"LINTANG!" teriak Vanka.
Lintang yang sedang berjalan menyusuri koridor, tidak berniat menoleh ke belakang. Karena ia sudah tahu siapa yang meneriaki namanya.
"LINTANG! IH, LINTANG! KALAU DIPANGGIL ITU JAWAB!" Vanka berlari mengejar Lintang. Namun, karena tidak melihat tangga, ia malah terjatuh.
"Aww," rintihnya.
Mendengar rintihan Vanka, cowok itu menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Dengan malas ia berjalan mendekati Vanka.
"Ngapain sih lo lari-lari gue segala?"
"Lo gak mau berhenti, makanya gue lari," ujar Vanka.
"Lain kali gak usah lari-lari. Kayak gak ada kerjaan aja."
"Iya maaf."
Vanka mengulurkan tangannya pada Lintang membuat cowok itu mengerutkan kening.
"Apa?"
"Bantuin berdiri."
"Bangun sendiri. Gak usah manja."
Vanka mengerucutkan bibirnya. "Tega banget sih. Bantuin," rengeknya seperti anak kecil.
Lintang berdecak. Kenapa Vanka malah seperti anak kecil?
Saat
"Lintang?"Lintang langsung merebut topinya dari tangan Vanka. Kemudian kembali memakainya."Kok lo bisa di sini?" tanya Vanka.Lintang meneguk salivanya. Bagaimana ini? Ia harus menjawab apa? Tidak mungkin ia memberitahu kalau ia mengikuti Vanka dan Dean. Bisa-bisa ia ditertawai oleh Vanka."Jawab dong. Kok malah diam?"Dean berjalan mendekati Vanka."Lo ngikutin kita, ya?" tuding Dean."Eh, lo ngikutin kita, Tang?""Enak aja lo. Ya gak mungkinlah gue ngikutin lo berdua. Ngapain juga ngikutin lo berdua? Kayak gak ada kerjaan aja," kilah Lintang."Beneran lo gak ngikutin kita?" tanya Vanka lagi. Ia merasa ada yang aneh dengan Lintang.Lintang berdecak. "Gue gak ngikutin lo berdua."Ia memberikan tiketnya pada petugas. Setelahnya ia masuk ke dalam diikuti Vanka dan Dean.*****Di dalam bioskop, Lintang tidak tenang. Ia bahkan tidak menikmati film yang ada di layar.Tatapannya hanya tertuju pada
Lintang dan Revan sedang mengobrol di kelas Vanka. Di kelas hanya tinggal mereka berdua karena yang lainnya sudah pulang. Revan sengaja ke kelas Vanka agar ia bisa bertanya materi pelajaran yang belum dipahami olehnya."Jadi, yang mana yang lo belum paham?" tanya Vanka."Ini gue belum ngerti yang bagian ini loh. Kayak susah banget ngerjainnya." Revan menunjuk salah satu soal yang tidak bisa ia kerjakan."Oh ini. Cara kerjanya itu---"Belum sempat Vanka menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Lintang datang dan menutup buku paket yang sedang di pegang oleh Revan.Mereka berdua menatap Lintang sedikit terkejut."Lintang?""Ngapain lo berdua di kelas? Berduaan lagi," ujar Lintang sedikit tidak suka."Jangan salah paham dulu. Gue ke kelasnya Vanka karena mau nanya materi aja sama dia," ujar Revan."Halah. Gak usah bohong. Lo pikir gue gak tahu. Lo pasti sengaja kan mau dekatin Vanka?""Enggak. Gue gak ada niat buat dekatin Vanka."
Vanka berlari tergesa-gesa ke bawah. Ia meminum susu coklat yang ada di meja."Pa, Ma, aku berangkat dulu." Vanka mencium tangan papa dan mamanya kemudian keluar dari rumah.Ia mencoba menghubungi Lintang. Namun, cowok itu tidak menjawab."Pasti Lintang udah berangkat duluan. Dia mana mau nungguin gue," gumamnya.Vanka memesan ojek online di aplikasi yang ada di hp nya.Vanka melirik jam tangan berwarna biru yang melingkar di tangannya."Gawat. Bentar lagi jam tujuh. Pintu gerbang pasti udah di tutup."Vanka terkejut saat mendengar klakson motor. Ia segera mendekati pengemudi motor yang mengenakan jaket ojek online."Selamat pagi, Dek," salam pengemudi ojek online tersebut."Pagi Mas." Vanka menerima helm yang diberikan ojek online tersebut dan menaiki motor."Mas, jalannya cepat ya. Soalnya saya udah telat nih.""Siap Dek."*****Vanka mengembuskan napasnya ketika melihat pintu gerbang
Lintang berjalan ke kelas Vanka. Cowok itu hendak mengajak pulang bersamanya.Namun, ia sedikit bingung saat melihat Diego tengah berdiri di depan kelas Vanka."Lo ngapain di sini?" tanya Lintang."Suka-suka gue mau ngapain. Kenapa lo kepo?"Lintang mendengus. Harusnya ia tidak bertanya pada cowok itu. Karena mereka tidak pernah akur. Selalu bertengkar.Vanka, Sela, dan Lia keluar dari kelas."Eh, Diego. Ngapain di sini?" tanya Lia."Kepo lo," ujar Diego membuat Lia mendengus sebal."Van, ayo pulang," ajak Lintang hendak menarik tangan Vanka, namun langsung dicegat oleh Diego.Lintang menatap Diego tidak suka."Kenapa sih lo? Minggir Vanka mau pulang sama gue."Diego beralih menatap Vanka. "Van, lo gak lupa kan yang tadi pagi?" tanya Diego.Vanka terdiam sejenak. Ia baru ingat kalau tadi pagi Diego menyuruhnya untuk menunggu di kelas. Karena tadi pagi Diego sudah menolongnya memanjat tembok, jadi ia
