“Maksud Om apa?” tanya Sheril, bingung. Dia masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Om pengin ngejodohin kamu sama AIS.”
Mendengar pernyataan tersebut seketika mata Ais membola. Ia terkejut bukan main. Saking terkejutnya sampai-sampai tanpa disadari Ais berdiri dari posisi duduknya.
A-apa?
Sheril hendak dinikahkan dengannya?!
Jelas saja Ais marah. Kenapa orang tuanya tidak mendiskusikan hal ini dengan dirinya terlebih dahulu?! Padahal pernikahan bukan hal sesepele itu. Tadi Umi dan Abati juga mengatakan kalau tujuan mereka datang ke sini hanya untuk makan malam, bukan lamaran.
“Kamu kenapa, Ais?” Anha mengerutkan kening. Anha cukup tertegun dengan reaksi putranya barusan.
“Mungkin saking senangnya karena mau dinikahkan sama gadis secantik Sheril makanya Ais jadi kaget kayak gitu,” tambah Hamkan membuat semua orang yang berada di ruang makan tertawa. Namun hal tersebut tidak berlaku kepada Aim, Ais d
Ais menarik napas dalam-dalam. Tatapannya mengarah ke atas, menatap kosong langit-langit ruangannya yang berwarna putih bersih. Alasan dia akhirnya berubah pikiran dan mau menikah dengan Sheril adalah; Abati menjanjikan memberikan jabatannya kepadanya. Itu artinya dia memiliki uang untuk mensejahterakan kehidupan Dara. Alasan yang kedua, Umi sangat menyayangi Sheril. Anggap saja menikah dengan Sheril adalah salah satu bentuk baktinya kepada Umi. Lalu alasan ketiga, Ais tidak mau mengecewakan banyak hati. Biarlah dia berkorban asal keluarganya bahagia, asal Om Sean dan Tante April bahagia. Bahkan untuk saat ini Ais masih belum tahu apakah esok dia bisa jatuh cinta kepada Sheril seperti kata kebanyakan orang tentang cinta datang karena terbiasa. Ais merubah posisinya ke samping. Ia menyentuh rambut hitam Sheril yang sudah tertidur pulas. Merabanya secara perlahan. Merasakan gesekan satu per satu sulur rambutnya deng
Dara menatap kedua baju yang tergeletak di atas ranjangnya. Yang satu berwarna cokelat dan satunya lagi berwarna tosca. Ia bingung harus memilih yang mana karena semuanya terlihat sangat cantik. Ponsel Dara yang berada di saku bergetar, tanda satu pesan w******p masuk. Ais: Kamu suka bajunya? Dara mengukir senyuman. Kemarin Ais membawakannya banyak sekali baju kerja dan juga baju harian. Dara: Suka banget! Makasih, ya. Memangnya wanita mana yang tidak suka diberi hadiah seperti ini. Ais: Iya, sama-sama. Ini aku lagi urus surat pembelian apartement buat kamu biar bisa segera kamu tempati. Dara: Ya, ampun! Seharusnya kamu nggak usah repot-repot tau sampai kayak gitu. Ais: Nggak pa-pa. Emang dari dulu aku pengin beliin ini buat kamu. Tidak pernah Dara sebahagia ini sebelumnya. Tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan bagus, serta baju
Jari lentik Sheril menekan enam digit tombol kombinasi pada badan pintu. Sebenarnya sampai saat ini Sheril masih bingung kenapa pula pemilik tempat ini memberi tahu kode tempat tinggalnya kepada Sheril. Meskipun mereka sudah kenal cukup lama, tapi apa iya orang itu tidak takut kalau rumahnya Sheril bobol? Mengedikkan bahu, acuh tak acuk, Sheril pun memutar knop pintu ke bawah. Tapi ommong-omong orang itu ada di rumah tidak, ya? Dia memiliki jadwal kerja yang fleksibel jadi Sheril akan semakin marah jika orang itu tidak ada di dalam. “Mahen! Kamu di dalem, kan?!” teriak Sheril setelah pintu tersebut terbuka. Mahen adalah satu-satunya sahabat yang Sheril miliki. Ia kakak tingkat sewaktu Sheril masih kuliah. Pria yang dicari itu mendesah lelah. Pasti selalu ada keributan jika Sheril berkunjung ke tempatnya. “Dasar berengsek! Sahabatnya nikahan tapi bisa-bisanya kamu nggak dateng!” sembur Sheril memekakkan telinga. “Ya, kan, waktu
Ais membuka pintu kamar, ia kelepasan mendorongnya agak keras sampai menimbulkan dentuman membuat kedua orang yang berada di dalamnya terkejut. Mulut Sheril masih menganga, popcorn yang tadi hendak ia masukkan ke dalam mulutnya pun terjatuh ke bawah. Astaga! Kenapa pula suaminya tiba-tiba mendobrak pintu segala! Bikin kaget saja! “Ka-kalian lagi ngapain?” tanya Ais tergagap. “Lagi nonton.” “Kenapa? Mau nonton bareng?” tambah Mahen sambil menyodorkan cup berisi popcorn ke arah Ais. Ais masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Dia tidak tahu kenapa dia bisa bertindak seperti ini. Kakinya seolah tergerak sendiri menaiki anak tangga, lalu dia juga mendobrak pintu kamarnya. Bahkan Ais sampai sudah berpikiran yang tidak-tidak mengenai Sheril dan Mahen. Tetapi dibanding itu semua, keheranan Ais menggunung tatkala mengetahui ternyata di dalam kamar Sheril dan Mahen sedang menonton kartun dua ulat bodoh—yang satu berwarna
