Mendengar Bik Suti berteriak dengan kencang, Riki buru-buru memarkir mobil Amor yang dia kendarai.
Begitu mobil berhenti Alena dan Amor langsung berlari mendekati Bik Suti yang meringkuk ketakutan di dekat pagar rumah.
Dengan cepat tangan Alena mengusap kepala Bik Suti yang mengirimkan kekuatan yang bisa membuat Bik Suti merasa tenang.
"Ceritakan apa yang terjadi bik," Alena berkata lembut kepada Bik Suti.
"Anu non, di dalam ada keanehan yang Membuat bibik merasa takut," Jawab Bik Suti yang sudah merasa tenang.
"Keanehan bagai mana bik?" Tanya Alena lagi dengan lembut.
"Di dalam tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat di sertai suara seperti menggembor marah, namun bibik tidak melihat apapun, makanya bibi ketakutan dan berlari keluar rumah," Jawab Bik Suti dengan tubuh gemetar.
"Sudah sekarang bibik tenang saja," Jawab Amor yang juga merasa merinding.
Kemudian Amor dan Alena membopong Bik Suti menuju mobil, dengan sigap Alena mengambil berapa batang lilin merah besar yang tadi mereka beli.
"Gompalda di mana kamu?" Alena berkata dengan suara mendesia.
"Aku di sini," Terdengar suara menyahut namun tidak kelihatan wujudnya.
"Kenapa kamu membiarkan arwah itu masuk kedalam rumah?" Tanya Alena kepada sosok yang tidak kelihatan.
"Ampun Bidadari Merah aku sudah menahannya namun aku kalah sebab arwan itu sangat kuat, selain dia mempunyai kekuatan besar di belakangnya ada kekuatan gaib yang membantunya," Jelas Jin Gompalda yang masih tidak kelihatan wujudnya.
"Baiklah, sekarang kamu lindungi mereka dengan cara apapun, aku akan menangani masalah ini," Jawab Alena
Kemudian dia menoleh kepada Riki dan Amor yang menenangkan Bik Suti, yang masih gemetar.
"Kalian tunggu di sini, ingat apapun yang terjadi jangan beranjak dari sini," Alena berkata pada Amor dan Riki.
Kemudian dengan cepat Alena menyalakan dua batang lilin merah yang dia pegang dengan kekuatan api merahnya.
Dengan langkah santai Alena masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumah rapat-rapat.
Kedua lilin merah yang sudah di nyalakan dia letakkan di samping kiri kanan dirinya yang berdiri di tengah ruangan.
Mata Alena terpejam sejenak begitu mata tersebut terbuka, kedua matanya mengeluarkan cahaya berwarna merah menyapu seluruh ruangan.
Berapa langkah di hadapannya Alena melihat satu sosok yang menyeramkan, sosok tersebut merupakan sosok lelaki muda namun yang berbeda dari samping kiri kanan mulutnya terdapat taring panjang putih berkilat.
"Siapapun kamu, kau tak layak berada di sini, alam yang kau punya bukan alam ini," Dengus Alena kepada sosok itu.
"Kau sudah mengacaukan rencanaku, jadi kau juga harus mati!" Makhluk yang berdiri di hadapan Alena sambil menggembor marah.
"Jalan yang kau pilih itu salah, maka kau sudah menerima balasan yang setimpal dengan apa yang kau perbuat," Jawab Alena lagi dengan sengit.
"Kau akan menerima karma perbuatan kamu, kau layak mati malam ini" Bentak makhluk itu dengan suara menggembor marah.
Alena melihat makhluk itu bergerak menerjang kearahnya dengan mimik muka penuh kemarahan.
Dengan cepat Alena menggerakkan kedua tangannya menarik api dari kedua lilin yang ada di sampingnya.
Api lilin tertarik kedalam tangan Alena kemudian api tersebut dia putar di depan tubuhnya, perlahan api berwarna merah membesar.
Ketika tubuh makhluk itu tinggal selangkah lagi dari tubuhnya dengan cepat Alena mendorong kedua tangannya kedepan.
Api besar menggebubu membungkus tubuh makhluk itu, seketika makhluk itu langkahnya terhenti.
Dari mulutnya keluar jerit kesakitan, namun jeritan kesakitan yang dia keluarkan seperti berada di tempat yang jauh.
Bersamaan dengan jeritan yang keluar dari mulut makhluk itu dari sekitar rumah terdengar lolongan anjing melengking menembus malam.
Makhluk yang ada di depan Alena setelah meraung-raung sekian lama kemudian seluruh tubuhnya meledak dan menguap di udara.
Seluruh ruangan rumah itu tercium bau sangit daging terbakar, namun bau sangit itu perlahan-lahan kalah oleh harum melati yang keluar dari tubuh Alena.
Alena menarik napas panjang melihat makhluk di depannya bisa di hancurkan, namun sejenak kemudian matanya memandang ke arah atap dengan sikap waspada.
