Home / Young Adult / PANGGUNG HEBOH / Berubah Jadi Apaan?

Share

PANGGUNG HEBOH
PANGGUNG HEBOH
Author: Marthino Mawikere

Berubah Jadi Apaan?

last update Last Updated: 2021-02-09 06:43:48

“Wow.”

Tanpa sadar BJ melontar kekaguman. Ia kini berada di depan gerbang sebuah mall. Mungkin bukan mall terbesar ibukota namun bagi seorang bocah kampung, bagi BJ itu adalah mall terbesar yang pernah dimasuki. Dengan sedikit ragu, ia melangkah masuk.

Dan lagi-lagi sebagai seorang bocah kampung, ia ternganga. Begitu berjibun orang yang ada di dalamnya. Di pelataran lobby, di tangga-tangga eskalator, di depan aneka counter, di dalam banyak restoran,  showroom mobil, semuanya. Seisi kota kecamatan Bayung di Sumatera Selatan yang ia pernah tinggali pun warganya tidak sebanyak ini. Keadaan di dalam mall secara sekilas menurutnya mirip keadaan di dalam sarang semut di Simpang Pauh. Sama-sama padat dengan makhluk hidup dengan labirin mengular kesana-kemari.

BJ terus berkeliling. Berpindah dari satu lantai ke lantai lain. Sampai ia tiba di lantai teratas mall yang dipenuhi ratusan kios ponsel.

Matanya tiba-tiba terpaku pada seseorang. Ia memicingkan mata. BJ tidak percaya dengan pemandangan di depannya. Tanpa ragu ia menyapa orang yang tengah duduk di depan sebuah kios ponsel.

“Bayu?”

Orang itu menoleh. Seketika matanya membelalak.

“Nathan?”

"Haloooo wong kito," kata BJ. Keduanya nampak terkejut dengan pertemuan yang tak terduga. Laiknya saat Tinky Winky dan Dipsy melakukan pertemuan, keduanya serta-merta langsung berpelukan.

“Ya ampun, apa kabarnyo? Wah, kurus nian kau, Bay.”

Rekan BJ itu tersenyum kecil. “Atletis maksudmu, Nathan?”

BJ mencibir. “Di sini gue dipanggil BJ.”

Bayu sedikit tersedak. “Wow, mentang-mentang di Jakarta sekarang ngomong lu-gue.”

“Masih suka salah-salah, Bay. Kadang terpeleset, campur-campur logat Melayu juga.”

“Kalo gitu langsung ngomong lu-gue aja,” Bayu mengedip mata. “Jadi sekarang ini, di Jakarta, Benny Jonathan maunya dipanggil BJ?”

“Begitulah.”

BJ kemudian duduk di sebuah kursi kosong. Berdampingan dengan Bayu yang sepertinya sudah mau melakukan transaksi pembayaran di kios ponsel itu.

Jakarta adalah kota asing bagi BJ. Kota yang ia dan keluarganya baru saja tinggali sejak akhir 2019 ini memiliki banyak hal dimana ia perlu beradaptasi. Perbedaan bahasa, budaya, gaya hidup,  lingkungan, teknologi kadang membuatnya sedikit tergagap. Ada yang cepat teratasi, ada yang sedikit butuh waktu. Hingga satu bulan keberadaannya di Jakarta rasanya hanya masalah bahasa dan benturan budaya yang terkadang menjadi sandungan. Dibandingkan dengan Palembang yang sebelumnya ia tinggali selama setahun pun ibukota tetap menampilkan wajah dingin dan angkuh. Perbedaan itu melebar jika dibandingkan dengan kehidupannya di kota kecamatan yang belasan tahun ia tinggali.

“Gimana kabar temen-temen di SMP?” tanya Bayu setelah keduanya bicara banyak hal.

“Temen-temen kita pada berubah, Bay. Apalagi Trio Kwek-kwek.”

