja lebih awal, pukul satu. Harusnya, lelaki itu ingin bolos saja. Namun, seseorang itu masih saja menolak ditemani. Padahal, usianya masih tujuh tahun dan harusnya datang ke sekolah bersama orang tua.Keras kepala tampaknya turun-temurun. Di mana-mana, semua anak itu ingin ditemani ayah atau ibu mereka mengambil rapor. Tidak demikian dengan yang satu itu.Anak itu ingin mengambil rapor sendiri. Masalah konsultasi antara orang tua dan guru, bisa dilakukan di lain hari, saat dirinya tidak ikut katanya. Sungguh membingungkan dan memaksakan kehendak. Sama seperti Dimitri dulu.
Mengusap kepala belakangnya gusar, Dimitri tampak berjalan pelan menuju mobil yang terparkir di bawah sebuah pohon. Lelaki itu mengambil napas dalam, sebelum akhirnya menarik pintu dan masuk ke dalam. Sore yang lumayan menguras tenaga. Padahal, niat awalnya ialah mengajak sang istri jalan-jalan. Sekadar menghilangkan penat, terlebih si ibu hamil tampak cemberut sejak pagi hari. Namun, tidak sengaja pertengkaran tejadi. Ada ketidaksepahaman antara mereka tadi. Soal Hares. Sera kukuh ingin adiknya itu berhenti mengambil kerja sampingan di bengkel temannya Dimit. Sera tak ingin Hares kelelahan dan kuliahnya terganggu. Namun, Dimitri punya pendapat lain. Dimitri yakin Hares bisa membagi waktu. Pun, selama ini adik iparnya itu terlihat sangat bertanggungjawab atas pilihan yang dibuat. Semester lalu saja, nilai Hares lebih dari memuaskan. Perbedaan pendapat ini makin keruh karena Dimitri menolak meminta Hares berhenti bek
Bar-bar. Itu yang saat ini terbersit di pikiran Dimitri jika ada yang bertanya mengenai pengalaman menjadi suami dari istri yang sedang mengandung. Sepagi ini, Sera sudah berulah. Sesaat setelah bangun, perempuan yang perutnya sudah sedikit bundar itu langsung menyuarakan keinginan tidak realistis dan super konyol. "Aku punya tiga hal yang harus kamu lakukan hari ini. Pertama, peluk Dante dan Kak Brian di depan aku." Hah! Habis kata untuk mendebat, Dimitri memberi gelengan sebagai respon. Sudah gila memangnya? Memeluk Dante dan Brian? Untuk apa? Gunanya apa? Keinginannya--Sera bilang keinginan bayi--tidak dipenuhi, perempuan itu berbaring di karpet ruang tamu. Berkata akan terus di sana sampai si suami mau melakukan hal yang diminta. Bar-bar. Dimitri tiba-tiba-tiba saja menyesal karena selama ini Sera selalu bersikap baik. Harusnya, perempuan itu bersikap aneh-aneh saja sejak dulu. Jadi, saat hamil b
Sore ini Sera sedang berada di rumah Mirna. Bersama Dimitri dan beberapa anggota keluarga lainnnya. Ada acara makan dan bakar-bakar bersama. Tidak ada perayaan apa-apa, si ibu mertua hanya ingin merasakan hangatnya suasana saat seluruh keluarga berkumpul. Dimitri sedang ada di halaman belakang bersama sepupu-sepupunya mempersiapkan panggangan, ikan dan daging, si istri tengah duduk di ruang tamu bersama Mirna. Mertua dan menantu tersebut berangkulan di sofa, dengan Mirna yang memijat pelan punggung Sera. "Jangan capek makanya." Mirna menduga pegal yang istri anaknya itu rasakan di pinggang dan punggung adalah akibat dari terlalu memaksakan diri mengerjakan pekerjaan rumah. "Kalau orang lain lihat, disangkanya Sera yang anak Mama, sedang Dimitri yang menantu." Inka yang baru turun setelah memberi makan Erza tersenyum melihat kedekatan Mirna dan Sera.
Langkah Sera tergesa menuju kamar. Menyusul suaminya yang sudah lebih dulu masuk ke sana. Mereka baru saja pulang dari jalan-jalan ke stadion olahraga di kampus Dimitri dulu.Mencapai pintu, suara orang muntah langsung mengisi telinga. Dari arah kamar mandi di ruangan itu, yang saat ini dihuni Dimitri.Berdiri di belakang tubuh lelaki yang membungkuk di depan wastafel, Sera mengusap-usap punggung itu. Dahinya ikut mengernyit tak nyaman."Perasaan enggak terlambat makan. Asam lambungnya kambuh?" Tangan Sera berpindah ke tengkuk Dimitri. Memberi pijatan pelan di sana. Pria itu terus muntah, tetapi tidak keluar apa-apa dari mulut kecuali liur.Yang ditanyai menggeleng. Tak tahu dan juga heran. Setibanya di rumah, perut tiba-tiba bergejolak, seolah ada yang mendesak ingin dikeluarkan. Namun, tidak ada apa pun kecuali air.Gejolak itu kembali datang, Dimitri menjulurkan lidah. Tangannya
Suara derap langkah kaki yang menuruni tangga sampai ke telinga Dimitri yang tengah meneguk air dingin di depan meja makan. Berikutnya, suara si nyonya rumah terdengar."Bu Ima, Dimitri udah pergi?""Belum, Buk." Bu Ima yang sedang mencuci piring menyahut.Menaruh botol di atas meja, saat mulut masih menampung air, Dimitri menoleh ke asal suara. Kontan, air mancur buatan keluar dari mulut pria itu. Dia tersedak kemudian."Kenapa aku enggak dibangunkan?" Mendapati suaminya di sana, Sera berkacak pinggang. Dahinya berlipat tak senang. Ini sudah pukul sepuluh dan ia baru saja terjaga.Biasanya sudah bangun pukul enam. Menyiapkan sarapan, pakaian Dimitri, terkadang ikut suaminya lari pagi. Namun, hari ini semua aktivitas itu absen dilakukan.Ini yang ketiga kali dalam dua bulan terakhir Sera bangun kesiangan. Semua ini tentu saja karena ulah Dimitri. Pria itu membuatnya