Tangannya kembali menarik api dari lilin yang ada di kiri kanan tubuhnya, dari bibirnya tersungging senyuman.
Sekitar lima belas menit tubuh Alena berdiri dengan siaga, kemudian perlahan dari arah atap meluncur banyak sekali cahaya hitam seperti anak panah.
Alena melihat serbuan anak panah dari cahaya hitam itu tidak mengambil tindakan untuk menghindar, dia tetap diam di tempat.
Namun begitu cahaya itu tinggal setengah meter dari badannya dengan cepat kedua tangannya memapas panah cahaya yang menyerang.
Api yang keluar dari tangan Alena cukup lama saling dorong dengan panah cahaya itu sebelum kemudian api hitam berbalik menjauh dan melesat pergi.
Begitu api hitam melesat pergi dari jarak yang cukup jauh terdengar lolongan kesakitan berapa kali kemudian semuanya senyap.
"Semoga kedepannya tidak ada kejadian seperti ini lagi," Gumam Alena sambil menarik napas panjang.
Sementara di mobil ketiga orang yang tak lain Riki, Amor beserta Buk Suti yang sudah tenang menunggu dengan perasaan cemas.
Mereka tidak melihat apapun selain kilatan cahaya berwarna merah yang keluar dari sela-sela kaca jendela.
Mereka bertiga kelihatan sangat gelisah menunggu kemunculan Alena dari dalam rumah.
Sekitar empat puluh lima menit mereka menunggu tiba-tiba pintu rumah terbuka, dari dalam rumah melangkah Alena yang tersenyum ke arah mereka bertiga.
Melihat Alena yang muncul terdengar hembusan napas lega melepas ketegangan di hati masing-masing.
"Sekarang sudah aman, kalian bisa masuk," Alena berkata kepada ketiganya.
Dengan cepat Amor berjalan menuju Alena yang berdiri di ambang pintu, di belakang Amor ikut menguntit Bik Suti yang berjalan dengan perasaan cemas.
"Apa yang terjadi?" Tanya Amor begitu berada di dekat Alena.
"Seperti yang sudah aku bilang, arwah Ardi di bantu pamannya datang untuk menuntut balas," Jawab Alena santai.
"Bagaimana sekarang?" Tanya Amor yang masih menyiratkan kecemasannya.
"Sekarang sudah selesai, dia tidak akan balik lagi untuk membunuh kamu, sebab dia sudah aku hancurkan," Jawab Alena sambil melangkah ke dalam rumah.
"Kasian Ardi, karena apa yang dilakukan keluarganya dia harus menerima akibatnya," Alena berkata dengan lemah.
"Kita terkadang hanya bertindak tanpa memikirkan akibatnya, namun yakinlah apapun yang kita lakukan pasti ada karmanya sebab dalam dunia ini selalu ada hukum sebab akibat," Jelas Alena dengan santai tanpa beban.
Dari arah garansi terlihat Riki berlari kecil mendatangi mereka yang sedang berbicara di ruang tamu.
"Kenapa berlari?" Tanya Amor kepada Riki.
"Sepupuku menelpon, sewaktu orang-orang ramai bertakziah, paman Ardi yang berada di kamar belakang rumah meninggal secara mendadak," Jawab Riki dengan napas memburu.
"Mereka telah menerima akibat dari yang mereka lakukan," Jawab Alena dengan cuek.
Semua orang yang ada di dalam ruangan itu terdiam mendengar apa yang di katakan Alena, hanya pikirannya saja yang masih berjalan.
"Bik, ambil belanjaan yang ada di mobil," Tiba-tiba Amor berkata.
"Takut non...." Jawab Bik Suti polos dengan muka pucat.
Jawaban Bik Suti mengakibatkan mereka semua tertawa terbahak-bahak.