“Emang gimana kabar Dedi, Nunung, sama Jumali?”

“Si Dedi berubah gara-gara dapet warisan. Si Nunung juga berubah gara-gara salah operasi mulut. Apalagi Jumali, dia berubah gara-gara salah pergaulan.”

“Coba cerita satu-satu. Dedi kenapa?”

“Dia berubah jadi sombong.”

“Nunung?”

“Dia berubah jadi monyong.”

“Jumali?”

“Dia berubah jadi bencong.”

*

            Di dalam sebuah rumah yang sebagian disulap menjadi sebuah toko, kesibukan malam terjadi.

            Ada banyak orang yang menghuni tempat itu. Ada sepasang suami isteri yang biasa dipanggil Abah dan Emak. Ada Minel anggota termuda yang berusia tiga tahun. Ada Nyai,  ibunda Emak yang baru minggu lalu merayakan hari jadi ke-68. Ada pula seorang asisten rumah tangga bernama Mbok Min yang sudah hampir tiga tahun melayani keluarga itu.

            Malam itu di meja makan sudah ada Abah dan Nyai. Abah terlihat bahagia betul.  Kebahagiaan itu karena keberhasilan mendapat kontrak bisnis kayu dengan salah seorang pelanggan Abah. Bagi dirinya yang mejadi tulang punggung keluarga, mendapat kontrak itu benar-benar merupakan berkah karena hasilnya bisa menghidupi keluarga untuk tiga bulan ke depan. Mungkin malah bisa empat bulan jika mereka rajin berhemat. Mereka adalah keluarga dengan ekonomi menengah sehingga penggunaan keuangan mutlak dibatasi ketat.

            “BJ kok ndak keliatan. Dia di mana, Abah?“

            “Jalan-jalan ke mall.“

            Emak terlihat agak kaget. “Jalan-jalan? Abah yang kasih ijin?“

            “Iya, sekalian minta dia tolong cari-cari ponsel. Siapa tau bisa dapet ponsel tiga ratus ribuan. Lagian biarin BJ santai dulu. Besok hari Senin kan dia mulai masuk ke sekolahnya yang baru.“

“Abah, jangan sering-sering kasih kerjaan ke BJ,” Emak menyatakan keberatannya. “Kasihan dia. Angkat kayu, minta tolong BJ. Angkat cat, minta tolong BJ. Antar barang, minta tolong BJ. Bersihin kamar mandi, minta tolong BJ. Mentang-mentang rajin, Abah teruuus minta tolong dia.”

            Nyai yang duduk di samping Abah langsung menimbrung. “Kenapo?”

            “Si Abah, apa-apa

minta tolong BJ,” Emak mengadu. “Bantu pindahan barang, angkat kayu, angkat cat, beli ini-itu, angkat ini-itu.”

            “Kalo gitu kenapo ndak minta tolong ke Nyai? Pasti Nyai bantú angkat-angkat,” kata Nyai lagi. Mulutnya mengunyah-ngunyah daging rendang dari semenjak dua menit lalu. Dagingnya alot. Bisa jadi karena diambil dari sapi yang sama uzur dengan Nyai.

            “Terima kasih, Nyai. Tapi ndak sekarang. Lain kali saja.”

“Iya. Nyai memang rajin. Kemarin, sewaktu ada jemuran ketiup angin, Nyai yang angkatin,” Abah memuji-muji mertuanya. Kegembiraannya bisa jadi karena terpengarauh kebahagiaan akibat mendapat kontrak,

Nyai melepeh daging alot ke pinggir piring. Menyerah akan kealotan tetelan daging. “Biar pun wong tuo, Nyai mau rajin terus. Ndak mau malas.”

“Bagus.”

“Ado barang yang jatuh pasti Nyai angkatin. Nyai ndak mau rumah berantakan.”

“Bagus.”

“Ada pensil jatuh, Nyai angkat. Begitu juga buku, tisyu, pembalut,”

            “Hebat.”