Meskipun kemarin merupaka hari yang buruk bagi Sheril. Tapi malam ini dia memimpikan sesuatu yang indah. Sesuatu yang semanis permen kapas sampai membuatnya tersenyum dengan mata terpejam. Di mimpinya itu, Sheril yang masih kecil memegangi sepedanya kuat-kuat, ia takut terjatuh. “Kak Ais jangan dilepasin, ya. Sheril belum siap,” pintanya dengan mimik wajah memelas. Ais mengangguk. Ternyata meskipun Sheril terlihat pemberani, sampai-sampai pernah bertengkar dengan Kakak kelasnya, tapi dia bisa merasa ketakutan juga. “Iya Kakak Pegangin. Jangan takut. Lagian, kan, pakai roda tambahan di belakang juga.” Meski begitu Sheril masih takut, roda tambahan yang dimaksud hanya dipasang sebelah kanan kanan saja, hal itu tentunya tidak menjamin Sheril dapat menaiki sepedanya dengan seimbang. “Alah tinggal diinjek aja pedalnya. Paling kalau jatuh cuma nyungsep ke got. Nggak bakal sampai mati, kok. Tenang aja,” celetuk Aim yang dari tadi menyaksikan
Ini adalah hari pertama Dara masuk kerja. Dia sampai terkagum-kagum melihat kantor utama HAKA Group yang sebegitu besarnya. Pun sama, ketika Dara iseng melihat toilet karyawan. Toiletnya sangat bersih dan wangi. Dara tersenyum senang, perusahaan keren ditambah bekerja bersama dengan Ais, mantan kekasihnya tercinta. Ah, benar-benar dua kombinasi komplit! Dara yakin dia akan betah kerja di sini. Ketika Dara beberapa menit memasuki bagian toilet. Dia mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Ada beberapa kaki dengan hels hitam yang melintas di biliknya. Mengedikkan bahu, Dara acuh. Mungkin mereka karyawan lainnya yang bekerja di sini. “Eh, eh. Kalian denger nggak, sih, kalau sekarang Pak Ibrahim sama Pak Uwais naik jabatan.” Dara hanya tersenyum menyimak. Padahal zaman dulu warung kopi adalah tempat istimewa yang digunakan orang-orang untuk bergosip ria, tapi sekarang ternyata pertukaran informasi bisa di mana saja, terutama toil
Sore ini Ais pulang terlambat, hal itu dikarenakan dia harus membicarakan suatu hal terlebih dahulu dengan Dara. Ais tidak bermaksud mencuri kesempatan untuk berduaan dengan Dara, melainkan dia murni membahas pekerjaan dengannya. Ais menyuruh Dara untuk belajar ke sekretaris Aim yang lebih kompeten agar Dara tahu apa saja job desk seorang sekretaris tetapi Dara menolak mentah-mentah perintahnya tersebut. “Aku nggak mau!” “Tapi kamu, kan, harus belajar. Gimana kalau besok-besok kamu salah lagi?” bujuk Ais. “Pokoknya sekali nggak mau, ya, nggak mau! Aku, tuh, nggak suka sama dia!” Dara masih saja keras kepala pada keputusannya. “Kenapa kamu nggak suka sama dia? Kamu, kan, belum kenal sama dia.” Ais benar-benar tidak mengerti. Jika di dunia ini ada istilah mencintai seseorang tanpa alasan. Apakah kali ini Dara juga sedang membenci seseorang tanpa alasan? “Siapa bilang? Orang tadi pagi aja aku digibahin sama dia dan temen-t
“Kamu masak apa buat aku?” tanya Ais amat antusias ketika melihat Sheril yang berada di sebelahnya mulai membuka kotak bekal. Wajah Ais berbinar seperti anak kecil membuat Sheril terkikik geli. Baru kali ini Sheril melihat sisi Ais yang seperti ini. Ternyata secuek-cueknya lelaki, pasti tetap akan takhluk pada makanan enak. “Tebak, dong,” goda Sheril supaya Ais semakin penasaran. “Nggak bisa nebak. Udah kelaperen sampai gabisa mikir.” Sheril tertawa terbahak mendengarnya. “Tada~ aku masakin bento buat kamu.” Mata Ais berbinar. Bento? Dulu Umi juga sering membuatkannya bekal bento ketika ia masih sekolah. Tetapi ketika Ais melihat isi dari kotak bekal Sheril yang tidak sesuai dengan ekspetasinya, Ais pun menelan ludah. “Ini bentoangry bird. Mirip kayak kamu, kan? Judes dan nggak pernah senyum.” Ais sampai kehabisan kata-kata dibuatnya. Dahi Ais mengernyit. Angry bird-nya seperti tersengat t