#####
Alena yang sudah bersiaga, dengan cepat membungkus dirinya dengan sinar berwarna merah terang.Ketiga lawan melihat tubuh Alena terbungkus sinar merah terang sejenak terkesiap namun tetap nekat meneruskan serangannya.Ketika tubuh ketiga orang itu menghantam cahaya terang yang membungkus tubuh Alena dalam sekejap ketiga tubuh itu terbanting kebelakang."Sudah aku bilang kalian tidak ada apa-apa sebab kalian tidak lebih dari kacung, namun kalian masih nekad menyerangku," ejek Alena melihat ketiga orang itu terbanting.Mendengar ejekan Alena dengan cepat ketiga penyerang tanpa memperdulikan rasa sakit dari hantaman Alena segera bangkit dan kembali menyerang Alena.Namun kali ini Alena memakai Cahaya merah yang berbentuk tali namun pada ujung cahaya itu berbentuk lancip.Lawan yang menyerang Alena begitu tali cahaya tersebut bergerak segera berhamburan untuk men
"Mbak, gawat kenapa mbak?" tanya Alena di telpon."Warga mengamuk tanpa sebab, pasukan kewalahan menghadapinya kami sudah mendatangkan pasukan cadangan namun belum bisa menangani situasi," jelas Mbak Devi dengan napas yang memburu sama seperti Kapten Japar."Kalau begitu ada baiknya bawa mundur pasukan, dan adakan penjagaan di luar lokasi warga mengamuk, sambil selamatkan warga yang tidak mengamuk," jelas Alena lagi."Ini sedang kami upayakan, kamu di mana?" tanya Mbak Devi."Aku sedang menuju pusat kota, dimana lokasi warga mengamuk?" tanya Alena."Sekarang hampir di semua wilayah kota warga mengamuk, kita harus mencari solusinya," jawab Mbqk Devi."Baik mbak, aku menuju ke pusat kota membantu menangani wilayah itu," jawab Alena sambil mematikan hanphonenya.Dengan cepat Alena bersandar dikurdi penumpang mobil yang di kemudikan Bagus, se
Suara ledakan keras yang di timbulkan benda itu memekakkan telinga Alena dan Bagus.Dengan cepat Alena meloncat untuk berlindung, air yang tadi ada di dalam baskom membasahi tempat itu.Benda yang ada di dalam air itu meledak tidak meninggalkan sisa sedikitpun, seperti menguap di udara benda itu menghilang begitu saja.Alena yang keluar dari balik kursi karena berlindung menggelengkan kepalanya menyaksikan benda di hadapan mereka itu meledak tanpa sebab.Begitu dia bangkit dia melihat di pintu seperti ada kelebat orang berlari meninggalkan runah kediamannya.Dengan cepat Alena berlari menuju pintu dan mengejar ke arah bayangan orang tersebut hilang.Cukup lama Alena mengejarnya namun sampai di ujung lorong yang tak jaih dari rumahnya dia tidak menemukan orang yang dia kejar.Merasa kesal karena orang yang dia kejar tidak dapat di temukan,
Malam hari yang menyelimuti Kota Palembang membuat aktifitas siang hari yang semarak berganti dengan malam yang begitu berbeda.Alena yang sedang ada di kamar kaget mendengar teriakan Bagus dari luar, dengan cepat Alena buru-buru keluar kamar."Ada apa Bagus?" Tanya Alena dengan suara lembut."Ada orang yang datang non dia bilang utusan," Jawab Bagus.Alena melihat tangan kanan Bagus seperti mencengkram leher seseorang, orang itu terlihat sangat menderita karena leherbya tercekik tangan bagus."Lepaskan, orang itu bisa mati," Alena berkata kepada Bagus.Setelah tangan Bagus lepas dari lehernya terlihat pemuda itu dengan terburu-buru menarik napas untuk memenuhi paru-parunya dengan oksigen."Kawan sekarang kamu bisa mengatakan apa yang kamu bawa," Alena berkata lembut."Baaiik," Jawab Pemuda itu dengan tubuh gemetar.
Pagi-pagi sekali Bagus dan Alena sudah kelihatan duduk di teras depan, Alena sedang seksama mendengarkan penjelasan Bagus mengenai hasilnya dari hutan Purwosari.Ketika mereka sedang berbincang di teras rumah tiba-tiba dari arah gerbang terlihat satu sosok tubuh yang memencet bel berapa kali."Sepertinya ada tamu dari jauh, buka gerbang dan ajak tamu kita masuk," Alena berkata kepada Bagus.Mata Alena terbelalak melihat sosok setengah baya yang ada di belakang Bagus, di tangan sosok itu terlihat memegang sesuatu."Ada apa non?" tanya Bagus bingung melihat reaksi Alena ketika melihat tamu yang ada di belakangnya.Alena tak menghiraukan pertanyaan dari bagus, dia langsung berdiri dan membungkuk hormat terhadap tamu yang abru datang itu.Bagus yang bingung mengernyitkan keningnya melihat melihat reaksi yang di tunjukkan oleh Alena."Dewa Kur
Bersama dengan suara ledakan itu tersebut ikut juga meledak tubuh Bidadari Kuning yang membuat tubuh bidadari itu juga ikut lebur.Alena yang sudah menarik kekuatannya badannya langsung jatuh berlutut badannya bergetar menunjukkan dia menangis karena kematian sahabatnya itu.Bersamaan dengan itu juga samapi di tempat itu Bagus bersama dengan Adisaka."Dimana Bidadari Kuning?" tanya Adisaka."Dia sudah menebus semua kesalahannya," jawab Alena sambil menghapus air matanya."Itu bukan kesalahan kamu, Bidadari Kuning Sudah menerima akibat dari perbuatannya, lebih baik sekarang kamu tenangkan diri kamu dahulu sebab masalah ini belum akan selesai dengan matinya bidadari kuning," Adisaka mencoba menghibur Alena."Iya aku tahu, masih ada Raja Kegelapan yang harus di hancurkan," jawab Alena."Baiklah aku akan melaporkan ini pada paman, mungkin sek