            “Waktu itu sikat gigi Abah, Nyai jugo yang angkat.”

“Sikat gigi Abah yang warna merah-biru?” tanya Emak yang hafal bahwa sikat gigi Abah memang berbeda sendiri.

“Iya,” kata Nyai. “Nyai angkat lagi.”

Abah yang baru menyelesaikan makanannya, mendadak terdiam.   

“Lagi? Maksudnya ‘Nyai angkat lagi’ itu apa?”

“Tadi siang sikat itu Nyai ndak sengajo jatuhin ke lantai. Maaf ya.”

            “Ohhh. Ndak apo-apo, Nyai. Waktu barusan Abah pake kondisi masih bagus, gagangnya ndak patah. Cuma jatuh ke lantai toh?”

            “Jatuhnya itu mental,” kata Nyai innocent. “Mental, terus… plung! Jatuh.”

“Jatuh?”

“Ke lobang kloset.”

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PANGGUNG HEBOH   Sebuah Epilog

    “Lagu kamu udah selesai, Je?” “Ssshhhh,” BJ meminta Lichelle diam dan menikmati saja lagu riang, menghentak, yang memang diciptakan BJ untuk gadis itu. Purnama, tahukah dirimu. Mentari, sadarkah engkau. Ada api cinta yang membara tiap hari Ku ingin kalian tahu Lichelle terperangah. Hasil akhir ini dibuat lebih indah dari sebelumnya karena penuh dengan improvisasi. Dengar curhatku wahai alam Bantulah aku wahai semesta Karena mabuk aku dalam romansa Beriku kekuatan saat ku ekspresikan cinta Lichelle menggenggam telapak tangan BJ yang berada di tuas kopling. Sebuah remasan lembut dilakukan BJ menanggapi sentuhan tadi persis ketika musik memasuki reffrain. Dalam serenada cinta kulantun lagu ini Because everytime I see you I fall in love all over again Tapaki waktu bersamamu itu rinduku Dalam serenada cinta kulantun tembang ini Together with you, Lichelle Is my favorite place to be Gapai masa depan bersamamu itu rinduku Lagu itu hanya berdurasi tiga menit lebih sekian de

  • PANGGUNG HEBOH   Jadi Bencong Deh

    Tidak ada pekerjaan untuk nyambi yang bisa menghasilkan uang yang sebelumnya mereka bisa dapatkan dari Bayu membuat Saipul dan Apip cekak. Tidak punya uang sama sekali. Ini menyengsarakan buat mereka yang sudah mulai boros dan orangtua mereka pun bukan orang berada. “Lu ada rokok? Mulut gue asem nih,” kata Apip sambil menadah tangan pada Saipul. “Dasar mental gretong lu. Gue ada tapi itu buat akika sendiri, tauk!” “Masa’ gak ada sebatang lagi?” “Cacamarica aja sendiri.” “Tadi gue liat di kantong lu ada tiga batang Surya.” “Surya? Itu rokok maharani, akika gak sanggup beli.” “Nggak lah, masa’ Surya kemahalan.” “Ember. Lagi susah begindang, beli Surya. Gilingan banget dah.” Apip menggaruk kening. “Nasib oh nasib. Kenapa kita jadi cekak begini ya?” “Akika ada sih duit goceng. Belalang aja dua batang gih.” “Beli dua batang? Hhh malu-maluin.” “Capcus. Mau

  • PANGGUNG HEBOH   Kemanusiaan Yang Terusik (2)