Vanka berjalan beriringan dengan Lintang menuju kelas. Tadi pagi, Lintang datang ke rumahnya untuk menjemputnya agar bisa berangkat sekolah bersama. Tentu saja Vanka senang karena jarang sekali Lintang mau menjemputnya tanpa diminta. Biasanya, Vanka akan memaksa Lintang dahulu baru cowok itu mau menjemputnya."Tang," panggil Vanka."Hm.""Ih, kebiasaan banget sih. Jawabnya iya bukan 'hm'.""Iya.""Ini gue udah kerjain tugas Kimia punya lo." Vanka menyodorkan buku tulisnya pada Lintang membuat cowok itu mengerutkan keningnya."Kok lo tahu kalau gue ada tugas Kimia?" tanya Lintang. Ia sangat ingat kalau ia sama sekali tidak memberitahu Vanka kalau ia sedang ada tugas. Bahkan, Lintang saja tidak tahu tugasnya di halaman berapa. Karena ia tidak pernah fokus ketika pelajaran berlangsung. Cowok itu selalu sibuk bermain ponsel.Vanka tersenyum. "Semalam gue tanya Roy, katanya kalian ada tugas. Gue minta kirimin soalnya terus gue kerjain deh," jelas
Lintang menghela napas beberapa kali saat melihat Vanka yang begitu antusiasnya berjalan masuk keluar toko yang ada di mall.Ya, mereka kini sedang berada di sebuah mall. Sesuai permintaan Vanka, Lintang menemaninya pergi ke mall."Tang, gue bingung mau kasih hadiah apa.""Emangnya lo mau kasih hadiah ke cewek apa cowok?""Cowok.""Cowok? Siapa?""Pacar kedua gue," jawab Vanka."Pacar kedua? Lo selingkuh dari gue?" Lintang terlihat terkejut. Apa benar Vanka selingkuh darinya? Bukannya cewek ini sangat tergila-gila padanya? Tidak mungkin seorang Vanka selingkuh dari Lintang yang terkenal tampan ini."Iya. Kenapa? Lo gak suka?""Masih nanya lagi. Ya gue gak suka lah. Ya udah kalau gitu gue pulang aja. Gak sudi gue nemenin lo." Lintang sudah bersiap untuk pergi, tapi Vanka langsung menahannya."Gue cuma bercanda kali, Tang. Serius amat lo," kekeh Vanka.Lintang menatap tajam ke arah Vanka. "Bercanda lo gak lu
Sinar matahari pagi yang mengenai wajah Vanka membuat gadis itu terbangun dari tidurnya. Ia menatap Erin yang sudah membuka gorden jendela kamarnya."Ih, Mama ngapain buka gordennya? Aku kan masih mau tidur," ujar Vanka."Tidur ya tidur aja. Kan gak ada hubungannya sama gorden," ucap Erin."Mana bisa tidur. Sinar mataharinya aja langsung kena muka aku."Erin menatap Vanka. "Itu artinya mataharinya gak mau kamu bangun siang. Udah sana mandi. Abis itu turun ke bawah sarapan. Revan udah nunggu kamu di bawah."Vanka mengeruymen keningnya. "Revan? Ngapain dia ke sini, Ma?" tanya Vanka."Mama nyuruh dia ke sini biar kamu jogging sama dia.""Ih Mama. Kan Mama tahu kalau aku malas jogging. Kok Mama malah nyuruh Revan ke sini buat ngajak jogging?""Makanya itu, Mama suruh Revan ke sini biar kamu gak malas lagi. Lagian, daripada hari libur kamu tidur sampai siang kan gak ada gunanya. Mendingan juga olahraga biar sehat.""Tapi kan
Vanka berjalan mendekati Lintang yang baru saja sampai di sekolah. Cowok itu datang bersama Lisa.Walaupun Vanka kesal karena Lintang datang ke sekolah bersama Lisa, namun ia mencoba meredam rasa kesalnya itu."Pagi Lintang," sapa Vanka dengan senyum lebarnya."Pagi-pagi udah ganggu aja. Lo gak ada kerjaan lain, ya selain ganggu Lintang?" sahut Lisa membuat Vanka menatap tidak suka padanya."Apaan sih lo? Kok jadi lo yang sewot? Gue kan pacarnya Lintang, jadi bebas dong kalau mau gangguin pacar gue. Lintang aja gak marah lo yang sewot," ucap Vanka kesal."Lis, lo duluan aja ke kelas. Nanti gue nyusul," ujar Lintang.Vanka tersenyum sinis ke arah Lisa. Secara halus, Lintang mengusir cewek itu."Ya udah, tapi janhan lama-lama, ya."Lintang hanya mengangguk.Vanka berdecak melihat kelakuan Lisa yang menurutnya tidak tahu malu. Cewek itu bersikap seolah-olah Lintang adalah pacarnya. Padahal, Vanka lah yang berstatus sebagai pac