    Seperti biasa BJ memesankan makanan untuk dibungkus. Tapi Adhul menolak. Sepertinya ia sungkan karena BJ terus-terusan berbaik hati padanya. Dari saku celananya ia mengeluarkan ponsel candybar sederhana miliknya dan menunjukkan pada BJ. “Adhul gak usah dibeliin kak. Tadi pak Rokib, tetangga, nelpon minta Adhul cepetan pulang ke rumah sebelum maghrib.” “Maghribnya kan masih lama. Udah gak apa-apa biar kakak pesanin mie buat kamu.” Adhul terlihat malu sebelum kemudian mengangguk. “Mau yang goreng atau kuah?” “Yang kuah.” “Pake sambel?” “Iya tapi dikit aja.” Belum lagi kalimat itu usai, terdengar dering feedback dari panggung yang berada tak jauh dari lokasi mereka berada. Sepertinya manajeman pusat grosir sedang menyiapkan sebuah acara yang akan digelar beberapa jam lagi. Standing mike sudah terpasang beberapa unit berikut ampli dan terminalnya. Testing audio menyebabkan dengin

  • PANGGUNG HEBOH   Kemanusiaan Yang Terusik (1)

    Lichelle memegangi pipi BJ. “And I trust you.” Petir menyambar, disusul gemuruh membahana. Hujan menderas. Sangat deras. Air dari langit tercurah begitu dahsyat, membentuk rinai air yang pekat dan tebal. Seolah menutup pemandangan yang terjadi di teras, antara dua sosok remaja ketika bibir keduanya bertautan. * Urusan melayani seorang pembeli yang membeli kayu reng sudah selesai dilakukan BJ. Ia baru mau menyerahkan Minel yang sejak tadi digendong ke Emak ketika Lichelle mendadak muncul di depannya. “Ada apa?” Pertanyaan BJ tak segera dijawab. Dengan gemas Lichelle menggendong Minel. Seorang bocah berumur tiga tahun sebetulnya bobotnya sudah agak berat dan berpotensi bikin pegal. Tapi postur Minel yang mungil membuat ia masih bisa dengan gampang digendong oleh Lichelle. Melihat Lichelle yang pandai dan luwes menggendong, seketika ingatan BJ teringat pada perist

  • PANGGUNG HEBOH   Memiliki Terlalu Sedikit

    Bagi Abah, kehilangan pekerjaan sebagai interpreter memang agak disayangkan. Tapi keutuhan rumah tangganya adalah di atas segalanya. Pandangan itu diaminkan Emak. Kesulitan sehari cukuplah untuk sehari. Ke depannya tantangan akan seperti apa pasti mereka berdua bisa atasi ketika keduanya saling sepakat, saling tolong, dan saling mendukung. Hanya memang ada satu masalah kecil. Keciiiiiil sekali. Biasanya Abah bangun pagi. Tapi tidak kali ini. Emak sudah berusaha bangunkan suaminya. Sekali, dua kali, dan baru di usaha ketiga Abah baru terbangun. Ia sempat membuka mata, mengobrol sebentar dengan isterinya. Hanya saja ketika Emak ‘lengah’ dan melakukan hal lain, Abah berbaring lagi. Mendengkur malah. “Lho kenapa tidur lagi?” Emak mengomel sembari membangunkan Abah. Bukanya menjawab, Abah malah mengambil bantal guling, memeluknya dan melanjutkan tidur. “Hey, bangun.” “Masih ngantuk

  • PANGGUNG HEBOH   Atas Nama Cinta

    “Enak kan?” “Inhi enhak karhena akhu lhapar....” Lichelle tidak mau mengalah. Ia berucap dengan mulut penuh terisi makanan. “Ini adalah gado-gado terenak se-Jakarta. Kamu pergi kemana pun nggak ada gado-gado seenak ini. Bumbu kacangnya lembut dan ada aroma jeruk nipis. Wuih mantap,” BJ lantas menyuap sesendok untuk mulutnya sendiri. Tak lama ia mengambil secarik tisyu dari box-nya di atas meja dan menyapu mulut Lichelle yang terkena noda bumbu kacang. “Aku maunya ini terakhir ya kita makan di tempat kaya gini soalnya...” “Aaaaaa....” Ucapan Lichelle lagi-lagi tak terselesaikan ketika BJ menyuap satu sendok lagi. Makanan pesanan Lichelle kini datang. Sepiring kwetiau goreng dengan taburan bawang goreng yang menawan. Melihat bentuknya yang menggairahkan Lichelle tergoda untuk segera menikmati. Makanan itu sebetulnya dipesankan oleh BJ untuknya. Dan Lichelle harus mengaku

  • PANGGUNG HEBOH   Supir Angkot Durjana

    “Terima kasih,” kata Abah lirih setelah mereka melepas pelukan. “Malam ini, Abah jangan disuruh tidur di sofa ya? Sofa tua itu udah makin nggak enak. Pakunya mulai nusuk-nusuk pantat Abah kalo lagi tidur.” Emak tak tahu mau menangis atau tertawa atau kasihan mendengar ucapan jujur suaminya. Satu hal yang pasti, malam ini bisa jadi malam yang sama indahnya dengan honeymoon mereka dulu. * Dibantu temannya yaitu Charlie, Happy mulai mewujudkan pengembangan bisnisnya. Mumpung banyak waktu di rumah, sudah beberapa hari ini di dekat tempat tambal ban milik ayahnya ia juga membuka usaha tambahan yaitu penjualan mie instan berikut layanan memasak, menyediakan aneka kopi lengkap beserta air panas, serta menjual telur, dan biskuit. Semua untuk orang-orang yang menunggui ketika ban mobil mereka ditambal. Charlie juga datang dan menawarkan masker untuk dijual di sana dengan potongan harga.

  • PANGGUNG HEBOH   Lutut Yang Terluka

    “Bijeeee, cute banget sih lo.”Dalam gemas dan sayang Lichelle mencubit manja pinggang BJ.Makna hidup. Dua kata yang terakhir tadi diucapkan BJ teringat lagi. Bagi Lichelle, BJ tidak perlu berpepatah-petitih. Contoh kecil yang baru saja ditunjukkan dengan membantu seorang kakek menyeberang sudah memberikan sejuta makna. Itulah makna hidup dan BJ sedang menanamkan nilai itu kepadanya.*Abah tidak macam-macam. Abah tetap menjadi suami setia sebagaimana ia sudah terangkan pada BJ. Itu seharusnya disampaikan BJ kepada Emak. Atau Abah sendiri yang sampaikan. Tapi kesalahpahaman membuat baik Abah maupun BJ berasumsi. Abah merasa BJ sudah menyampaikan pada Emak, sebaliknya BJ merasa bahwa Abah pastinya sudah menyampaikan pada Emak. Akibatnya, Emak masih tetap dalam marahnya. Terlebih semalam ia memang tidak pulang ke rumah karena berkaitan dengan tugasnya sebagai interpreter yang

  • PANGGUNG HEBOH   Makna Hidup

    Kebutuhan uang memang masih besar. Namun bagi Abah, keutuhan keluarga adalah di atas segalanya. Permasalahan sikap Winda adalah perkara penting yang perlu ditangani segera. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan sikap Winda. Yang salah adalah bahwa ia melakukannya di waktu dan orang yang tidak tepat. Atas dasar itulah dengan berat hati pada siang itu Hendri menyempatkan diri menemui Haryono di kantornya. “Sepertinya aku gak bisa melanjutkan tugas. Aku nggak bisa lagi jadi interpreter.” Itu adalah inti pesannya. Sebuah pesan yang tentu saja membuat Haryono terkaget dan sempat menduga bahwa Hendri kurang puas dengan kesepakatan gaji. Ada waku bermenit-menit yang ia tanyakan dan semua dijawab secara lugas dan tuntas oleh Abah. Ada juga waktu satu jam sendiri ketika mereka saling bersilang pendapat. Sekali lagi, sebuah keputusan acapkali dihasilkan dengan tanpa membahagiakan seluruh pihak. Haryono mencoba memahami kega

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status